37. BAHAYA

26 3 0
                                    

HAI, SELAMAT PAGI!

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK DENGAN VOTE DAN COMENT!

HAPPY READING!
   ____________________________________

“Apa lo seneng?” Aleena mengangguk dengan senyuman yang terukir di bibirnya.

Ia duduk di kursi roda dan berada di taman rumah sakit bersama dengan El. Aleena meminta El untuk mengajaknya mencari angin segar di luar rumah sakit atau taman, tentunya El tidak menolak karena Aska dan Arion tengah berada di sekolah dan kampus, hingga ia harus menjaga Aleena walaupun kedua kakak Aleena sempat ragu.

“Kak, makasih ya udah nurutin kemauan aku.” Aleena mengangkat kepalanya sambil menatap dalam manik mata milik El.

El berlutut di depan Aleena untuk mensejajarkan dirinya dengan Aleena dan mengelus pipi putih Aleena dengan lembut.

“Apapun bakal gue lakuin buat lo.” Mereka saling menatap dengan hangat.

“Maaf.” Ucap El sambil menggenggam kedua tangan Aleena. Ia merasa bersalah karena Aleena menjadi korban masalah pribadinya.

Aleena mengerutkan keningnya. “Minta maaf untuk apa?”

“Yang terjadi sama lo.”

“Aku nggak apa-apa kak, Aku berucap banyak-banyak terima kasih, karena udah sabar ngadepin aku yang nggak sempurna.” El menggeleng pelan, kemudian menyelipkan anak rambut Aleena di belakang telinganya.

“Lo udah sempurna bagi gue.”

Hati Aleena menghangat mendengar ucapan El, selama ini ia hidup dengan penuh peraturan di rumahnya, hanya kedua kakaknya yang selalu menghiburnya, namun sedikit demi sedikit takdirnya berubah menjadi lebih baik, tidak sia-sia selama ini ia berusaha bersabar menghadapi phobianya.

Ia tidak menyangka jika saat ini ia telah memiliki seorang kekasih yang tidak pernah terpikirkan olehnya selama berada di rumah, yang ia pikirkan hanya mendapatkan kebebasan dan teman. Ia yang kurang mengerti pergaulan luar agak canggung saat El tiba-tiba menjadikannya sebagai kekasih.

                           __________

“Aaa... Aleena gue kangen banget sama lo.” Cahaya berteriak di kamar Aleena sambil memeluk erat Aleena.

Aleena tersenyum kikuk tatkala Cahaya datang dengan hebohnya di kamar rumah sakit.

“Ck! Diem lo, berisik banget sih.” Ucap Ghadia sambil memutar bola matanya malas, ia telah masuk terlebih dahulu ke kamar Aleena.

“Biarin lah, gue 'kan kangen sama Aleena. Ya nggak, Al?” Aleena hanya tersenyum sebagai jawabannya.

“Ajeng nggak ada?” Tanya Aleena ketika menyadari ketidak adanya Ajeng.

“Kata bokapnya sih Ajeng lagi di luar kota. Udah tiga hari dia nggak masuk, itupun sejak dia dateng ke rumah sakit ini, saat lo masih di periksa sama dokter.” Jelas Ghadia.

“Kalian udah hubungi dia?” Aleena memiringkan kepalanya menatap Cahaya dan Ghadia secara bergantian.

“Udah, tapi nggak aktif.” Jawab Cahaya.

“Lo nggak usah khawatir, Al. Nanti kalau Ajeng udah balik ke Jakarta kita bakal marahin dia karena nggak kasih kabar.” Ucap Cahaya sambil memakan sebuah apel merah yang ia dan Ghadia bawa untuk Aleena.

Ghadia terbelalak saat melihat Cahaya memakan buah yang seharusnya untuk Aleena. Ia kemudian meraih kaos kaki yang ia lepas dan melemparkannya pada Cahaya.

Puk!

“uwek!” Mual Cahaya saat mencium bau tidak sedap yang terlempar ke arahnya.

Ia menatap sinis Ajeng yang menatapnya dengan wajah tanpa dosa.

“Sialan lo.” Umpat Cahaya.

Cahaya pun meletakkan apel yang sudah ia gigit di nakas rumah sakit.

Seorang laki-laki menatap malas mereka, ia tidak lain adalah El. Sejak tadi ia hanya diam dan duduk tanpa ada niatan untuk menyambut atau mengajak teman Aleena berbicara.

“Lho, ada lo juga kak.” Ucap Cahaya tanpa berdosa ketika baru menyadari adanya El di sofa yang berada di belakangnya.

“Hm.” El mengalihkan pandangannya pada Aleena, ia kemudian berdiri dan menghampirinya.

“Gue pergi dulu.” Ucap El dengan suara beratnya, ia mengelus surai rambut Aleena dengan lembut.

Aleena mengerutkan keningnya. ”Mau kemana kak?”

“Keluar sebentar, ada urusan.” Jawabnya.

El memandang Ajeng dan Cahaya secara bergantian, kemudian berkata. “Gue titip Aleena ke kalian.”

“Lo nggak usah khawatir, tanpa lo suruh pun, kita tetep jaga Aleena.”

                             __________

DOR!

DOR!

DOR!

Beberapa orang menembak timah panas pada jendela dan pintu secara beruntun. Sedangkan, seorang wanita didalam tampak terganggu mendengar kebisingan saat ia tengah tertidur pulas. Dengan langkah terpaksa ia keluar dari kamar dengan mata yang sedikit berat untuk terbuka.

“Ada apa ini?” Tanya wanita yang tidak lain adalah Emilia pada salah satu penjaga yang tengah bersiap keluar untuk menyerang mereka.

“Nyonya, alangkah baiknya anda tetap berada di dalam kamar karena musuh telah menyerang kita.” Ucapnya dengan cepat kemudian menuruni undakan tangga menuju kebawah.

Mata Emilia terbuka secara lebar, saat mendengar tembakan keras dari dalam. Ia dengan segera memasuki kamarnya untuk menghindari kecelakaan pada dirinya.

“Apa mereka berasal dari Damar?” Tanya Emilia pada dirinya sendiri.

Ia meraih handphone dan menghubungi seseorang. Panggilan tersambung, ia dengan cepat mengatakan adanya bahaya di rumahnya.

“Apa yang harus aku lakukan sekarang, bagaimana jika mereka masuk dan membunuhku? Haidar tidak akan langsung tiba disini.” Ucapnya khawatir seakan lupa dengan perbuatannya lah yang telah menyebabkan semua ini terjadi.

DOR!
DOR!
DOR!

Pintu kamar Emilia berlubang karena tembakan seseorang dari luar, jantungnya berpacu dengan cepat tatkala pintu kamarnya berusaha di dobrak dari luar. Ia memundurkan tubuhnya ke arah lemari, dengan gerakan pelan ia membuka laci meja yang berada di samping lemari dan meraih sesuatu.

Ia menodongkan pistol pemberian Haidar ke arah pintu dengan tangan gemetar. Pintu berhasil terbuka dan dengan cepat ia menarik pelatuknya hingga timah panasnya berhasil mengenai tubuh seseorang di ambang pintu.

Matanya membola ketika ia menyadari bukan musuhnya yang terkena timah panas, melainkan penjaganya yang berada di depan tubuh El. Ya, sejak tadi seseorang yang selalu menembaki pintu kamarnya adalah El.

“Tembakan yang bagus.” Ucap El dengan seringaian kecil di wajahnya. Ia menampilkan sosok lain dari dirinya.

“Berhenti!” Ucap Emilia dengan tegas masih menodongkan pistol ke arah El yang masih terlindungi dengan tubuh anak buah Emilia saat melihat El berusaha melangkah pelan sambil mendorong tubuh besar anak buah Emilia.

“Tembak saja, lagi pula yang lo tembak bukan gue, tapi anak buah lo.” Ucapnya dengan wajah dingin.

“Sekarang giliran gue.” Ia mengangkat pistolnya dan mengarahkannya pada Emilia.

DOR!

Senin, 27 Juni 2022

TERIMA KASIH TELAH MEMBACA CERITA INI.

SEMOGA KALIAN SEHAT SELALU.

ALEENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang