11

1.3K 66 1
                                    

Nadhira menaikkan satu sudut bibirnya, menatap Syam enggan. Namun, masih menemani suaminya untuk makan malam di kamar. Setelah Syam selesai makan malam, Nadhira membawa nampan itu untuk turun dan mencucinya.

"Alhamdulillah, jangan langsung tidur, nggak baik buat kesehatan tubuh," ujar Nadhira. Memperingatkan Syam untuk tidak langsung berbaring atau tidur setelah makan.

"Bawel!" Sahut Syam. Meletakkan gelas pada nampan yang sudah berada di tangan Nadhira.

"Untung suami," cicit Nadhira. Kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Syam di kamar.

"Non Dhira ngapain?" Sergah Tia. Yang baru saja keluar dari kamarnya, setelah mendengar suara orang di dapur.

"Eh, ibu ... Nyuci piring kotor Bu, ini sudah selesai kok. Maaf  ya Bu, jadi ke ganggu istirahatnya," ucap Nadhira tulus pada perempuan paruh baya itu.

"Eh ... Nggak usah, biar Ibu saja yang nyuci Non," cegah Tia. Namun, Nadhira tetap ngotot ingin menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal membilas piring. Bukan Nadhira namanya, kalau tidak keras kepala.

"Ibu kira tadi Nyonya, soalnya tadi katanya mau makan lagi,"

"Lagi? Banyak juga, ya makanya Mama, Bu,"

"Iya ... Sebelum Non Dhira tinggal di sini, Nyonya makannya sedikit, Non," adu Tia. Nadhira hanya tersenyum mendengar semua fakta yang baru ia ketahui tentang Mama mertuanya.

"Ya udah, Bu. Dhira ke kamar dulu, ya, Ibu istirahat, besok kan bangun pagi," pamit Nadhira.

"Iya Non," jawab Tia.
**

"You." Nadhira menggoyangkan tubuh Syam.

"Mas, kamu itu mau berangkat kerja nggak? Sudah lewat ini." Gadis bermata hazel itu masih terus berusaha membangunkan Syam.

Pria berkaos hitam itu menggelinjang kesal, terganggu dengan aktivitas yang dilakukan Nadhira.

"Berisik banget, sih!" Sentak Syam. Masih merebahkan tubuhnya. Dan menatap Nadhira kesal.

"Kalau nggak mau berisik, makanya bangun awal," sahut Nadhira. Tak kalah sewot dengan Syam.

"Kalau kamu mau berangkat, berangkat sana!" Perintah Syam.

"Beneran, ya. Awas aja nanti kalau Papa sudah datang, nanyain kamu, Saya bilang apa adanya ya," ancam Nadhira. Nadhira mengambil kunci motor yang ada di nakas. Meninggalkan suaminya tetap di tempatnya.

Sebelum Nadhira pergi, Nadhira sudah menyiapkan baju ganti untuk suaminya. Tak lupa meninggalkan pesan kepada Tia untuk membuatkan Syam susu hangat, juga roti.

Sesampainya di kantor, Hasan sudah menunggunya di lobi seperti biasanya, entah sampai kapan pria itu akan berlibur di sini, padahal sudah hampir satu minggu ia stay di resort tempat ia bekerja.

"Dhira," panggil Hasan.

"Eh iya, Hasan," jawab Nadhira.

"Ada waktu nggak?" Nadhira melihat jam di tangannya, lima menit lagi jam masuk kantor.

"Sebenarnya belum ada waktu, cuma ... Pagi ini aku ada urusan ke Fresh Seafood, mau discuss dengan chef juga Nurdin. Kamu mau ikut sekalian?" tawar Nadhira.

"Boleh,"

"Kalau gitu aku absen dulu, dan ambil beberapa dokumen di atas, nanti kalau sudah siap kita ke FS sama-sama,"

"Oke, kalau gitu kita ketemu disini lagi, ya." Nadhira mengangguk dan meninggalkan Hasan sendiri di sana.

Setelah beberapa saat kemudian, Nadhira turun membawa beberapa berkas, dan mengajak Hasan untuk ke FS, surganya para pecinta seafood, tempat penyimpanan makanan yang berasal dari laut.

"Kamu pasti suka kalau di FS, soalnya kamu kan pencinta seafood, kan?" Seloroh Nadhira.

"Wah, nggak sabar, pengen coba, berarti makanan yang di resort itu juga berasal dari FS?"

"Yups, benar banget. Di sana tempat Chef masak dan penyimpanan bahan makanan, seafood kita selalu fresh karena setiap hari akan ada nelayan yang akan menyetorkan tangkapannya pada resort kita,"

"Daripada kita import barang dari luar, mendingan kita kerjasama sama nelayan lokal. Untuk kesejahteraan para nelayan juga, yang semakin tersisih. Karena banyak barang yang masuk dari luar," tambah Nahira.

"Keren sih, kamu. Eh, ayo dong kita traveling bareng gitu, kayaknya asyik traveling sama kamu," cicit Hasan. Yang mendapat senyum kecut dari Nadhira.

"Bukannya nggak mau, tapi emang aku nggak bisa traveling dulu, kerjaan banyak banget, aku baru di resort ini. Apalagi mau ada tamu dari Korea," ujar Nadhira.

"Morning, Bu Dhira," sapa Nurdin.

"Morning, Nur. Oh iya kenalkan ini, Hasan, teman lama saya semasa di sekolah dulu." Nadhira mengenalkan Hasan pada Nurdin.

"Morning, Bu Dhira." Kali ini kepala chef yang menyapanya, dan Nadhira melakukan hal yang sama seperti kepada Nurdin tadi.

"Minta tolong masakan seafood spesial untuk dia ya, Chef. Karena dia pecinta seafood," pinta Nadhira pada kepala Chef.

"Hasan, kamu bisa tunggu aku bentar? Duduk aja dulu, aku mau discuss bentar sama Nurdin," ucap Nadhira. Dan mendapat anggukan dari Hasan.

Setelah menunggu beberapa saat makanan Hasan datang. Namun, pria berbadan kekar itu masih setia menunggu wanitanya untuk menikmati hidangan.

"Oke, jadi gitu. Menu yang di proposal ini sama seperti tahun lalu, mendingan di ganti saja. Tradisional food punya kita banyak ragam. Jadi, mendingan pakai itu aja," ujar Nadhira.

"Tapi, Bu. Pak Syam sudah approve menu yang kemarin, tahun lalu tamu dari Jepang suka sekali dengan hidangan yang kita buat," sanggah Nurdin.

"Benar ... Tapi, itu kan tahun lalu, dan tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana kita mau berkembang kalau kita hanya terpaku pada satu opinion saja? Tamu dari Jepang, mereka suka karena di negara mereka terbiasa makan seafood. Sedangkan Korea beda loh,"

"Baik, Bu. Nanti Saya akan revisi proposal nya, dan akan segera saya sampaikan ke Ibu sebelum ke Tuan Syamsuddin," ucap Nurdin. Setelah diberikan masukan oleh Nadhira.

"Oke, good luck. insyaaAllah Papa akan approve." Nadhira menenangkan Nurdin. Karena terlihat takut untuk berinovasi.

"Oke, nanti kalau ada yang perlu di tanyakan, silakan ke ruang saya. Saya pamit dulu, ya. Nggak enak Hasan sudah nunggu lama." Pamit Nadhira. Berjalan ke meja Hasan.

"Hei ... Sorry, lama ya? Tadi ada case sedikit, but udah selesai kok. Kok makanannya dianggurin sih, silakan silakan." Nadhira mempersilakan Hasan untuk menyantap hidangan yang ada di hadapannya.

"Nungguin kamu, masak aku makan duluan," sahut Hasan.

Mereka menikmati hidangan, sesekali berpendapat tentang rasa, lebih tepatnya berdebat kecil karena perbedaan selera. Mereka tertawa lepas saat bersama. Hobi dan kesukaan yang sama membuat obrolan mereka mengalir begitu saja.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dari kejauhan. Menatap tajam pada keduanya. Urat tepi sampai terlihat, saat pria itu menahan rasa yang bergejolak dalam hatinya.

Trrtt trrrtt trrtt

Ponsel berada di atas meja punya Nadhira bergetar, ada nomor tak di kenal, yang menghubunginya. Dengan ragu Nadhira menerima panggilan itu.

"Balik ke kantor sekarang, atau Saya seret kamu dari sana!" Ancam Pria di seberang telepon.

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang