34. Perkara bareng Afzal

4.5K 254 14
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Assalamualaikum semuanya

Pa kabar? masih setia baca sampai part ini?

Jangan lupa tinggalkan jejak ya sobat
.
.
.

"Segitu hancurnya gue waktu gak ada Lo,"

~Aidan Aksa


.
.
🌻🌻


Saat ini Zira tengah duduk di salah satu bangku yang biasanya digunakan para santri untuk mencari udara segar, sebagai tempat yang nyaman untuk menghafal hafalan. Kepalanya menunduk, menatap dimana kakinya yang tengah menendang krikil kecil. Lagi dan lagi helaan napas kasar keluar dari bibirnya. Dirinya bosan.

Tadi ia baru saja menyaksikan beberapa orang tua santri yang menjenguk putra-putri mereka. Ia sempat ikut menitikkan air mata karena terharu melihat kerinduan mereka yang terobati satu sama lain, melihat itu membuat Zira jadi merindukan kedua orangtuanya.

Kunjungan itu berakhir pada jam sepuluh siang. Setelahnya, semua santri beristirahat sampai ba'da dzuhur dan dilanjutkan dengan kajian kitab Ta'limul Muta'alim bagi santriwan dan kitab Risalatul Mahid bagi santriwati.

Sayup-sayup terdengar suara seseorang yang tengah ngedumel. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke kanan dan kiri. Namun, tidak ada siapapun disekitarnya. Kakinya menyuruh untuk melangkah mencari sumber Suara.

Langkah kakinya terhenti, ketika didepan sana, tepatnya dihalaman belakang pesantren terdapat santri putra yang tengah kesusahan memanjat pohon.

Halaman belakang pesantren yang bisa dibilang cukup luas dengan dinding tinggi sebagai pagar keliling, juga terdapat beberapa pohon disana dan tanaman lain yang menyegarkan mata. Salah satunya terdapat pohon rambutan yang cukup besar dengan buah yang amat lebat, dimana santri itu tengah mengomeli benda hidup namun tak bisa bicara itu. Zira berjalan pelan, mendekati santri yang masih kesusahan memanjat pohon tersebut.

"EH--JAMET. AMPUN AMPUN!"

Zira ikut terkejut mendengar pekikan santri itu, padahal dirinya hanya memegang bahu santri didepannya. "Jamet-jamet! Lo tuh jablay!" Mendengar suara perempuan membuat santri dengan nama Afzal itu membuka matanya yang sempat terpejam dan berbalik badan.

Afzal terlonjak sampai-sampai kakinya mundur beberapa langkah. Bukan hanya Afzal, Zira pun kaget. Ternyata santri didepannya adalah santri yang sempat membuat kerusuhan di Mat'am kemaren sore, dan tadi pagi.

"Ana kira gus Alzan, atau ustadz Farhan tadi" dengan peci yang miring layaknya tukang sate, Afzal mengelus dadanya lega. Setidaknya bukan pengajar yang terkenal tegas yang memergokinya.

"Ngapain lo disini?" Zira memicingkan matanya dengan kepala yang ia majukan. "Minggat ya lo?" tuding Zira kembali menjauhkan wajahnya.

Afzal gelagapan, ia menggelengkan kepalanya cepat. "En-nggak, Ning. Cuma--"

"Bagus! Ini baru namanya mencari pengalaman." Potong Zira menepuk bahu Afzal yang sedikit lebih pendek darinya. Afzal adalah santri kelas delapan madrasah Tsanawiyah.

Afzal tercengang mendengar pujian dari Zira. Mengerjapkan matanya beberapa kali dengan mulut yang terbuka.

"Netes liur lo." Zira menutup mulut Afzal dengan menaikkan dagu bawah anak itu. Merapikan kerudungnya yang terlalu maju, Zira kembali berjalan mendekati pohon rambutan yang lumayan tinggi.

Badboy or My GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang