03

1.9K 86 1
                                    

"Assalamu'alaikum," ucap Nadhira. Baru saja sampai rumah.

"Eh, Tante ... Siapa itu? Kok bawa rombongan, emangnya mau apa?" Sergah Nadhira kepada Fatimah. Yang sedang membuatkan minum, dan menyiapkan kudapan. Dibantu oleh beberapa tetangga.

"Waalaikumussalam warrohmatullahi wabbarokatuh, satu-satu Dhira, tanyanya. Kamu masuk dari pintu belakang, kenapa?"
Fatimah mondar-mandir menyiapkan semuanya.

"Banyak orang, malas mau menyapa." tangan Nadhira menyomot kue yang ada di meja.

"Ih!" Fatimah memukul tangan Nadhira, pelan. Namun, Nadhira tetap saja mengambil kue dan memasukkan nya ke dalam mulut.

"Pelit, satu doang juga," Nadhira melayangkan protes ke Fatimah. Yang dibalas tatapan malas Fatimah.

"Buruan siap-siap, calon pengantin juga!" Ujar Fatimah.

"Uhuk, uhuk!" Nadhira tersedak. Segera mengambil air dari teko.

"Siapa yang mau menikah?"

"Kamu lah, kan kemarin Dede sudah telepon kamu, memberitahu kamu, kalau mau dijodohkan, 'kan?" Fatimah memberikan satu baki berisikan gelas-gelas yang sudah terisi teh hangat kepada tetangganya untuk dibawa ke depan.

"Ta-tapi ... Dede bilang, baru mau diskusi sama Dhira, kok udah ada rombongan aja,"

"Hal baik itu, disegerakan. Jangan ditunda-tunda," bisik Fatimah.

"Ini mah mamanya pemaksaan, iiihhh ...,"

"Dhira nggak mau ke depan, Dhira mau tidur. Capek!" tambah Nadhira. Kemudian masuk ke kamar.

"Baru juga dapat kerja, udah disuruh nikah. Emangnya ini masih zaman Siti Nurbaya!" gerutu Nadhira. Meninju-ninju bantal dalam pelukannya.

Tok tok tok

"Dhira ... Dipanggil Dede, Dhira," panggil Fatimah dari balik pintu.

"Iiiiiiii ... Tahu gitu, aku enggak pulang!" gerutunya sekali lagi.

Nadhira memang tidak menyahut ketika dipanggil Fatimah. Namun tetap bersiap untuk ke depan, karena tidak mau membuat Dede dan keluarganya malu.

"Dede, panggil Dhira?" tanya Nadhira kepada Ali. Duduk bersimpuh di samping Ali.

Gadis dengan kulit sawo mateng  itu memakai setelan tunik panjang sebetis yang dihiasi renda pada bagian lengan dan dipadukan dengan rok hitam, dengan warna senada. Nadhira tidak menyukai warna-warna yang mencolok, dan lebih suka pakaian polos, daripada bermotif.

"Iya, hari ini keluarga dari suamimu datang untuk melamar, maaf Dede belum berdiskusi dengan kamu, insyaaAllah ini yang terbaik untuk kamu," ujar Ali pada Nadhira.

Deg!

"Darimana Dede tahu, kalau Dhira kesal dengan Dede, karena tidak memberitahu Dhira, dulu?" tanya Dhira setengah berbisik pada Ali.

Laki-laki di sampingnya itu tersenyum, ia tahu betul sifat dari cucunya ini. Karena tidak satu dua tahun Nadhira tinggal dengannya, pasti Ali hafal dengan perilaku Nadhira.

"Kamu itu cucu Dede, pastilah Dede paham sifat cucu Dede ini." Ali mencolek ujung hidung Nadhira.

"Beri salam kepada calon ayah dan ibu calon mertua kamu." Ali memerintahkan Nadhira untuk menyalami sepasang suami istri yang tak jauh dari tempat duduknya.

Nadhira mengulurkan tangan kepada keduanya dengan senyum terulas pada wajahnya. Namun, tibalah pada calon ibu mertuanya, baru saja Nadhira menyentuh ujung tangan ibu mertuanya, tangan perempuan itu sudah ditarik kembali. Nadhira mendengus kesal, tetapi disembunyikan.

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang