15

1.4K 55 2
                                    

"Dhira, aku antar pulang ya. Kamu tinggal dimana?" tawar Hasan. Nadhira melirik ke arah Syam, dan mendapat tatapan tajam dari Syam.

"Uumm ... Nggak usah Hasan, aku pulang naik grab aja, udah malam juga. Kamu harus istirahat, besok fly pagi, kan?"

Hasan sedikit kecewa karena rencananya untuk mengutarakan isi hatinya tidak jadi, karena kehadiran Alexa dan Syam.

"Oke lah," jawab Hasan singkat.

Setelah selesai makan malam, satu persatu meninggalkan Nadhira sendirian. Syam mengantar Alexa pulang, sedangkan Hasan sudah pulang lebih dulu, dengan motor sewaan dari tempat ia menginap.

Nadhira menunggu grab di halte yang tidak jauh dari restauran. Karena kalau berdiri di depan restauran agak lama, ia tidak enak dengan pelanggan yang menatapnya.

Tin tin tin

Sebuah mobil sport berhenti di depan  Nadhira, ia sangat mengenal pemilik mobil itu. Siapa lagi kalau bukan Syam. Nadhira memutar bola matanya, malas. Syam membuka kaca jendelanya.

"Masuk!" Perintah Syam.

"Nggak usah, Saya pulang sendiri aja," jawab Nadhira. Membuat Syam berdecak kesal.

Sejak awal bertemu, Nadhira memang suka sekali menjawab apa yang dikatakan oleh Syam. Sedangkan Syam, sangat sebal dengan orang-orang yang suka menjawab perintahnya atau ia sedang marah.

"Buruan masuk!" Sentak Syam. Dari dalam mobil.

Nadhira menatap Syam dengan tatapan penuh dendam, kesal karena laki-laki itu nggak pernah lembut dengannya. Mau tidak mau Nadhira masuk ke dalam mobil Syam.

"Saya kan udah pesan grab, udah jalan Abang grab nya," gerutu Nadhira.

"Tinggal batalin, susah banget!" Sahut Syam sekenanya.

"Nyarinya susah tahu, itu orang juga cari nafkah buat keluarganya, tega banget!"

Cciiittt!

Suara decitan ban dan aspal yang diadu, Syam mengerem mobilnya dadakan, membuat Nadhira mau terjungkal ke depan, untungnya gadis bermata hazel itu memakai sabuk pengaman.

"Tinggal kasih top up in sesuai tarif awal aja, repot banget jadi orang. Mau kamu apa? Mau turun!" Sentak Syam.

"Y-ya  itu tadi maksud saya, saya kan cuma ngasih tahu kalau dia cari nafkah keluarganya," ucap Nadhira gugup. Merutuki dirinya kenapa tidak terpikirkan seperti itu.

"Cih!" Syam berdecis, membuang muka ke jalanan.

Nadhira mengeluarkan ponselnya dan  melakukan apa yang Syam katakan tadi. Setelah selesai Nadhira menyimpan ponselnya ke dalam tas.

"Udah?" sahut Syam. Nadhira mengangguk cepat.

Sesampainya di rumah, Nadhira langsung membersihkan dirinya dan menyiapkan baju untuk Syam.

"Woy!" Panggil Syam pada Nadhira yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Pura-pura bud*g apa beneran bud*g," sindir Syam. Membuat Nadhira memicingkan matanya kearah Syam.

"Nama saya bukan 'woy', saya punya nama," kata Nadhira kemudian.

"Whatever!" Syam memutar bola matanya, malas.

"Pin kartu ini 200396," ucap Syam. Sembari meletakkan kartu berwarna hitam, tertulis nama pemiliknya, dan nama bank.

"Buat apa?" Nadhira Membolak-balikkan kartu itu.

"Kata kamu laki-laki adalah qowwam, pemimpin rumah tangga. Saya mau mengawalinya dengan memberikan nafkah buat kamu," ujar Syam.

"Saya nggak butuh ini kok, saya ada uang sendiri, hasil kerja di perusahaan kamu," tolak Nadhira. Meletakkan kartu itu di atas nakas.

Syam berdiri dihadapan Nadhira, membuat Nadhira harus sedikit mendongak karena Syam masih lebih tinggi dari Nadhira.

"Saya paling nggak suka perintah saya di bantah." Syam memasukkan kartu itu ke dalam tas milik Nadhira. Yang biasa di pakai untuk berangkat kerja.

"Bukannya Pemimpin keluarga itu harus mendidik istrinya juga? Saya mau kamu ajarin saya lebih dekat dengan Allah," cicit Nadhira. Syam menghela nafas kasar.

"Jangan banyak menuntut, kalau tidak mau banyak di tuntut,"

"Saya kan hanya mau Hak saya, sebagai istri," sahut Nadhira. Berjalan mendaratkan tubuhnya di ranjang. Syam naik ke ranjang, merapatkan tubuhnya ke kawasan Nadhira.

"Kasih Hak saya dulu sebagai suami, kalau kamu mau hak kamu sebagai istri," bisik Syam. Kemudian mengulas smirk. Membuat Nadhira bergidik ngeri.

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang