32

1.2K 38 1
                                    

"Sayang!" Teriak seseorang yang sudah berdiri di depan pintu lobi. Dan berdiri seorang pria di sampingnya.

Alexa, perempuan itu tidak tahu malu, menghampiri Syam ke kantor. Beberapa hari ini, memang Syam sengaja untuk menjauh dan tidak melayani telepon atau chat dari kekasihnya itu. Semenjak berdamai dengan Nadhira.

Sedangkan di sampingnya ada Stif, teman sekaligus orang yang memperkenalkannya dengan Alexa. Keduanya kalau bersatu cocok. Sayangnya Alexa lebih tertarik dengan Syam. Daripada dengan Stif.

Wanita dengan dress tanpa lengan itu menghampiri Syam dan Nadhira. Nadhira menggaruk tengkuk yang tak gatal. Melihat kekasih suaminya datang.

"Kamu ngapain bisa datang sama perempuan ini!" Ucap Alexa dengan nada sedikit meninggi.

"A a sa, ss-sayang, kita kan satu kantor. Jadi saya ajak dia bareng sekalian, tadi ketemu di jalan," sahut Syam. Membuat alasan.

Suara deheman dari Nadhira membuat pasangan itu menoleh ke arah Nadhira, terutama Alexa. Menatapnya dengan tatapan benci.

"Saya permisi dulu, Pak. Terima kasih untuk tumpangannya," seru Nadhira. Sengaja menekan tumpangan di akhir kalimat. Sebagai sindirian untuk suaminya. Syam mendadak panik, melihat perubahan Nadhira.

"Kamu ngapain ke sini? Kalau Papa ku tahu gimana? Bisa hancur Aku," ucap Syam. Ketus.

"Aku kan kangen sama you, Sayang. Sudah satu minggu kamu nggak ngabarin Aku, pergi ke club juga tidak," sahut Alexa.

"Sayang, Aku lagi sibuk dengan pekerjaan kantor," ucap Syam. Melepas rangkulan tangan Alexa.

"Ck! Sibuk sama urusan kantor, atau perempuan ja*ang itu!" Alexa melipat kedua tangannya di depan dada.

"Nadhira, namanya Nadhira. Dia itu pekerja yang dipercayai Papaku, kamu jangan buat gara-gara, nanti Aku tidak dapat jabatan itu," protes Syam.

"Papa kamu ada di dalam? Yuk, kenalin Aku sama Papa kamu, Yaang. Biar kita segera menikah," cicit Alexa.

"Aduh, jangan sekarang, Yang."

Syam, masih terus berusaha menghindar dari Alexa, tetapi dia juga belum bisa jujur dengan Alexa, kalau dia sudah menikah dengan Nadhira.
**

"Sa, butik Mama sudah tutup semua, buat menyicil utang, Papa," keluh Rosa.

"Dari dulu kan Sa sudah bilang, tutup saja butik Mama, buat tutup utang Papa, sekarang utang sudah membengkak, barang-barang sudah kena sita, Mama baru tutup butik itu," ucap Alexa. Dengan mata yang masih asyik menatap layar ponsel.

"Tuan David, bagi uang Sa, nggak bulan ini?" todong Rosa pada Alexa.

"Sa, sudah bilang kan, susah, Ma. Istrinya kontrol pengeluaran laki-laki itu,"

"Habis itu kita makan darimana, Sa? Mama sudah nggak ada uang!" Sentak Rosa.

"Jual perhiasan Mama itu dulu, buat makan seadanya,"

"Nggak, nggak, bisa! Masa Nyonya Rosa menjual perhiasan," tolak Rosa. Melipat kedua tangannya.

"Nyonya, katanya. Sadar, Ma ... Perusahaan Papa itu sudah bangkrut, terlilit utang pula," cicit Alexa.

"Jual kalung Sa saja," sahut Rosa.

"Iiih, nggak ya, ini pemberian dari Syam," ucap Alexa. Memegang kalung yang diberikan Syam, saat dinner beberapa sebulan yang lalu.

"Cih!" Rosa berdecis.

"Bagaimana dia? Mau menikah sama kamu, nggak?" Sahut Rosa kemudian.

"Jangankan menikah, Ma. Satu bulan ini, dia tidak melayani Sa, pergi ke club pun tidak," keluh Alexa. Wajahnya berubah masam.

"Habis itu kamu di rumah saja, tidak berbuat sesuatu untuk mendekati dia lagi? Kita harus cepat Sa, sebelum rumah ini kena sita juga!" ujar Rosa. Dengan napas memburu.

"Ma ... Besoklah, Sa ke resort dia," sahut Alexa. Santai.

"Mama lapar,"

Alexa menghela napas kasar, melirik Mamanya, hatinya tak tega juga, membiarkan mamanya kelaparan. Alexa berseluncur di aplikasi hijau, untuk order makanan.

"Sa, sudah order makanan, tunggu dua puluh menit lagi sampai, nyemil biskuit ini dulu saja," ucap Alexa. Meletakkan cemilan, yang sedari tadi ia pegang. Rosa menyetujui saran anaknya.
**

"Ehm, ketemu di jalan," sindir Nadhira. Saat melihat Syam baru masuk pukul 10.15, setelah mengantar Alexa pulang.

Syam menggaruk kepalanya yang tak gatal, kemudian menghampiri istrinya yang sok sibuk, padahal layar monitor mati. Syam tersenyum palsu. Berjalan sedikit berat ke arah Nadhira.

Nadhira melirik suaminya, dengan raut wajah bersalah. Malah sengaja membuat wajah kesal di depan Syam.

"Yaang, sayang," panggil Syam. Dengan nada merayu.

"Sayaang ... Maaf," tambah Syam. Meraih tangan Nadhira dan berlutut di samping Nadhira. Menghadapkan kursi ke arahnya. Nadhira melipat kedua tangannya di dada, mengalihkan pandangannya ke arah lain. Membuat Syam semakin tak karuan. Nadhira masih bergeming, mendengarkan penjelasan dari Syam. Padahal ia tak meminta suaminya untuk menjelaskan.

"Hahaha, muka kamu lucu banget, Mas. Kalau lagi panik," cicit Nadhira. Tak tahan menahan tawa. Nadhira menangkubkan kedua tangannya ke wajah Syam. Menatap dalam-dalam suaminya.

"It's okay, nggak papa kok, Aku tunggu kamu jujur sama Alexa, tapi jangan lama-lama," ucap Nadhira. Menuntun suaminya untuk berdiri.

"Ih, kamu tuh ya, jail banget. Masih saja sama kayak pertama kali kita menikah," cicit Syam. Memainkan hidung istrinya.

Syam mendekatkan wajahnya pada wajah istrinya. Menarik tubuh Nadhira untuk berdiri, dan memeluk Nadhira dari belakang. Menenggelamkan wajahnya di bahu milik wanita memakai kerudung pashmina warna merah itu.

"Mas, malulah, nanti kalau ada karyawan, Kakak atau Papa masuk gimana?"

"Biarin, kan kita di sini, sedangkan pintu masuk kan, langsung tertuju dengan mejaku, bukan meja kamu,"

"Sama saja,"

"Beda dong Sayang–"

Mereka mulai berdebat tentang letak ruangan dan meja kerja mereka masing-masing. Namun, perdebatan ini bukan perdebatan besar, dan sudah menjadi bumbu pernikahan mereka.

"Dhira nanti ada meeting di luar sama Kakak, habis makan siang, mungkin enggak balik lagi ke kantor, langsung pulang," ucap Nadhira. Meminta izin suaminya, agar pria memakai kemeja putih, yang dibalut jas warna biru dengan celana warna senada itu tidak salah paham, atau cemburu pada kakaknya sendiri.

"Oke, tapi ... nanti harus makan siang sama Aku dulu," perintah Syam.

"Oke,"

Pasangan yang sedang dimabuk cinta ini sudah merubah posisinya, Syam membalikkan tubuh Nadhira, agar wanita itu berhadapan dengannya. Perlahan Syam memajukan wajahnya,  untuk mengikis jarak diantara keduanya.

"Mau ngapain? Ini di kantor," cegah Nadhira. Menutup mulut Syam dengan tangannya.

"Sayaang, sekali saja," pinta Syam.

"No,"

"Yes,"

"No," tolak Nadhira. Menahan tawa, dan mendaratkan tubuhnya di kursi kerjanya.

Cup!

Syam mengecup singkat pipi milik Nadhira, kemudian berlari ke mejanya dengan senyum kemenangan.

"Sayaang!" Teriak Nadhira. mengulum senyum di wajahnya.

"Yang ini nanti kalau sudah di rumah." Syam menyentuh bibirnya sebagai kode pada istrinya. Membuat wajah Nadhira kemerahan. Karena malu.
**

"Kakak, jemput Aku sekarang," ucap seseorang di seberang telepon. Dengan suara parau dan Isak tangis.

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang