2.1

422 20 3
                                    

Elsa's pov

Saat aku terbangun, Harry masih tertidur disebelahku. Kami sama sekali belum melakukan itu tadi malam. "Harry? Kau sudah bangun? Mau ku masakkan apa?" Tanyaku. Harry hanya menggeleng lemas karena ia masih tidak sadar.

"Aku masakkan lasagna ya," ucapku kemudian bangkit. Aku segera memasak lasagna.

Ketika aku memasak lasagna seseorang membunyikan bel, aku segera membukanya. "Luke?" Tanyaku. "Hai, Els" ucapnya kemudian memelukku. Aku memeluknya balik.

"Maaf aku tidak datang kemarin, aku hanya ingin memberikan selamat." Ucapnya. Aku tersenyum kemudian melepaskan pelukan kami.

"Mari masuk" ucapku, ia mengangguk. Aku menyiapkan lasagna kemudian menyuruhnya duduk. Tak lama kemudian Harry keluar dari kamarnya dan memasang muka kaget.

"Mengapa ada dia?" Tanya Harry, "ia teman lamaku" ucapku pelan. "Aku tahu orang seperti apa yang mengenal Luke, Elsa." Ucap Harry.

"Harry, aku hanya temannya" ucapku kemudian menghampiri Harry, aku mengelus tangannya. "Jangan sentuh aku kau, jalang!" Pekik Harry sambil menepis tanganku.

Aku meneteskan airmataku seraya menggigit bibir bawahku menahan air mata yang banyak akan turun.

"Aku akan keluar jika ini membantu kalian" ucap Luke kemudian keluar dari rumahku dan Harry. "Ku kira kau adalah seorang perempuan baik-baik, Elsa" ucap Harry.

"Namun aku salah, aku menikah dengan perempuan murahan yang akan dibayar oleh orang kaya" ucap Harry. "Harry, aku bukan orang seperti itu!" Pekikku sambil terisak.

"Lalu mengapa kau mengenal Luke?" Tanya Harry, "bahkan kau hanya orang miskin! Orang yang mengenal Luke adalah orang-orang kaya, kecuali seorang jalang" ucap Harry kemudian tergelak.

"Aku bukan jalang!" Pekikku kemudian menamparnya, ia tergelak ketika aku menamparnya. Kemudian ia mendorongku hingga aku jatuh ke sofa.

Ia berada di atasku sekarang dengan nafas membaranya. "I'll pay you later, slut" ucap Harry kemudian menarik bajuku hingga robek.

Ia mulai membuka bra-ku kemudian menghisapnya. Aku mengerang sambil terisak.

Bukan ini yang kuinginkan.

Bukan pernikahan yang seperti ini.

Ia kemudian memegang mukaku, menyuruhku untuk menciumnya. Aku segera memalingkan wajahku namun tangannya memaksaku untuk melihatnya. Ia melumat bibirku, menggigit bibirku hingga mengeluarkan darah. Aku sudah tidak sanggup melawan.

"Kau pikir aku bersedia menyatukan tubuh kita? TIDAK! Aku tidak mau bercampur dengan laki-laki lain. Kau sudah dipakai banyak orang." Ucapnya yang membuat hatiku mencelos. Beberapa saat setelah ia puas ia meninggalkanku.

Aku bangkit dengan sisa tenagaku. Aku mengambil baju, jaket serta masker untuk menutupi kekacauan ini.

EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang