27

1.1K 42 0
                                    

Sepanjang hari Nadhira diam saja, bekerja selayaknya karyawan yang lain. Berbicara dengan Syam hanya sesekali kalau ada hal penting, dan mengharuskan meminta tanda tangan persetujuan dari Syam.

Tanpa Nadhira sadari, Syam curi-curi pandang dengannya, karena rasa bersalahnya tadi pagi. Gengsinya terlalu tinggi untuk menyapa Nadhira duluan, begitu pun dengan Nadhira, yang terlalu malas meladeni Syam untuk berdebat.

Tok tok tok

"Adek, Kakak mau bicara sebentar, bisa?" seru Syarif pada Syam.

"Bisa Kak, masuk," ucap Syam. Mempersilakan Syarif untuk masuk ke ruangannya.

"Project yang ada di Jogja, proposal-nya sudah kamu cek belum, kalau sudah, kakak rencana mau survei tempat di sana–"

Kakak beradik itu membicarakan tentang pekerjaan, Dhira hanya menyimak dari meja kerjanya, sesekali Syam melirik Nadhira, di sela-sela pembicaraannya dengan kakaknya.

"Oke, kalau gitu, kakak balik ke ruangan kakak dulu, thank you, dek," pamit Syarif.

"Your welcome, Kak," jawab Syam.

Perlahan Syam mendekati Nadhira, rasa cemburu itu hadir kembali tanpa ia minta, nalurinya sebagai suami, tidak mau kalau istrinya dekat dengan orang lain, terlebih kakaknya sendiri, karena bagaimanapun Syarif dan Nadhira bukan mahram.

"Ehm." Syam berdehem agar mendapatkan perhatian Nadhira. Namun, sayangnya Nadhira memilih untuk tetap menatap layar monitor yang ada di depannya.

"Ehm, ehm ehm,"

Beberapa kali deheman, akhirnya membuat Nadhira melirik suaminya, yang sudah menopang tubuhnya dengan satu lengannya. Nadhira bertanya lewat sorot matanya.

"Kamu seneng dong, tadi gebetan kamu nyamperin kamu ke ruangan, gimana rasanya? Berbunga-bunga, ya," sindir Syam.

Syam terus memprovokasi Nadhira dengan kata-kata sarkasmenya, membuat Nadhira mendengus kesal pada suaminya itu.

"Bapak tidak ada kerjaan lain, selain membuat masalah dengan saya?" cetus Nadhira.

"Loh, membuat kamu marah kan adalah salah satu pekerjaan saya, biar kamu tidak betah, dan meminta saya lepaskan, sesegera mungkin!" ujar Syam. Menekan kata lepaskan di akhir kalimat.

Nadhira membereskan berkas-berkas yang ada di mejanya, bersiap untuk pulang, karena waktu sudah menunjukkan jam pulang kantor. Nadhira ingin berdiri, tetapi langsung di hempaskan lagi ke kursinya, kedua lengan Syam menghalangi tubuh Nadhira, Nadhira mengalihkan pandangannya ke arah lain, daripada harus melihat suaminya.

"Nanti malam, pukul delapan malam, siap-siap, kamu harus menemani Saya bertemu dengan Alexa," ucap Syam.

"Enggak, kamu aja sendiri, biasanya juga sendiri, kan?" tolak Nadhira.

"Bac*t, kalau Saya sendiri, Papa sama Kakak akan curiga, beg*!" maki Syam pada Nadhira.

"Bodo amat, itu bukan urusan saya,"

"Saya ngga suka perintah saya di tolak, jangan pancing saya untuk berbuat kasar sama kamu!"

"Saya juga tidak mau dipaksa-paksa,"

Kedua tangan Syam mencengkeram tepian kursi, membuat otot-ototnya sampai terlihat, Nadhira tahu, Syam sedang menahan emosinya.

"Saya bilang–" ucapan Syam terpotong karena sahutan dari Nadhira.

"Iya, iya iya. Satu syarat,"

"Apa?" sergah Syam. Cepat.

"Saya mau bertemu dengan Nia, ngapain saya nungguin kamu pacaran, malas banget, setidaknya kalau ada Nia, saya tidak sendirian kayak obat nyamuk," ujar Nadhira. Membuat penawaran.

"Oke,"

Syam melepas kunciannya, Nadhira melanjutkan aktivitasnya, dan mengambil tas, hendak pergi.

"Pulang dengan Saya, tunggu sepuluh menit lagi," seru Syam.

"Saya naik ojek online saja, lebih cepat, saya capek banget," tolak Nadhira.

"Ch! Kalau kamu pulang naik ojek, Papa bilang apa nanti, Papa bisa curiga!" tegas Syam.

"Ya, saya nanti bilang kamu masih ada kerjaan, gitu aja dong." Nadhira masih berusaha untuk membuat alasan.

"Sekali lagi kamu jawab, simpel pakai ini–" Syam memperlihatkan kaos kaki yang tergulung seperti bola. Reflek Nadhira menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
**

Pukul 08.30, Syam dan Nadhira tiba di sebuah club malam, Syam mengajak Nadhira untuk masuk ke club, suara musik yang keras, lampu warna-warni, perempuan dengan pakaian seksi juga laki-laki, bercampur menjadi satu di sana. Di depan ada stage, ada tiang juga ada gadis berpakaian tipis yang menari manja di sana, Nadhira tidak nyaman berada di sini.

"Hola, Tuan CEO," sapa Stif.

"Eh, dimana Alexa," sergah Syam. Mencari kekasihnya, memicingkan mata, karena cahaya yang tidak begitu terang.

"Sabar bro, dia lagi ke toilet. Lu–" Stif memandang Nadhira, yang terlihat tidak nyaman berada di sana.

"Gue harus bawa dia, kalau enggak Papa sama Kakak gue bisa curiga, gue keluar malam terus!" seru Syam.

"Oke, okee,"

"By," panggil Alexa dari kejauhan. Ia berlari kecil menuju Syam. Kemudian memeluk Syam dengan manjanya.

"Aku kangen tahu sama kamu," ucap Alexa. Sedikit mendongakkan kepalanya. Dan mendapat kecupan di keningnya oleh Syam.

Nadhira yang melihat itu, melipat kedua tangannya di depan dada, rasanya sakit sekali, harus menyaksikan suaminya sendiri, bermesraan dengan perempuan lain.

Sementara mereka berjoget mengikuti irama musik, Nadhira hanya duduk di sofa yang sudah di pesan oleh Syam. Tak jarang ia di goda laki-laki hidung belang, tetapi Syam acuh tak acuh melihat istrinya di goda oleh laki-laki lain.

"Bro," ucap Stif. Melihat Nadhira sudah menguap beberapa kali.

"Udah biarin aja, enjoy bro!" seru Syam. Masih asyik berjoget dengan Alexa di depannya.

Ada rasa tidak enak melihat Nadhira sendirian di sana, Stif memilih menyudahi berjoget, dan menemani Nadhira di tempatnya. Dengan tetap menjaga jarak.

"Stif, sudah pukul 02.30, Syam belum mau pulang, kah?" tanya Nadhira.

"Tanya aja sendiri," jawab Stif ketus.

Setelah merasa capek, Syam berhenti berjoget. tepat pukul 03.45 Nadhira dan Syam baru sampai rumah, untungnya mertuanya tidak ada yang bangun, mengingat sebentar lagi masuk waktu subuh.
**

"Kamu sengaja kan, tidak bangunin saya biar saya kena marah sama Papa!"

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang