37

1K 33 1
                                    

"You!" Alexa menunjuk Nadhira yang sedang menyapu di halaman rumah kakeknya.

Nadhira yang terkejut, kedatangan sepupu juga tantenya, menegakkan badan. Agar mereka tidak masuk ke rumah, karena Ali sedang tidak enak badan.

Brak!

Alexa dan Rosa sengaja menutup pintu mobil keras, membuat Fatimah ikut keluar rumah, melihat siapa yang datang, dan berdiri di samping Nadhira. Dengan gayanya yang angkuh Rosa dan Alexa menghampiri Nadhira.

"Ngapain kamu di sini!" Sentak Rosa. Nadhira masih bergeming.

"Dimana Ayah, Timah?" tanya Rosa pada Fatimah kemudian.

"A-Ayah baru istirahat, Kak," jawab Fatimah. Terbata-bata.

"Dede, tidak bisa ditemui/diganggu siapapun," sahut Nadhira.

"Cih!" Alexa dan Rosa berdecis. dengan senyum merendahkan.

"Punya HAK apa kamu, melarang Aku sama Mamaku untuk ketemu kakek!" Cetus Alexa.

"Saya cucunya, saya berhak melarang siapapun untuk menemui beliau, atau mengizinkan," ucap Nadhira, tegas.

"Kamu!"

Alexa hendak memukul Nadhira, tetapi di cegah oleh Rosa, juga Fatimah. Suara gaduh dari mereka, membuat Ali, mau tidak mau keluar. Dengan tongkat penyangga di tangannya.

"Ada apa ini, ribut-ribut," sergah Ali. Dengan suara seraknya.

"Dede," ucap Nadhira.

"Bocah ingusan ini, melarang Ros, ketemu sama Ayah, Ayah sakit ya?"

Rosa mengalungkan tangannya ke lengan Ali, memapah Ali untuk masuk ke dalam rumah. Mendudukkan Ali di sofa ruang tamu. Alexa mengekor di belakang mamanya. Nadhira menghentakkan kakinya, kesal. Memutar bola matanya, jengkel karena mempunyai saudara seperti Rosa dan Alexa.

"Sabar," ucap Fatimah. Mengelus bahu Nadhira.

Nadhira mengawasi kakek, dan anaknya yang sedang berbincang, dari kejauhan. Sedangkan Alexa berjaga untuk mengawasi Nadhira, dan sesekali mengancamnya untuk mengadukan pada Syam.

"Ayah, tolong Rosa, Ayah. Rosa janji, setelah utang-utang di kota Ros selesai, Ros pulang kampung Ayah," rayu Rosa pada Ali.

"Kamu itu, sudah sudahlah Ros, biarkan itu semua di sita, kamu kembali ke kampung, hidup sama Ayah,"

"Ayah, toloong! Rosa memohon sama Ayah, kasihan anak-anak Rosa, Ayah,"

"Biarkan mereka di sini, hidup dari ladang, mulai lagi dari awal,"

Ali menasihati anaknya, tulus. Namun, Rosa masih tetap berusaha agar Ali mau menjual tanahnya, dan meminta bagiannya untuk menutup seluruh utang yang ditimbulkannya juga suaminya.

"Ayah macam apa kamu itu, lihat anaknya kesusahan, malah dibiarkan begitu saja. Saya bilang jual, jual!" Sentak Rosa.

"Astagfirullahal'azhim, Rosa! Nggak, sampai kapanpun tanah itu tidak Ayah jual, Ros," sahut Ali. Dadanya mulai sakit, karena meninggikan suaranya.

"Benar-benar, ya!" Gumam Nadhira lirih, dan hendak memberikan pelajaran untuk Rosa. Karena sudah berani membentak Kakeknya. Namun, di cegah oleh Alexa.

"Kamu, mau apa! Hadapi dulu Aku, kalau kamu mau hadapi Mamaku," gertak Alexa.

Nadhira menarik satu sudut bibirnya, dan kemudian membalikkan posisi, meraih tangan Alexa dan memeluknya ke belakang, gerakan basic untuk membela diri.

"A aa aa, sakit sakit sakit," adu Alexa. Kesakitan, karena tangannya terpelintir.

"Masih mau macam-macam di sini? Jangan sok jagoan makanya!" Gertak Nadhira. Kemudian sedikit mendorong tubuh Alexa agar menjauh darinya.

Rosa belum juga kapok, beradu mulut dengan Ali. Membuat Ali semakin sesak untuk bernapas. Nadhira menyeret Rosa, sampai ke halaman depan, membuat dua wanita kesal, menyumpahi Nadhira dengan kata-kata yang tidak pantas.

"Diam! Pergi kalian dari sini, sebelum saya panggil pihak berwajib," teriak Nadhira.

"Awas, kamu ya!" Ancam Rosa dan Alexa. Menatap Nadhira dengan tatapan penuh dendam.
**

"Sayaang," cicit Syam. Memeluk Nadhira dari belakang, setelah satu Minggu cuti untuk merawat Ali di kampung.

"Mas ... Aku masih bau acem loh," ucap Nadhira. Seperti anak kecil.

"Biarin, kangeen,"

Syam, menghirup aroma lily yang masih menempel pada tubuh Nadhira. Sejak duduk di bangku sekolah Nadhira suka sekali dengan bunga itu. Dan menjadi ciri khas istrinya sekarang.

"Dhira mau mandi dulu, Mas." Tangannya Nadhira sudah berada di pipi pria berkulit putih itu.

"Eeum, sebentar lagi," tolak Syam.

"Bu Tia sendirian menyiapkan makanan, Dhira mau bantu Bu Tia menyiapkan makan malam dulu, Mas,"

"Seminggu ini Bu Tia menyiapkan semuanya sendirian, sebelum kamu datang juga beliau menyiapkan semuanya sendirian." Pria yang memakai kaos hitam dengan celana pendek se-lutut itu selalu memberikan alasan, agar Nadhira tinggal lebih lama dalam pelukannya.

"Masak! Kan memudahkan pekerjaan orang itu, baik Mas,"

"Nurut sama suami juga baik, surga lagi hadiahnya," sahut Syam secepat kilat.

"Oo iya kah?" Nadhira sengaja menggoda suaminya. Syam menganggukkan kepala yang masih melekat di bahunya.

"Dhira mandi dulu, kalau udah, nanti mau peluk sepuas Mas Syam, terserah," ucap Nadhira. Memohon agar dirinya di lepaskan. Karena badannya sudah lengket, dan membuatnya tidak nyaman.

"Beneran, ya?"

"Iyaa,"

Setelah Syam melepaskan pelukannya, Nadhira bergegas untuk membersihkan dirinya, sementara itu Syam sibuk mengerjakan pekerjaan yang sudah masuk deadline.

Ting!
Ting!
Ting!
Ting!

Berulang kali notifikasi masuk dari ponsel Syam, ia lihat pesan dari Alexa.   

[Yang!]
[Yang!]
[Ayo keluar, sayang!]
[Kamu udah nggak sayang lagi ya, sama Aku?]

Syam mendengus kesal, membaca rentetan pesan dari Alexa, yang sengaja ia buka, dari notifikasi saja.

"Siapa, Mas? Kok tegang gitu mukanya?" Sergah Nadhira. Baru saja keluar dari kamar mandi.

"Mas." Syam masih bergeming. Nadhira menghampiri Syam dan membelai lembut wajah suaminya.

"Mas Syam," panggil Nadhira.

"Eh, iyaa. Kenapa sayang?" tanya Syam. Kaget.

"Yang ngirim pesan siapa, kok sampai tegang sama begong gitu," ucap Nadhira.

Tak lama kemudian, ponsel Syam berdering, berulang kali. Membuat Syam gelagapan. Nadhira mengerutkan dahinya. Heran.

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang