39. TIGA PULUH SEMBILAN

30 2 0
                                    

HAI, SELAMAT MALAM!

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK DENGAN VOTE DAN COMENT!

HAPPY READING!
  ____________________________________

“Akh.” ringis seseorang tatkala membuka matanya dan menyadari kesakitan yang ada di sekujur tubuhnya.

Ia memegang kepalanya yang terasa pening, matanya mengedar menatap ke ruangan yang bernuansa putih itu.

“Bagaimana keadaanmu?” Tanya seorang lelaki dengan wajah khawatir dan suara beratnya.

Emilia menoleh ke samping kanan.
“Apa aku di rumah sakit?” Bukannya menjawab, ia malah kembali bertanya.

“Ya.” Haidar meraih segelas air putih dan memberikannya pada Emilia yang baru sadar ini.

Setelah meneguk segelas air, ia menatap lelaki di hadapannya ini dengan tatapan kemarahan.

“Sial, apa kamu tidak menghukum mereka?! Setelah apa yang mereka lakukan kepadaku!” Tangannya mengepal dengan kuat saat mengingat bagaimana ia diperlakukan kemarin.

“Kenapa kamu dan anak buahmu datang terlambat?!” Ucapnya kesal.

“Tenanglah.” Ucap lelaki itu dengan tenang, seakan-akan tidak terjadi apapun kemarin.

“Haidar, apa katamu? Aku harus tenang? Gila! Benar-benar gila! Jika saja kamu tidak membawaku saat ini, mungkin aku sudah tiada di jalanan.” Ucap Emilia pada Haidar dengan sarkas.

Inilah yang tidak aku sukai dengan wanita.’ batin Haidar.

“Kenapa diam saja? Apa sekarang kamu menyadari kesalahanmu?!” Emilia berucap sambil bersedekap dada dan memalingkan muka dari Haidar.

“Tidak, semua yang ku lakukan saat ini benar.” Emilia menolehkan kepalanya kembali hingga menatap Haidar.

“Ayolah Emili, Kamu tahu bagaimana aku bukan?” Seringaian muncul di bibir Haidar.

“Apa maksudmu?” Ucap Emilia dengan raut wajah bingung.

                            __________

Di pembatas rooftop berdiri dua manusia berbeda gender, salah satunya yaitu seorang gadis yang tengah tersenyum menatap pemandangan dari atas, sedangkan yang satunya tampak seorang laki-laki tengah bersedekap dada dan memandangi wajah cantik gadis yanga ada di sampingnya.

“Kayaknya daun-daun itu lebih indah daripada gue.” Ucap laki-laki itu dengan wajah yang dibuat kecewa.

Gadis itu menoleh ke samping dengan senyum manisnya. “Maksud kakak apa?” Tanya Aleena bingung.

El berdecak kesal, bagaimana bisa masih ada gadis sepolos itu, pikirnya sambil menggelengkan kepalanya pelan.

“Nggak apa-apa.” Jawabnya masih sedikit kesal dengan ketidakpekaan Aleena.

Aleena hanya mengangguk dan tersenyum simpul.

“Kak, nanti jangan lupa dimakan ya kuenya.”

Saat ini keduanya sudah berada di kursi besi yang ada di rooftop.

“Hm.” Gumam El.

Aleena lagi-lagi hanya bisa tersenyum.

“Kak,” Panggil Aleena pada laki-laki berseragam putih abu-abu.

El menoleh dengan alis terangkat. “Aku boleh dateng ke rumah kakak? Aku mau ketemu sama Papa dan Mama kakak.” Ucap Aleena.

Ia sama sekali belum mengetahui tentang latar belakang kekasihnya ini. Sedangkan El tampak mengeraskan rahangnya dan mencoba tenang untuk bisa menjawab permintaan Aleena.

ALEENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang