17

1.2K 50 0
                                    

Syam melepas cengkeramannya, ketika melihat Alexa keluar dari lobi, lalu menghampiri kekasihnya.

"Heh! Perempuan murahan! Jangan godain boyfriend aku!" teriak Alexa dari jauh.

Nadhira yang tak terima dipanggil perempuan murahan, ia berjalan lebih cepat menuju tempat Syam juga Alexa berdiri.

"Jaga ya mulut anda! Saya tidak menggoda 'kekasih anda!" gertak Nadhira pada Alexa, dengan menekan kata kekasih. Tatapannya mengintimidasi, ia tidak suka dibilang wanita murahan, karena memang ia bukan wanita seperti itu.

Pandangannya beralih ke pria di samping Alexa. Nadhira menatap tajam ke arah suaminya. Saat istrinya dihina orang, ia tak bereaksi sedikit pun. Ia lupa kalau pria yang menikahinya itu tak benar-benar mencintai dirinya. Pernikahan mereka hanya diatas kertas.

"Gantikan kopi saya yang jatuh!" ucap Nadhira kemudian. Menatap Syam, malas.

"Kamu!" Alexa menunjuk Nadhira dengan amarah yang siap meledak. Namun, ditahan oleh Syam.

"Ee, Sayang ... Sayang, sudah sudah, jangan buang-buang energi kamu, ya,"

"Tapi, dia sudah kurang ajar sama kamu," jelas Alexa manja.

"Siapa yang kurang ajar! Saya atau anda, yang menuduh orang sembarangan?" sergah Nadhira. Malas terlibat drama bersama mereka, tetapi ia harus meladeni mereka berdua. Harga diri Dedenya di pertaruhan disini.

"Stop it!" sahut Syam.

Nadhira berdecak kesal, ia mengulangi permintaannya lagi, Nadhira mau Syam mengganti kopi yang ia jatuhkan tadi, saat ia mencengkeram tangannya. Syam mengambil uang dengan gambar orang nomor satu di negeri mereka, dan menyerahkan kepada Nadhira.

"Nah, gitu dong. Gini kek daritadi, ribet banget jadi orang!" umpat Nadhira. Berbalik arah, meninggalkan mereka berdua dengan perasaan kesal.

"Sayang, karyawan seperti itu kenapa nggak kamu pecat aja sih?" keluh Alexa.

"Nggak bisa sayang, dia adalah orang kepercayaan Papaku, kalau aku melawan aku nggak bisa jadi CEO," jelas Syam. Agar kekasihnya tidak banyak mengeluhkan tentang Nadhira.

"Bu Dhira," panggil Nurdin dari kejauhan.

Nadhira menghentikan langkahnya sejenak, menunggu Nurdin sampai di hadapannya.

"Napas dulu, Nur, hahaha," seloroh Nadhira.

"Iya, Bu." Nurdin membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat. Setelah selesai mengatur napas, Nurdin menegakkan tubuhnya lagi.

"Bu, terima kasih, akhirnya menu yang Ibu sarankan kemarin sudah di acc sama Tuan Besar,"

"Alhamdulillah, jadi kita tinggal matangkan persiapan ya, masalah menu sudah selesai, ya. Congratulations Nurdin, saya ikut senang,"

"Terima kasih Ibu, sekarang ibu mau kemana?"

"Ah, ini saya mau beli kopi, kopi saya tumpah tadi. Sekalian mau habisin ini." Nadhira menunjukkan bibimbap di tangannya.

"Saya traktir ibu, tanda terima kasih saya," tawar Nurdin.

"Nggak, nggak usah Nur, saya ada uang ini, dikasih sama Pak Syam," tolak Nadhira halus. Menunjukkan uang yang tadi dikasih Syam.

Nadhira ke warung milik warga lokal yang berjualan kopi di pinggir pantai, meskipun ada resort, pemilik resort tetap mengizinkan untuk warga lokal menjajakan dagangannya kepada para wisatawan.

"Mak, es kopi hitam satu ya," seru Nadhira.

"Oke Neng, sendirian aja," sahut Pemilik warung.

"Iya nih, rame Mak?" tanya Nadhira.

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang