Nadhira memasukan seluruh tubuhnya di balik selimut, karena terlalu pengap di dalamnya, Nadhira membuka bagian kepalanya. Ia terkejut suaminya sudah tidur, menghadapnya. Padahal biasanya pria selalu memunggunginya.
Matanya memandangi wajah suaminya, penuh kekaguman. Tanpa sadar, bibirnya mengulas senyum, menutup kedua wajahnya malu, karena telah berani memandangi wajah pria yang menikahinya beberapa waktu lalu.
"Bawa aku ke surganya Allah, Mas," gumam Nadhira lirih.
Setelah puas memandangi Syam, Nadhira bersiap untuk tidur. Melafalkan do'a sebelum tidur. Kemudian memejamkan matanya, dan tak lama kemudian ia sudah berpindah ke alam mimpi. Sementara itu, pria di sampingnya terjaga. Ya, Syam sedari tadi belum tidur, membiarkan istrinya memandangi dirinya penuh ke kaguman. Syam memandangi wajah istrinya beberapa detik, kemudian mencondongkan tubuhnya, dan mengecup kening Nadhira.
**"Morning, Bu Tia," sapa Nadhira sudah rapi dengan setelan rok yang dipadukan dengan tunik sepanjang betis dan kerudung pashmina menutupi dadanya.
"Pagi, Nona," jawab Tia.
"Masak apa, hari ini?"
"Masak sayur asam, sama goreng ikan Nona,"
"Uumm ... Kesukaannya Dhira itu, Bu. Oke, let's go." Nadhira mengambil pisau yang tergeletak dan memotong sayuran yang sudah tersedia di sana.
Bak seorang chef dengan piawainya memotong apa pun yang ada di tangannya, setelah selesai ia berganti mengocok telur untuk baluran ikan.
"Bu, jangan biarkan tangan orang lain masak untuk saya, kalau nanti nggak enak, mubasir pula," sindir Sandra.
Nadhira yang mendengar sindiran itu menghela nafas kesal. Bukan ia benci dengan mertuanya, tapi kata-kata yang keluar dari mulut mertuanya selalu mengandung belati mencabik hatinya. Tia dan Nadhira beradu pandang, Tia Menguatkan lewat sorot matanya.
"Non Dhira, duduk aja di meja makan," seru Tia.
"Semuanya sudah siap, kalau gitu Dhira bantu susun yang sudah jadi ya, Bu." Nadhira tidak bisa meninggalkan pekerjaan yang belum selesai.
Baginya kedisiplinan itu nomor satu dalam memulai suatu hal. Termasuk bekerja, dan membantu Tia saat ini. Meskipun mendapat tatapan tajam dari Sandra. Nadhira tidak menghiraukannya.
Nadhira juga tidak berusaha untuk disukai oleh mertuanya. Ia hanya melakukan apa yang memang harus dilakukan. Menghormati Sandra seperti ia menghormati Dedenya juga Syamsuddin.
"Aunty," teriak Bela. Masih berada di bibir pintu masuk. Memanggil Sandra.
Sandra bergegas menghampiri Bela, calon menantu pilihannya, tetapi semesta tak merestui. Kedua wanita beda generasi itu saling memeluk satu sama lain. Sesekali Nadhira melirik ke arah dua wanita yang berjalan menuju meja makan.
"Aunty, Bela bawakan spaghetti ala Bela," pekik Bela. Sengaja membuat Nadhira panas. Namun, sayangnya Nadhira tak menghiraukan semua yang ia perbuat.
"Ngapain kamu ke sini, pagi-pagi? Numpang makan?" sahut Syam. Baru saja menuruni tangga.
"Sayaang, aku buatin spaghetti buat kamu, buat kita sarapan sama-sama." Bela mengalungkan tangannya pada lengan Syam, tetapi langsung di tepis oleh Syam.
"Nggak, saya makan, masakan istri saya saja," tolak Syam. Mengamati hidangan yang sudah tertata sebagian di meja makan.
"Syam!" Sentak Sandra. Syam hanya melirik mamahnya, tanpa ekspresi.
Bela menghentakkan kakinya, dan melipat kedua tangannya di depan dada. Wanita bertubuh tinggi semampai itu mengerucutkan bibirnya, kesal.
"Bela, jangan sedih. Aunty, uncle, sama Dee kan ada," bujuk Sandra pada Bela yang merajuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADHIRA CHAIRUNNISA
General FictionFOLLOW DULU YA BESTIE, SEBELUM BACA !! Hatur nuhun :) Nadhira Chairunnisa, gadis dengan mata hazel, yang dibesarkan oleh kakeknya. Kecelakaan besar membuat Nadhira menjadi yatim piatu. Kehadirannya di rumah kakeknya mendapatkan penolakan dari anak...