43

1.2K 35 2
                                    

"Dek, projects yang ada di KL sudah selesai, belum?" tanya Syarif pada Syam. Namun, Syam hanya bergeming saja. kemudian berlalu begitu saja.

"Kenapa?" Tanya Syamsuddin.

"Nggak tahu, Pa. Dari kemarin, dia asyik menghindar dari Syarif," jawab Syarif.

"Syarif ada buat salah, nggak?"

"Enggak, Pa, Syarif banyak bertemu Adek di kantor,"

"Ya sudah, nanti kita ngobrol di rumah, Papa ke ruangan Papa dulu," ucap Syamsuddin. Kemudian berlalu.

Nadhira masih mengerjakan pekerjaannya di ruangannya. Setiap kali membuka atau menutup pintu, selalu terdengar bunyi bantingan.

"Kamu kenapa, Mas? Kalau ada yang perlu kita bicarakan, ngomong. Jangan banting-banting pintu," cetus Nadhira. Sudah menghampiri Syam, yang baru saja mendaratkan tubuhnya di bangku kerjanya.

Syam mendengus, dan bangkit dari tempat duduknya. Menyudutkan Nadhira ke dinding. Membuat Nadhira terpojok. Sebenarnya Nadhira tidak ingin bicara dengan Syam, karena perlakuannya padanya semalam.

"Kamu masih tanya, kenapa!" Sentak Syam. Masih menahan suaranya agar tidak terdengar oleh staff yang lain.

"Mas–"

"Kamu suka sama Syarif, 'kan!" Tuduh Syam kepada Nadhira.

"Ngomong apa kamu itu, Mas,"

"Alah, nggak usah sok sok an deh, Hasan kau mau, Syarif kau mau, yang mana yang akan kau pilih, atau dua-duanya yang akan kau nikahi, ha!" Ucap Syam. Yang diakhiri dengan nada melengking di akhir kalimat.

"Ada apa ini!" Bentak Syarif. Baru saja masuk ruangan Nadhira dan Syam. Berjalan menghampiri mereka berdua.

"Malu tahu nggak Dek, didengar orang banyak," tegur Syarif.

"Pahlawan kesiangan datang," ucap Syam. Dengan senyum smirk-nya.

"Apa ini, Dek?" Syarif mengerutkan dahinya.

"Jangan ikut campur urusan rumah tangga Adek, Kak,"

"Adek, kalau ada masalah, tolong selesai di rumah. Nggak baik tahu nggak, tahu orang lain,"

"Urus saja urusan kamu sendiri, Kak. Kakak jaga istri saja nggak bisa, sampai dia pergi ninggalin kakak!"

Deg!

Perkataan Syam membuat Syarif naik darah, bunyi gemeretak gigi yang diadu membuat Nadhira bergidik ngeri, ia tahu kakak iparnya sekarang tengah menahan amarah.

"Jaga omongan kamu ya, Dek." Syarif berusaha untuk tidak meninggikan suara.

"Alah bilang saja, kalau kamu mau kan aku pisah dengan Dhira, kemudian kamu mau menikahi dia!" Teriak Syam.

"Hanya laki-laki bodoh, yang tidak mau dengan Dhira, Syam! Kalau kamu tidak bisa membuat Dhira bahagia, lepaskan dia!" sentak Syarif pada Syam. Membuat Nadhira kedua mata Nadhira membuat sempura.

Syam bertepuk tangan, mengejek Nadhira dan Syarif, memvalidasi dugaan Syarif inginkan Nadhira, juga membuat dirinya semakin dibutakan oleh api cemburu.

"Hai perempuan, kalau kau mau aku lepaskan kau sekarang, bilang!" Bisik Syam. Masih bisa didengar oleh Syarif. Syam mengelilingi tubuh Nadhira.

Nadhira hendak pergi dari ruangan. Namun, dicegah oleh Syam. Syam tahu istrinya akan kabur lagi setelah ini. Syam sengaja memancing Nadhira, untuk ngomong. Ia ingin mendengar jawaban dari mulut Nadhira sendiri.

"Mau kemana? Kita belum selesai Tuan Putri!" Tegas Syam. Sengaja memprovokasi.

Kedua mata Nadhira sudah berubah merah, terlihat genangan air mata, yang siap membuat anak sungai di pipinya. Kedua tangannya mengepal, untuk menambah kekuatannya. Agar air mata yang sedari tadi ia tahan, tidak terjatuh.

"Jawab! Jangan diam saja, brengsek!" Teriak Syam. Membuat staff berkumpul di luar ruangan. Dan mengintip lewat jendela kaca yang tidak begitu besar.

"Ada apa ini!" Sergah Syamsuddin. Dengan suara lantang.

Kakak beradik yang tadi berantem pun, seketika diam. Syamsuddin menghampiri anak-anak juga menantunya. Dengan tatapan menyelidik.

"Dhira, ada apa?" Tanya Syamsuddin.

Nadhira hanya tertunduk lesu. Genangan yang sedari tadi ia tahan jatuh juga, tetapi Nadhira segera menghapus bekas yang dihasilkan oleh air matanya.

"Syarif, Syam? Kenapa tadi ada teriak-teriak? Staff berkumpul di depan tahu tadi, buat malu saja!" Tegur Syamsuddin.

"Ada yang bisa explain ke Papa, sekarang?" Ucap Syamsuddin.

"Kalau ada masalah pribadi, atau soal keluarga, jangan bawa sampai kantor, tahu? Jaga Marwah keluarga," tambah Syamsuddin.

"Syarif, ikut Papa sekarang. Dhira, tanyakan ke Nurdin, apakah nelayan yang biasa setor ke kita, sudah setor belum? Kita akan ada kedatangan tamu dari Jepang dalam waktu dekat ini. Sekalian syukuran, hari jadi perusahaan kita," perintah Syamsuddin.

"Baik, Pa," jawab Nadhira singkat.

Tak lama kemudian, Nadhira mengambil tasnya dan berpamitan kepada ayah dan anak itu. Ia tinggalkan mereka bertiga di ruangan tadi. Banyak pasang mata melihat ke arahnya dengan tatapan ingin tahu, kabar kejadian beberapa menit lalu cepat sekali menyebar di perusahaan. Membuat Nadhira menghela napas berat, berkali-kali.

"Sayang! I'm coming," cicit Alexa. Tiba-tiba masuk ke ruangan Syam. Yang masih ada ayah dan kakaknya.

Deg!

Syam, kaget dengan kedatangan Alexa, diwaktu yang tidak tepat. Membuat Syarif dan Syamsuddin urung untuk meninggalkan ruangan. Syam, mendadak menjadi tersangka di ruangan ini bersama Alexa. Namun, wanita memakai dress tanpa lengan, dan sexy ini tampak sangat tenang.

"Halo, Bapak Syamsuddin, kenalkan saya Alexa, calon menantu Bapak." Alexa mengulurkan tangannya. Sembari melirik Syam.

Sedangkan Syam menatap papa dan kakaknya, takut. Kalau Alexa akan bicara yang tidak-tidak. Kedua orang itu menatap Syam tajam.

"Syam, kita perlu bicara, dan anda, silakan pergi dulu, karena hari ini Syam ada meeting dengan client," ucap Syamsuddin. Tatapannya tak beralih dari Syam. membuat Syam hanya bisa menunduk pandangan.

"Baik, Papa. Oops, maksud saya Bapak. Permisi," ucap Alexa. Kemudian pergi meninggalkan ruangan, dan bertemu dengan Stif, mereka berdua pergi ke bar, yang biasanya mereka kunjungi.

"Jelaskan, apa yang terjadi hari ini kepada Papa nanti di rumah, 'Syam Mahardika!" Tegas Syamsuddin.
**
Setelah selesai makan malam, semua anggota keluarga dikumpulkan di ruang keluarga. Kecuali Tama, bocah kecil itu sengaja dijauhkan dulu, karena tidak mau melihat cucu pertamanya mendengar hal-hal negatif yang mungkin saja bisa terjadi.

"Sejak kapan?" Tanya Syamsuddin.  Tatapan Syamsuddin tertuju pada Syam.

"Sejak awal pernikahan, Pa, tapi, Syam tak ada niatan lagi untuk menikahi Alexa," sanggah Syam.

"Kenapa Dhira tidak cerita ke Papa? Kenapa hanya diam saja, kalau menderita atas kelakuan Syam?" Cecar Syamsuddin pada Nadhira.

"Sudah aku bilang kan, perempuan ini tak cocok dengan Syam. Perempuan kampung–" maki Sandra pada Nadhira.

"Diam! Jangan memperkeruh suasana, Sandra. Yang tidak pantas untuk Nadhira itu anak kita," sahut Syamsuddin. Meninggikan suaranya, tetapi segera menurunkannya. Membuat Sandra melipat kedua tangannya di dada.

"Kenapa ada teriak-teriak tadi di kantor? Syarif bisa menjelaskan?" Tanya Syamsuddin kepada Syarif.

"Tadi, Syarif mendengar ada gaduh di ruangan Adek, jadi Syarif masuk, tapi tadi Adek langsung–" Syarif menjelaskan peristiwa yang terjadi di kantor kepada Syamsuddin, tidak ada yang ditambah atau di kurangi.

"Syam! Kamu sudah keterlaluan, benar kata Syarif. Kalau kamu tidak bisa membahagiakan Nadhira, lebih baik kalian berpisah. Nadhira berhak untuk bahagia, kalau sikap kamu belum berubah, Papa sendiri yang akan pisahkan kalian," tegas Syamsuddin.
**

"Aaahh jangan Syam, aku malu, sayaang. Jangan paksa aku, aaahh,"

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang