42

1.2K 32 4
                                    

"Dhira!" Panggil Hasan. Berlari kecil dari parkiran.

Nadhira menghentikan langkahnya, karena panggilan dari Hasan. Sosok laki-laki yang mencuri hatinya saat berada di bangku sekolah. Cinta pertamanya.

"Iya, San." Nadhira merapikan kerudungnya yang bertebaran karena angin laut, yang sedikit kencang.

"Kamu nggak serius, kan? Sudah menikah?" Tanya Hasan. Hati-hati.

"Hasan, Aku sudah menikah dengan Mas Syam. Pernikahan kita memang cukup mendadak. Karena Dede menjodohkanku dengan suamiku saat itu," jelas Nadhira.

"Tapi, kamu nggak cinta, kan? Kamu nggak bahagia kan sama dia?" Cecar Hasan. Masih belum bisa menerima kenyataan bahwa gadis yang ia sukai sudah menjadi istri orang lain.

"Hasan–"

"Kamu tinggal jawab, Dhir? Aku cuma mau kamu bahagia," tegas Hasan.

Nadhira menundukkan pandangannya, ia bingung harus menjawab seperti apa, moment-moment indah bersama Syam, ia coba munculkan untuk meyakinkan dirinya bahagia bersama Syam. Wajah Nadhira berubah sendu kembali. Saat bayangan Syam dan Alexa melintah. Nadhira menarik napas dalam-dalam, sebelum menjawab pertanyaan Hasan.

"Aku–" belum juga selesai menjawab, perkataan Nadhira terpotong oleh sahutan Hasan.

"Aku akan minta Syam, untuk melepaskan kamu," sahut Hasan.

"Anda tidak berhak menyuruh saya untuk melepaskan istri saya!" Sahut Syam. Menghampiri Nadhira, kemudian melingkarkan tangannya ke pinggang Nadhira. Posesif.

Raut wajah Hasan berubah merah padam, kedua tangannya mengepal. Menahan amarah.

"Dhira tidak bahagia bersama anda!" Sergah Hasan.

"Bahagia atau tidak, itu urusan kami. Bukan urusan anda, dan asal anda tahu. Sampai kapanpun, saya tidak akan melepaskan istri saya!" Tegas Syam. Semakin mengeratkan rangkulannya. Nadhira tidak bisa berbuat apa-apa. Nadhira menatap nanar ke arah laki-laki berbadan atletis di depannya.

"Maafkan aku Hasan," gumam Nadhira dalam hati.

"Dhir–" panggil Hasan. Dengan tatapan memohon. Namun, Nadhira hanya bisa menundukkan pandangannya. Syam juga melihat istrinya. Penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Nadhira.

"Aku akan ke kampung, bilang sama Dede, kalau kamu tidak bahagia dengan Syam," cetus Hasan.

"Jangan gila kamu, San. Kondisi Dede sedang tidak sehat, kalau sampai ada apa-apa dengan Dede, aku tidak akan memaafkan kamu!" Gertak Nadhira.

"Aku akan cari alamat kampung kamu," sahut Hasan. Kemudian pergi meninggalkan Syam juga Nadhira.

Di persimpangan jalan, Hasan dicegat oleh Alexa, yang diam-diam mengikutinya, saat tahu Hasan keluar dari resort Syam.

"Woy! Punya mata nggak sih lu!" Maki Hasan. Setengah kepalanya keluar dari jendela mobil.

Tak lama kemudian Alexa keluar dari mobilnya, menghampiri Hasan. Hasan terhenyak melihat Alexa yang keluar dari mobil berwarna merah hati, dan ikut keluar dari mobil.

"Mau apa kamu?" Cetus Hasan. Dengan nada ketus.

"Chill, bro. Aku punya informasi penting soal girlfriend kamu," cicit Alexa.

"Apa?"

"Aku tahu, kamu sedang mencari alamat perempuan itu, 'kan?" Hasan masih diam. Menunggu Alexa meneruskan perkataannya.

"Nih, alamat perempuan kampung itu." Alexa menyerahkan secarik kertas dari dalam tasnya.

Hasan menerima secarik kertas itu, membacanya sekilas dalam hati, kemudian memasukkan ke dalam saku jaket bombernya. Alexa berbalik arah, berjalan ke arah mobilnya.

"Tunggu!" Panggil Hasan. Alexa menoleh dengan gaya centilnya.

"Thank you," tambah Hasan. Alexa menarik salah satu sudut bibirnya.

"Your welcome," sahut Alexa. Kemudian berlalu.
**

"Tama! Pangeran kecil aunty." Nadhira merentangkan kedua tangannya, dan sedikit berjongkok. Menunggu bocah kecil itu menghampiri dirinya.

"Aunty!" Teriak Tama. Menghambur ke pelukan Nadhira.

"I miss you," cicit Nadhira manja.

"I miss you too." Tama menciumi pipi Nadhira.

Syam, masih tidak suka dengan peristiwa pertemuan Hasan dan Nadhira tadi. Ditambah lagi dengan melihat Nadhira akrab dengan Tama, ia tidak suka kalau Nadhira akrab dengan keponakan, karena takut kalau nanti Nadhira akan bermain belakang dengan kakaknya sendiri.

"Om Syam," cicit Tama. Melepas pelukannya pada Nadhira. Dan akan beralih ke arah Syam. Namun, Syam berdecak kesal, kemudian meninggalkan.

Tama menundukkan pandangan, menahan air matanya, yang sudah menggenang. Karena sejak dia masuk rumah ini, dia belum pernah mendapat sapaan hangat dari Syam.

"It's okay, sayang. Om baru capek." Nadhira membawa Tama ke dalam pelukannya lagi, mengelus bahu dan punggungnya.

"Tama nakal ya? Kok Om Syam marah terus sama Tama?" tanya Tama. Polos. 

"Tama udah baik kok, udah pinter, Om baru capek, sayang," bisik Nadhira. Tak lama kemudian terdengar Isak tangis dari Tama.

Setelah berhasil menenangkan Tama. Nadhira membawanya naik ke kamar kakak iparnya. Karena Tama tertidur di dalam gendongannya.

Tok tok tok

"Kak, Assalamu'alaikum," ucap Nadhira dari balik pintu.

"Waalaikumussalam," jawab Syarif dari balik pintu. Membuka pintu.

"Uluh-uluh, Tama selalu saja merepotkan Aunty-nya," sergah Syarif.

"Enggak, Kak. Ketiduran, tadi habis main sebentar, terus tidur," cicit Nadhira.

"Sini biar kakak bawa dia ke tempat tidur." Syarif mengambil alih Tama dari gendongan Nadhira, dan menidurkannya ke tempat tidur. Nadhira masih berada di bibir pintu. Menunggu kakak iparnya menghampirinya lagi.

"Tama itu, lembut banget ya hatinya, Kak. Kayak ayahnya," cicit Nadhira. Masih memandang tubuh mungil Tama.

"Iya kali ya," sahut Syarif. Yang mendapat kekehan dari Nadhira sebagai jawaban.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang menatap tajam ke arah mereka berdua. Kamar Nadhira dan Syarif hanya berjarak beberapa meter saja. Membuat Syam bisa melihat Nadhira dan Syarif yang bercanda, di bibir pintu kamar Syarif.

Brak!

Bunyi pintu dibanting, mengagetkan keduanya. Pandangan mereka beralih ke pintu kamar Nadhira dan Syam.

"Syam kenapa?" tanya Syarif.

"Nggak tahu, dari tadi uring-uringan terus, biar nanti Dhira coba tanya, Dhira masuk kamar dulu, ya, kak," pamit Nadhira. Kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Baru saja Nadhira memasuki kamar, Syam langsung menarik lengan Nadhira kasar. Wajahnya berubah seram, tatapannya penuh amarah. Menyudutkan tubuh mungil milik Nadhira, sampai menghantam dinding. Satu tangan bertumpu di dinding, satu tangan mencekik leher Nadhira.

"Kalau lu mau gue lepasin bilang anj*ng! Gue udah bilang kan! Gue nggak suka lu deket-deket sama dia, lu tuli! Ha!" Teriak Syam. Penuh amarah.

Umpatan demi umpatan dilayangkan Syam. Ia tak bisa lagi menahan amarahnya, Syam dibutakan api cemburu saat ini.

"Lepasin." Nadhira memohon pada Syam lewat sorot matanya. Nadhira tidak bisa berkata-kata, karena cekikan Syam semakin kuat. Air mata jatuh juga.

"Uhuk! Uhuk!" Nadhira terduduk lemas, setelah cekikan Syam lepas. Mengisi udara pada paru-parunya dalam-dalam.

Syam menghempaskan tubuhnya kasar di atas ranjang. Mengacak rambutnya kasar, terlihat sangat jelas di wajah Syam, kalau ia sedang frustasi.
**
"Hanya laki-laki bodoh, yang tidak mau dengan Dhira, Syam! Kalau kamu tidak bisa membuat Dhira bahagia, lepaskan dia!"

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang