21. BARBEQUE

27 4 0
                                    

HAI, SELAMAT MALAM!

JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT!

HAPPY READING!

“kak, mana sosisnya?” teriak Aleena kepada Aksa.

Terlihat Aksa keluar dari dalam rumah sambil membawa sosis. “ini.” ucap Aksa sambil menyodorkan sosisnya pada Aleena.

“makasih kak.” ucap Aleena dengan mengambil alih sosisnya.

“kak bantu kipasin.” ucap Aleena ketika mengipasi sate yang tengah dibakar.

“ck! Tadi disuruh nggak usah pakai arang sama kipas 'kan.” ucap Aksa dengan wajah datar.

Tadi Aleena dilarang Aksa untuk menggunakan arang karena ada alat untuk membakar sate tanpa arang dan kipas, tapi Aleena menolak dengan keras. Alhasil Aksa harus mengalah dan menuruti adik kesayangannya dengan mencari arang dan kipas.

‘sungguh menyebalkan’

“sini!” ucap Aksa dengan wajah datar.

“enggak usah.” tolak Aleena.

“Al, biar gue aja yang kipasin. Mending lo temenin Ajeng ngolesin sosis tadi dengan saus.” ucap Cahaya.

“enggak apa-apa, Cahaya. Kamu aja yang nemenin Ajeng.” tolak Aleena dengan halus.

“tapi 'kan gue yang ngajak barbeque an, jadi ini biar gue aja.”

Aksa yang melihat perdebatan adiknya dan teman adiknya itu hanya memutar bola matanya malas.

”sini!” Aksa mengambil kipas dari tangan Aleena dengan sedikit kasar.

“aw, jahat banget. Aku kesel sama kak Aksa. Ayo Cahaya kita pergi.” ucap Aleena dengan menarik tangan Cahaya.

‘untung adik gue.’ batin Aksa.

“Al, kita udah olesin semuanya, kita tinggal bakar aja nih.” ucap Ghadia ketika melihat Aleena bersama Cahaya.

“eh, iya. Aku bantu ya.” ucap Aleena lalu mengambil sosis dan teman-teman sosis yang berada dimeja kecil.

“kita bakar Bareng-bareng.” ucap Ajeng.

                            __________

“Terima kasih, kalian udah mau jadi temen aku.” ucap Aleena didalam kamar bersama dengan teman-temannya.

“iya, Al. Kita seneng banget bisa kenal sama lo.” ucap Ghadia.

“eh, kapan-kapan bisa kita jogging gitu ke taman.” ucap Cahaya mencoba mencairkan suasana yang aneh menurutnya.

“lo pengganggu.” ucap Ajeng dengan wajah datar.

Aleena terkekeh kecil mendengar ucapan dari teman-temannya,

“jangan lupa besok senin.” ucap Ghadia penuh penekanan.

Empat serangkai ini berbaring dibawah dengan kasur tidak terlalu tebal, itu permintaan teman-teman Aleena. Tadinya Aleena menyuruh teman-temannya untuk tidur di kamar tamu, karena menurutnya itu lebih nyaman digunakan teman-temannya daripada kasur yang tidak terlalu tebal ini. Alasan teman-teman Aleena karena ingin menguatkan pertemanan.

“ck! Perasaan gue baru ngomong ini udah pada tidur aja.” Ghadia berdecak kesal karena teman-temannya membiarkan dia berbicara sendiri, sedangkan mereka sudah memejamkan mata ke alam mimpi.

                          __________

“alhamdulillah hujan.” ucap Cahaya mengamati rintiknya hujan dari jendela kamar Aleena.

“pasti lo seneng 'kan kalau hujan gini, kita jadi enggak upacara.” ucap Ghadia sambil menyisir rambutnya.

“ya iyalah, gue paling males kalau upacara.” Cahaya kembali duduk di sofa dekat jendela.

“warga yang tidak pantas diakui.” ucap Ghadia dengan membalikkan tubuhnya sehingga menghadap Cahaya.

Ceklek

“lo, dipanggil sama nyokapnya Aleena.” ucap Ajeng setelah membuka pintu kamar Aleena dengan wajah datar.

Ghadia dan Cahaya pun mengambil tas mereka dan mengikuti Ajeng yang sudah pergi terlebih dahulu.

“selamat pagi tante, om.” ucap Ghadia ketika sudah sampai di ruang makan.

“selamat pagi, Ghadia, Cahaya.” ucap Hana, sedangkan Hasan hanya membalas dengan senyuman tipis.

“silakan duduk!” pinta Hana kepada mereka berdua, lalu mereka berdua mendudukkan dirinya pada kursi mewah.

Maid yang berada di tempat pun mengambilkan makanan dan lauk pauk untuk Ghadia dan Cahaya. Awalnya mereka terkejut ketika dilayani seperti itu, namun keterkejutannya hanya sebentar.

                           __________

“kalian yakin mau sekolah? Ini 'kan hujan deras, mama nggak masalah jika kalian tidak masuk, nanti kami akan meminta izin pada pihak sekolah.” tanya Hana kepada Aleena dan teman-temannya.

Sekarang mereka tengah berada pada teras rumah dan didepan mereka sudah ada tiga mobil hitam. Satu mobil milik Aksa, satu mobil milik Ghadia dan satu mobil lainnya milik bodyguard untuk berjaga-jaga jika mereka terjadi sesuatu.

“aku enggak apa-apa ma, aku enggak mau ketinggalan pelajaran.” ucap Aleena dan di angguki kecil oleh Hana.

“kita berangkat sekarang ya, ma. Takutnya nanti telat.” Aleena lalu mencium punggung tangan Hana diikuti oleh teman-teman Aleena dan Aksa.

“Assalamu'alaikum.” ucap Aleena sebelum masuk ke dalam mobil Ghadia.

“Wa'alaikumsalam.” jawab Hana sembari menatap kepergian mobil hitam.

“Ma!” panggil Hasan dengan suara berat.

Hana lalu berbalik dan menatap suaminya yang masih tampan walau usia sudah tidak muda.

“aku berangkat sekarang, di rumah baik-baik.” ucap Hasan dan diangguki oleh Hana.

Hana kemudian mencium punggung tangan suaminya dan Hasan pun memasuki mobil yang sudah berada di depannya setelah kepergian tiga mobil hitam tadi.

Hana merasa bersyukur sekarang putrinya telah menemukan teman-teman yang baik dan bersyukur juga keluarganya sekarang harmonis, tidak seburuk ketika ia dan suaminya bekerja secara terus-menerus.

Sedangkan di mobil hitam barisan pertama berisi para gadis cantik berbeda sifat itu, Ghadia sebagai pengemudi mobil hanya bisa mendengarkan suara musik yang telah berbunyi didalam mobil. Sedangkan di sampingnya ada Ajeng yang fokus pada buku matematikanya.

Dibelakang Aleena merasa terhibur dengan lagu yang berbunyi itu, terkadang ia sedikit menggerakkan tubuhnya atau kepalanya, sedangkan Cahaya yang paling heboh di dalam mobil karena suara cemprengnya yang menyebalkan dan membuat telinga sakit.

Ghadia merasa menyesal karena telah mengizinkan Aleena duduk di samping Cahaya, sekarang Aleena yang polos itu harus merasakan virus yang telah disebarkan oleh Cahaya.

“lo mending diem, ya.” ucap Ghadia dengan kesal.

“ck! Apaan sih.” Cahaya kesal karena ia selalu saja disuruh diam ketika mendengarkan musik sambil bernyanyi.

“suara lo jelek.” ucap Ajeng to the point.

Ghadia meringis kecil karena ucapan Ajeng, sungguh temannya yang satu ini tidak kenal takut.

Ghadia saja harus berpikir dua kali untuk mengomentari sesuatu yang negatif, walau ia sudah berteman dengan Cahaya sangat lama, tapi tetap saja rasa tidak enak masih muncul.

“lo pasti iri 'kan sama suara gue?” tanya Cahaya berusaha untuk tidak mempedulikan ucapan Ajeng.

Itu sudah biasa baginya

“terserah lo,”

“jangan sampai Aleena kena virus lo.” ucap Ajeng kemudian membaca buku matematikanya kembali.

TERIMA KASIH BUAT YANG UDAH BACA, VOTE DAN COMENT!

SEMOGA KALIAN SEHAT SELALU!

ALEENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang