Dua pasang mata itu mulai mengerjap merasakan pantulan cahaya matahari yang mulai tinggi. Jeana merasakan tubuhnya remuk dengan kepala seperti habis terkantuk pintu jati. Sementara Andra merasa tubuhnya terasa ringan setelah mendapatkan pelepasan yang tak pernah Ia rasakan selama empat tahun terakhir.
Kedua pasang mata beriris coklat terang itu terdiam saat menemukan satu sama lain. Di detik ke sepeluh, keduanya melebarkan mata. Terkejut. Jeana mengerang saat merasakan pegal di antara kedua kakinya dan pusing di kepalanya semakin menjadi. Sementara Andra mengutuk dirinya sendiri karena kehilangan kontrol diri semalam.
Jeana tahu Ia tak memakai apapun di balik selimut yang Ia kenakan. Ralat, selimut yang mereka kenakan. Setelah sakit kepalanya mereda, Ia melebarkan mata menatap sosok laki-laki yang bertelanjang dada dengan selimut sebatas pinggang.
"What the hell is going on?" desis Jeana, merapatkan selimut menutup sampai pangkal lehernya.
Andra menelan ludah saat kedua matanya sekilas melihat bayangan daging putih yang sempat terlihat akibat posisi selimut yang melorot.
"Hei you an asshole." maki Jeana menyadarkan lamunan Andra saat tak mendapat jawaban. Saat ini Ia benar-benar melupakan posisinya sebagai adik tingkat maupun bawahan Andra.
"Saya akan bertanggung jawab." jawab Andra cepat.
Jeana mendengus dan membaringkan tubuhnya menghadap langit-langit. Berusaha mengingat apa yang terjadi padanya semalam sampai berakhir satu ranjang dengan Andra. Jangan lupakan keadaan mereka yang sama-sama telanjang.
"Saya janji akan bertanggung jawab sama kamu." suara Andra kembali terdengar. Jeana menolehkan kepalanya dengan mata penuh dengan kekesalan.
"Yang Saya tanyakan apa yang terjadi. Saya bukan menodong pertanggung jawaban dari Kamu, Ndra." sembur Jeana dengan posisi masih telentang dengan selimut tebal yang membungkus tubuhnya sampai sebatas leher.
"Kamu, Saya-Kita.. mabuk, dan yah.. " Andra membuang nafas keras. Merutuki kebodohan dan sikap pengecutnya. "Saya kehilangan kendali. Maaf."
Hening menyelimuti Andra dan Jeana. Keduanya seakan menggali ingatan apa yang sebenarnya terjadi tadi malam. Mereka sama-sama menoleh saat keduanya bersamaan menghela nafas cukup keras.
"Jeana, say something." ucap Andra. "Saya minta maaf karena sudah bersikap brengsek sama Kamu."
Jeana masih terdiam. Ia masih berusaha mengingat apa yang Ia lakukan sampai berakhir tidur dengan Andra. Seperti kata-katanya menjadi boomerang saat ini.
"Semalam Saya minta tolong untuk dicarikan taksi, bukan untuk di tiduri Ndra."
"Karena itu Saya minta maaf. Saya janji akan tanggung jawab, Jean."
"Lupakan, anggap saja kejadian malam ini nggak pernah terjadi. Sepertinya Saya juga salah disini." Alih-alih menimpali kalimat Andra, Jeana menolak untuk melanjutkan pembicaraan mereka. Ia menarik selimut saat Ia bangkit dari tempat tidur yang cukup luas.
"Saya serius, Jean."
"Saya sedang tidak dalam masa subur. Tenang saja."
"Saya hanya ingin bertanggung jawab. Saya tahu ini yang pertama untuk Kamu."
¤¤¤
"Ini kartu nama Saya." Andra mengulurkan kartu namanya saat mereka bersiap pulang. "Kamu bisa mencari Saya disana."
Jeana bersyukur Andra mau membelikan pakaian ganti saat Ia mandi untuk keluar di siang hari. Akan sangat lucu ketika Ia memakai gaun semalam.
"Saya antar Kamu pulang." ucap Andra. Setelah Jeana menerima kartu namanya dengan sikap ogah-ogahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Take You
General FictionTake and Give Seharusnya seperti itu juga cara kerja untuk semua hal yang terjadi dalam hidupnya. Tapi Jeana merasa Dia too much to give, dan terdengar terlalu serakah karena Ia menginginkan lebih banyak hal untuk diterima dan dimiliki. Karena sedar...