38. KUE

22 3 0
                                    

HAI, SELAMAT MALAM!

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK DENGAN VOTE DAN COMENT!

HAPPY READING!
  ____________________________________

“Sekarang giliran gue.” Ia mengangkat pistolnya dan mengarahkannya pada Emilia.

DOR!

Tubuh Emilia berdiri dengan kaku, ia menjatuhkan pistolnya, urat-uratnya terasa tegang, kemudian ia memejamkan matanya.

Matanya terbuka saat ia tidak merasakan sakit dan luka pada tubuhnya, ia meraba tubuhnya dan melihat tidak ada darah setetes pun. Ia baru menyadari jika El telah menembak lemari yang berada disampingnya dan bukan dirinya. Emilia pun mengangkat kepalanya dan menatap El yang terkekeh kecil, namun terasa menyeramkan.

“Ternyata lo punya rasa takut.”

“Kenapa kamu tidak menembakku? Apa kamu takut?” Ucap Emilia berusaha menutupi rasa takutnya.

“Jadi...Apa lo mau mati sekarang?” El melangkahkan kakinya pelan mendekati Emilia.

Ia mencengkram leher Emilia hingga membuatnya hampir kehilangan nafas. El melepaskan cengkramannya dan mengangkat tangannya lalu menampar kedua pipi Emilia dengan brutal, hingga membuat Emilia tersungkur dengan ujung bibirnya yang terluka dan menimbulkan bercak darah.

“Kamu gila.” Ucap Emilia kesal dengan mata yang memerah menatap El.

“Iya, gue emang gila. Karena lo udah berani nyakitin cewek gue.” Emilia terkekeh kecil.

“Dasar budak cinta.” Ucapnya berusaha berdiri.

Belum sempat Emilia berdiri, El sudah menarik rambut gelombang Emilia dengan keras hingga menimbulkan pekikan kecil darinya.

“Lebih baik lo pikir dua kali untuk menyerang kami.” Ucapnya sambil mendorong tubuh Emilia ke arah lemari hingga menimbulkan ringisan lirih dari Emilia.

“Kalau gue mau, gue bakal bunuh lo. Tapi, gue pengen nyiksa lo lebih dari yang lo lakuin ke keluarga gue.” Ucapnya dengan wajah dingin.

“Urus dia!” perintahnya tatkala di depan pintu ada beberapa anak buahnya, bukan lebih tepatnya adalah anak buah Damar.

                           __________

“Kakak kemarin kemana?” Aleena bertanya sambil menerima suapan dari El.

“Kemarin gue ada urusan penting.”

“Urusan apa kak?” El menggerakkan tangannya dan mengusap sudut bibir menggunakan ibu jarinya.

Saat ini keduanya tengah berada di kamar Aleena, ia sudah pulang ke rumah karena kondisinya sudah membaik.

“Lo nggak perlu tahu.” Aleena mencebikkan bibirnya kesal.

El terkekeh kecil melihat Aleena yang terlihat menggemaskan baginya.

“Nggak usah marah.” El meletakkan piring yang masih tersisa nasi ke atas nakas.

Ia mencubit pelan hidung Aleena. “Masih marah?”

Aleena tersenyum tipis, kemudian ia menggeleng.

“Nanti sore kita sepedaan ya kak?” Ucap Aleena sambil berharap penuh agar laki-laki itu menyetujuinya. Karena El sama posesifnya dengan kedua kakaknya.

El hanya diam saja sambil menatap gadis didepannya yang tidak dimengerti oleh Aleena. Sedangkan Aleena tampak khawatir jika El akan merespon ucapannya yang mungkin tidak sesuai harapannya.

ALEENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang