DUA PULUH

6.2K 451 19
                                    

"Ready?" Jeana menyampirkan kacamata hitam ke atas kepala. Menatap Gisel yang duduk disampingnya. Anak itu tampak senang, tetapi Jeana bisa melihat bahwa Gisel juga menahan sedikit rasa gugup.

"Papi beneran dateng kan nanti?"

Jeana menggumam cukup panjang. "We'll see, soon."

Bahu Gisel meluruh pelan. "Mami nggak berhasil bujuk Papi ya?"

Jeana mengendik bahu karena Dia juga tidak yakin pada dirinya sendiri, atau pada sikap Andra yang tidak kooperatif. Dia tidak ingin memberikan harapan kosong untuk Gisel melihat sikap Andra yang masih sering mangkir dari janjinya kepada Gisel, bahkan dirinya.

"Ayo turun. Mami mau lihat temen-temen Gisel juga." Jeana kembali memakai kacamata dan meraih tasnya. Hari ini Ia memutuskan untuk memakai dress sepanjang lutut berwarna putih dengan lengan panjang berkain transparan yang menampilkan lenganya. Melengkapinya dengan angkle boots berwarna beige.

"Jangan lemes gitu dong. Mami udah capek-capek dandan dan semangat gini kok Kamu malah lemes." Sangat Jeana, memberikan dorongan penyemangat kepada Gisel harus dengan sedikit ledekan. Anak ini meski sudah mulai dekat denganya, Dia masih gengsian.

Gisel menatap Jeana dengan decakan sebal. "Mami ngapain sih dandan heboh gitu? Nanti dikira penyanyi yang akan ngisi acara loh."

Jeana melotot, tidak terima penampilanya diledek. "Heboh dari mana sih? Ini tuh pas Gisel. Sesuai takaran."

Gisel mencibir. "Kue kali pakai takaran."

"Kaya yang bisa bikin kue aja. Red velvet cookies kemarin aja gosong kan karena Kamu tinggal main game?"

"Mami sih pake kebelet segala. Mana di toilet lama lagi."

"Idih-"

"Selamat pagi Ibu, mohon untuk mengisi daftar hadir dulu." kalimat Jeana terpotong oleh sambutan seorang siswi SMP sekolah ini. Kalimatnya terasa kaku dan gugup.

"Wali murid dari Giselia Kathrina Atmaja."

"Oh Giselia Atmaja." seru siswi lainya. "Maminya sudah menunggu di Auditorium SD."

Jeana mengernyit. "Mami? Mungkin Papinya. Andra Atmaja?"

Kedua gadis itu saling menatap sebelum menggeleng. "Mami Gisel, Bu. Atas nama Hana Atmaja, beliau sudah menunggu sejak 15 menit yang lalu."

"Mami Hana?"

Jeana menyadari satu hal saat melihat sosok yang tersenyum lebar menatap kearah mereka, atau lebih tepatnya kearah Gisel. Bahwa, semua yang ada disisinya selama 3 bulan ini tentu saja bukan miliknya saja. Mungkin selama sisa hidupnya, Ia akan selalu berbagi.

¤¤¤

Tangan Jeana terasa gemetar saat berusaha membuka tutup botol air mineral yang dibelinya sepuluh menit yang lalu. Saat ini, Ia memilih menyingkir, berteduh di bawah pepohonan yang membentuk lorong sebagai pembatas gedung SD dan TK. Menikmati hembusan angin yang cukup sejuk di pagi menjelang siang ini.

"Gisel, Mami kangen." sambut seorang wanita dengan setelan resminya. Memeluk Gisel dengan erat setelah berhasil menghapus jarak. "Kamu cantik sekali hari ini."

Gisel hanya diam menerima pelukan dari Maminya. Dia melirik Jeana sebelum membalas pelukan Maminya. "Terimakasih.. Mami." ucap Gisel dengan kaku.

"Mami bawain hadiah untuk Kamu. Ayo masuk, kadonya Mami tinggal di kursi Kita."

Kursi Kita.

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang