Semua staff kantor sudah berkumpul di bangunan sembilan lantai itu. Bangunan paling tinggi diantara resort di sekitarnya. Nadhira berdiri di samping Syam, sedangkan ayah mertuanya berdiri tepat di depan para staff.
"Oke, semua ... Pasti kalian tidak asing dengan perempuan di samping Pak Syam. Namanya Nadhira Chairunnisa, menantu saya, istri dari Pak Syam," ujar Syamsuddin. Mengenalkan Nadhira pada semua staff.
"Dhira, bisa perkenalkan diri," tambah Syamsuddin.
Nadhira tersenyum ke semua staff, semua pasang mata tertuju pada Nadhira.
"Terima Kasih, Papa. baik semuanya, perkenalkan saya Nadhira Chairunnisa, saya akan menjadi sekretaris pribadi dari Bapak Syam. Mohon bantuannya, kita kembangkan perusahaan kita, sama-sama. Saya rasa itu saya, terima kasih." Tutup Nadhira.
"Saya rasa, itu saja. Waktu kita cukupkan. Semuanya boleh kembali ke tempat kerja, masing-masing." Syamsuddin meminta para staff untuk kembali bekerja.
Kini hanya tinggal Syamsuddin, Dhira, dan Syam. Nadhira masih bergeming. Menunggu interuksi dari Syamsuddin atau dari suaminya.
"Pa, kenapa harus dia? Syam enggak mau, Pa," protes Syam pada Papanya.
"Enough! Papa mau Syam ajari Dhira," sentak Syamsuddin.
"Tapi, Pa–"
"Stop it, kalau kamu mau jadi CEO. Lakukan perintah Papa." Syamsuddin meninggalkan Nadhira dan Syam.
"Aarrgghh." Syam mengacak rambutnya kasar. Menatap tajam Nadhira. Gadis itu masih tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini.
"Hii!" Nadhira memperlihatkan gigi-giginya yang rapih, saat Syam menatapnya dengan kebencian.
Syam, melangkahkan kaki ke tempat Nadhira bekerja, meja mereka saling berhadapan.
"Hei! J*lang. Kamu bicara apa sama Papa, sampai papa bersikap seperti itu sama Saya?" Pria berkulit putih bersih itu menarik kerudung Nadhira, sampai mau terlepas.
Tangan Nadhira menahan kerudungnya agar tidak terlepas ke belakang. Sembari menahan dirinya, entah dosa apa di masa lalu, sampai ia mendapat suami seperti Syam.
"Saya tidak ngomong apa-apa. Kalau kamu mau protes, sana sama Papa kamu, lepasin!" Tangan Nadhira berusaha melepaskan cengkraman Syam.
"Awh ...," Rintih Nadhira. Membenarkan kerudungnya. Dan bersiap untuk membalas Syam.
"Saya bukan j*lang boy, Dede saya menjaga saya, dan mendidik saya dengan benar, ingat itu!" Nadhira memang tidak suka kalau ada yang mencari gara-gara dengannya.
"Cih!" Syam berdecis merendahkan. Nadhira menghela nafas dalam-dalam, agar tak terpancing amarahnya. Karena ini di kantor, ia mau menjaga nama baik mertuanya.
"Minggir!" Nadhira keluar mencari asistennya juga Syam. Untuk menanyakan berkas yang harus ia pelajari.
Setelah selesai mencari berkas yang harus di pelajari, Nadhira kembali ke ruang kerjanya. Namun, ada beberapa hal yang tidak ia mengerti, ia memutar bola matanya malas ketika menatap suaminya. Gengsinya terlalu tinggi untuk menghampiri suaminya dan bertanya padanya.
Sedangkan pria yang berada di seberang, menatapnya penuh kebencian. Dari awal memang Syam tidak menyukai Nadhira, terlebih mereka menikah karena perjodohan. Nadhira menurunkan egonya. Dan bersikap profesional, Nadhira menghampiri Syam.
"Em ... You, bagian ini saya tidak tahu, bisa tolong jelaskan ke saya?" tanya Nadhira pada Syam. Menunjukkan berkas yang tak ia tahu maksudnya.
"Hei! Kamu kan, yang mau banget kerja disini, dan kamu kan yang mau banget jadi sekertaris saya, so ... Pelajari saja sendiri," cetus Syam. Menunjuk-nunjuk wajah Nadhira.
Nadhira mendengus kesal, mengumpat pria di depannya lewat sorot mata. Meninggalkan pria itu dan bertanya pada staff lain. Setelah mengerti kemudian ia kembali lagi ke tempat kerjanya.
"Apa lihat-lihat?" Sentak Syam. Saat mengetahui Nadhira melihatnya.
"Punya mata, ya buat melihat lah," gerutu Nadhira lirih. Masih bisa didengar Syam.
Syam mengeratkan gigi, ingin melempar botol air mineral yang ada di mejanya. Sedangkan di seberang Nadhira memilih fokus untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Tok tok tok
Asisten masuk untuk memberitahu Nadhira juga Syam, kalau hari ini ada akan ada meeting, untuk menyambut tamu dari Korea.
"Permisi Pak, Bu. Petang ini ada meeting untuk pemilihan menu dengan chaff,"
"Oke, sepuluh menit sebelumnya tolong ingatkan saya," ucap Syam.
"Hei!"
"Hei!"Syam memanggil Nadhira, tanpa menyebut namanya, Syam mendengus kesal, panggilan tidak mendapatkan jawaban. Ia beranjak dari duduknya, menghampiri Nadhira yang sedang mengerjakan tugasnya.
"Tuli ya kamu? Saya panggil tidak nyahut-nyahut," sentak Syam.
Nadhira masih bergeming, Syam semakin kesal dibuatnya. Mereka sama keras kepalanya.
"Hei! Saya bicara sama 'kamu!" Syam meraih wajah Nadhira, mencengkeram kedua pipi itu. Membuat pemiliknya kaget sekaligus naik pitam. Dihempaskan nya tangan milik suaminya.
"Tuan muda Syam Mahardika, kalau anda mau saya menyahut, tolong panggil dengan panggilan yang benar. Nadhira Chairunnisa, Na-dhi-ra. Itu namanya saya." Nadhira mendikte namanya sendiri, agar pria di depannya memanggil dirinya dengan namanya.
"Aaahh, terserah! Siapkan berkas ini, segera! Ini untuk bahan meeting nanti." Syam melemparkan setumpuk map yang berisi berkas-berkas.
'gila ya, ini orang, aku kan baru masuk. Wah! Kendor otak dia.' umpat Nadhira dalam hati.
"Ini bukan pekerjaan saya, ini pekerjaan kamu," tolak Nadhira halus.
"Kamu kan, yang mau banget masuk ke perusahaan ini, so ... Cepat kerjakan," ucap Syam. Kembali ke tempat kerjanya.
Nadhira mengepalkan kedua tangannya erat. Menahan kekesalannya. Melirik tajam ke arah suaminya, dan segera mengerjakan pekerjaan uang diberikan Syam padanya.
***Waktu sudah menunjukkan jam meeting, tetapi berkas yang dibutuhkan untuk meeting belum selesai, Syam sudah mengomel tidak jelas.
"Permisi, Pak Syam, sudah waktunya untuk meeting, mari." Asisten itu memberitahu Syam untuk segera bergegas ke tempat meeting.
"Tapi ini–" Nadhira menyimpan berkas yang ia salin pada flashdisk nya. Setelah selesai menyimpan, ia segera mencabut, dan mengekor pada Syam.
Sesampainya di tempat meeting, Syam presentasi dihadapan petinggi-petinggi perusahaan dan juga chef yang akan menghendle tamu dari Korea.
'WHAT THE F*CK! kalau udah ada bahan, ngapain minta aku ngerjain ini berkas.' gerutu Nadhira dalam hati.
Lagi-lagi Syam membuat ulah, agar istrinya itu tidak betah bekerja di perusahaan milik keluarganya. Syam tidak mau kalau harus bertemu terus dengan Nadhira.
Dua jam telah berlalu, meeting selesai, Nadhira membereskan semuanya. Kemudian berjalan di belakang Syam juga ayah mertuanya. Dua pria di depannya sedang berdiskusi tentang pekerjaan. Jadi, ia memilih untuk diam, saat tidak diajak bicara.
"Great! Saya suka ide kamu tadi, tingkatkan performa kamu. Dhira, papa duluan." Syamsuddin menepuk bahu anak keduanya, kemudian berlalu. Nadhira dan Syam menaiki lift, menuju ruang kerjanya.
"Kalau sudah ada bahan, nggak usah sok-sokan ngerjain. Buang-buang waktu aja," sindir Nadhira. Matanya melihat pria di sampingnya dengan ekor matanya. Membuat pria di sampingnya mendengus kesal.
"Kalau nggak kuat, silakan ajukan surat pengunduran diri!" Berbarengan dengan lift yang sudah sampai di lantai tempat ruangannya berada. Syam berjalan lebih dulu, meninggal Nadhira dengan rasa kesalnya.
Bruukk!
"Hei you, you ...," Nadhira memanggil-manggil orang di depannya.
"Toloong!" Teriak Nadhira.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADHIRA CHAIRUNNISA
General FictionFOLLOW DULU YA BESTIE, SEBELUM BACA !! Hatur nuhun :) Nadhira Chairunnisa, gadis dengan mata hazel, yang dibesarkan oleh kakeknya. Kecelakaan besar membuat Nadhira menjadi yatim piatu. Kehadirannya di rumah kakeknya mendapatkan penolakan dari anak...