Nadhira mengedarkan pandangannya ke sekitar. Ia yakin suaminya berada di sekitar sini. Namun, tak ia temukan pria berkulit putih itu.
"Nyariin apa sih?" Hasan ikut mengedarkan pandangannya ke sekitar.
"Aa ... Enggak, Enggak nyariin apa-apa kok," sahut Nadhira. Memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Hasan, sorry ... Kamu nggak papa aku tinggal lagi? Soalnya di kantor ada urusan, harus segera di selesaikan," tambah Nadhira.
"Boss kamu kayaknya bawel banget ya," seloroh Hasan.
"Ya ... Begitulah, tapi dia baik kok sebenarnya," bela Nadhira.
"Aku juga udah beres kok, mau aku antar sampai lobi?" tawar Hasan.
"Nggak, nggak usah nggak usah. Aku bisa sendiri kok, kamu muter-muter aja dulu," tolak Nadhira. Nggak mau kalau nanti Syam ngomel sepanjang hari padanya.
Nadhira berjalan ke arah gedung tinggi, tempat ruangannya berada.
Sementara itu, Syam yang sudah melihat istrinya menjauh dari Hasan. Segera bersembunyi ke tempat lain, agar tak terlihat oleh Syam.
Beberapa waktu yang lalu, Syam baru saja sampai di kantor. Masuk ruangan dan tidak menemukan Nadhira di meja kerjanya.
"Bu Dhira kemana, Mel?" tanya Syam pada Amel– asisten pribadinya.
"Tadi Bu Dhira keluar ke FS katanya ada meeting dengan Pak Nurdin dan chef Pak Syam, mau saya hubungkan?" tawar Amel.
"No, no. Nggak usah, biar saya aja susul ke sana," tolak Syam.
Syam meninggalkan ruangan, dan berjalan menuju FS, betapa terkejutnya ia melihat dua sosok yang familiar dengan, siapa lagi kalau bukan Hasan dan Istrinya.
Ia mengurungkan untuk menyusul Nadhira ke FS, dan semakin geram dibuatnya, karena melihat kedua asyik mengobrol.
**"Wah ... Asyik ya, yang habis ketemu dengan kekasih!" Sindir Syam pada Nadhira.
Nadhira hanya bergeming, mendengar sindiran yang di layangkan untuknya.
Di luar ruangan, tempat Amel bekerja. Melaporkan situasi Syam dan Nadhira
Sekarang pada seseorang di seberang telepon."Baik, Bu. Terima kasih," tutup Amel.
Nadhira capek mendengar sindirian Syam yang tak berhenti-henti, padahal waktu sudah memasuki istirahat. Nadhira beranjak dari duduknya, berniat untuk menunaikan kewajibannya dan makan siang.
"Kamu mau kemana? Ha! Mau ketemu laki-laki itu lagi." Syam menghalangi jalan Nadhira. Mencengkeram tangannya begitu kuat.
"Apaan sih! Saya mau salat, sama makan siang," jawab Nadhira. Mengibaskan tangannya agar terlepas dari cengkeraman Syam.
"Helo sayang, sayang Aku bawain kue kesukaan kamu tahu, ini fresh from oven, made in Bela," ucap Bela. Baru saja datang, dan segera melingkarkan tangannya ke lengan Syam.
"Apaan sih!" Syam melepas tangan Bela dari lengannya.
"Kamu itu nggak tahu malu ya, saya sudah menikah." Syam memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya pada wanita di hadapannya.
Nadhira ingin menghindari mereka berdua, dengan perlahan berjalan di belakang Bela, tapi ketahuan sama Syam. Pria itu langsung menghadangnya. Nadhira menaikan salah satu sudut bibirnya, malas.
"Sayang, aku capek-capek tahu, buat kue ini. Lagian kamu tidak benar-benar cinta sama perempuan itu, kan?" Cicit Bela.
"Astagaaa Bela. Come on, move on Bela, Saya tidak bisa dengan kamu,"
"Aku bisa nunggu kamu ceraikan perempuan itu, lagian Mama kamu juga sudah janji mau menikahkan kamu sama Aku." Bela mau melingkarkan tangannya lagi ke lengan Syam. Namun, langsung mendapat bentakan dari Syam.
"Bela! Jaga mulut kamu, sekarang keluar!" Sentak Syam.
"Sayaang,"
"Keluar!" Sentak Syam sekali lagi. Membuat Nadhira kaget.
Bela menghentakkan kaki, dan pergi meninggalkan ruangan dengan wajah masam. Meninggalkan kue yang dibawanya ke meja Amel.
Sebelum Nadhira mendapat luapan emosi lagi dari Syam. Nadhira segera menyusul Bela keluar ruangan. Syam menghempaskan tubuhnya ke sofa panjang yang diletakkan di ruangan itu.
"Hei hei hei, Muka sudah macam baju belum disetrika aja, nanti malam keluar, kan?" Alexa ada Message aku kemarin bro, suruh ajak kau keluar," cicit Stif.
"Kau ini memang paling bisa menghibur aku bro, oke lah nanti kita keluar," ucap Syam.
"Kau yang traktir, kan?"
"Iya iya iya," sahut Syam. Mengibaskan tangannya ke udara.
**Di club malam, tempat biasa Syam dan Stif melepas penat. Awalnya Syam tidak tahu tempat seperti ini, semenjak akrab dengan Stif, Stif sangat akrab dengan dunia malam juga.
Syam, lebih tertarik dengan suasana di sana, tetapi tidak minum alkohol. Hanya saja, banyak wanita yang bekerja di sana juga, menjajakan tubuhnya hanya demi uang. Ada yang terpaksa terjun di dunia malam, ada juga yang dengan sengaja terjun, dengan dalih lebih cepat mendapatkan uang dan enak.
"Alexa!" Pekik Stif. Suaranya beradu dengan kencangnya musik. Alexa yang baru saja datang menghampiri kedua Pria itu.
Berjalan layaknya model berlenggak-lenggok, dress tanpa lengan, dengan tinggi diatas lutut, riasan menambah ia terlihat sangat menawan, membuat para pria ingin mendekatinya.
"You ... Nggak mau kenalkan aku pada teman You kah, Stif ?" Ucap Alexa. Dengan nada mendayu-dayu.
"Oke oke, Alexa ini Syam, Syam ini Alexa," sahut Stif. Keduanya berjabat tangan memperkenalkan diri masing-masing.
"Aku tinggal dulu ke depan," cicit Stif. Meninggalkan Syam dan Alexa, berbaur dengan kerumunan manusia.
Alexa maju selangkah demi selangkah, Syam masih bergeming di tempatnya, memperlihatkan sisi maskulinnya. Menatap Alexa dengan tatapan penuh karisma.
Tak butuh waktu lama, untuk mereka akrab. Keduanya sudah bertukar nomor telepon. Alexa terlihat lebih agresif daripada Syam.
"Eh, You ... Kenapa kemarin asyik jual mahal dengan saya?"
"Mestilah saya harus begitu, karena saya bukan perempuan sembarangan tahu." Alexa membelai wajah Syam lembut.
"Alexa, You jangan pancing saya untuk berbuat lebih dengan you," ucap Syam. Nalurinya sebagai laki-laki bangkit, karena sentuhan-sentuhan dari Alexa.
"Kalau saya mau, bagaimana?" Bisik Alexa manja di telinga Syam.
"You so hot, honey." Syam membalas sentuhan Alexa. Keduanya beranjak dari duduknya. Syam mulai berani melingkarkan tangannya ke pinggang Alexa.
Syam dan Alexa mulai bergoyang mengikuti irama lagu, keduanya masuk ke kerumunan manusia itu.
Sementara di tempat lain, ada Nadhira yang sedang menyiapkan keperluan Syam untuk pergi ke kantor. Setelah selesai ia merebahkan tubuhnya ke atas ranjang, mengepak-ngepakan kedua tangannya juga kakinya.
"Aah ... Akhirnya, aku bisa tidur dengan nyenyak malam ini, karena aku tidak perlu berbagi kasur dengan kulkas empat puluh pintu itu," gumam Nadhira.
Ia meraih buku novel yang baru saja ia beli kemarin, membalikkan lembar demi lembar. Sesekali Nadhira mengusap air mata yang keluar tanpa permisi. Perasaan yang halus membuat ia mudah sekali tersentuh, atau terbawa suasana. Sampai gadis bermata hazel itu tertidur pulas.
**"Uumm." Nadhira menggeliat setelah mendengar adzan awal. Waktu masuknya untuk salat seperti malam.
Ia merasakan ada yang melingkar di perutnya, takut membuka mata, ia meraba-raba, kenyal. Nadhira memberanikan diri untuk membuka matanya perlahan.
"Aaaaaa" pekik Nadhira.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADHIRA CHAIRUNNISA
General FictionFOLLOW DULU YA BESTIE, SEBELUM BACA !! Hatur nuhun :) Nadhira Chairunnisa, gadis dengan mata hazel, yang dibesarkan oleh kakeknya. Kecelakaan besar membuat Nadhira menjadi yatim piatu. Kehadirannya di rumah kakeknya mendapatkan penolakan dari anak...