10

1.6K 68 1
                                    

Plaakk!

"Jaga ya, mulut kamu!" Wajah Nadhira memanas mendengar celaan dari Syam. Kemudian meninggalkan Syam begitu saja.

"Shite!" Syam menarik lengan Nadhira kasar. Membuat Nadhira meringis kesakitan.

Syam menarik Nadhira, hingga masuk lift, melempar tubuh Nadhira sampai menabrak pegangan lift, wajah putih bersih itu berubah menjadi merah padam. Tatapannya mengintimidasi Nadhira, tetapi Nadhira tak mau kalah, menatap kembali dengan tatapan menantang.

"Eeuuhmm." Benda kenyal itu sudah mendarat pada bibirnya. Membuat Nadhira tak bisa bernafas.

Nadhira mendorong tubuh Syam, tetapi tubuh itu tak bergerak sama sekali dari tempatnya. Tenaganya tak sekuat tenaga laki-laki. Nadhria hanya bisa menahan tubuh Syam dengan tangannya, agar tubuh itu tak merapat dengan tubuhnya.

"Ini yang kamu mau kan!" Sentak Syam. Mendaratkan bibirnya sekali lagi lagi pada Nadhira.

Butiran air bening itu turun dari pelupuk matanya, entah sejak kapan. Nadhira saat ini takut dengan apa yang dilakukan suaminya.

Melihat istrinya menangis, Syam menghentikan aktivitasnya dan mengusap bibirnya dengan ibu jarinya kasar. Sementara di pojok, ada. Nadhira yang terisak karena ulah Syam.

"Saya sudah peringatkan kamu, 'kan? Jangan menemui laki-laki itu, kamu malah datang ke kantor dengan laki-laki itu," ucap Syam dingin.

"Egois! Menikah dengan kamu adalah kesalahan terbesar saya!" Sentak Nadhira.

Kali ini Syam mencengkeram kedua pipi Nadhira, dan menatapnya penuh amarah.

"Salah kamu sendiri, kenapa kamu terima perjodohan ini!" ucap Syam yang berakhir dengan nada melengking di akhir kalimat.

Ting!

Pintu lift sudah terbuka, untungnya tidak ada karyawan yang akan memakai lift itu, Syam Hendak keluar. Namun, Nadhira masih bergeming di tempatnya, membuat Syam naik pitam lagi dan menarik Nadhira untuk masuk ke ruangan.

"Kamu ini wanita jenis apa, eem?" Bisik Syam. Masih dengan nada marah.

"Halo sayang!" Sapa perempuan yang baru saja datang, dan langsung melingkarkan tangannya ke lengan Syam.

Di belakang perempuan itu, ada perempuan paruh baya dengan pakaian branded dan juga tas branded, siapa lagi kalau bukan Nyonya Sandra.

Syam mengibaskan tangan perempuan itu, menatap muak dengan perempuan itu. Melayangkan protes pada mamanya lewat sorot mata.

"Syam, kamu harus baik-baik dong sama Bela," ucap Sandra. Pelan namun penuh penekanan.

"Ma, Syam sudah menikah, istri Syam ada di sana." Tunjuk Syam pada Nadhira. Namun Nadhira hanya bergeming di tempatnya, menundukkan kepala, agar tak terlihat habis menangis.

Syam menghampiri Nadhira, merengkuh tubuh itu dalam dekapannya.

"Kamu lagi ngerjain apa, sayang?" tanya Syam. Seoalah bermanja pada Nadhira. Membolak-balikkan kertas yang ada di meja istrinya, padahal kertas itu adalah kertas kosong.

Nadhira mendengus, melihat perubahan Syam saat ini. Baik dengannya hanya untuk menghindari wanita pilihan mamanya.

Bela Federica, anak tunggal sahabat Sandra, yang dijodohkan nya dengan Syam. Namun, pria itu memilih untuk menuruti perjodohan yang dilakukan papanya, guna mendapatkan jabatan CEO.

"Aunty!" Adu Bela pada Sandra. Menghentakkan kaki, kesal dengan Syam.

"Tenang sayang, besok kita coba lagi, ya. Sekarang kita pulang dulu, Bu Tia sudah masak spesial untuk kamu," bujuk Sandra. Menyapu hidung milik Bela. Dan mendapat anggukan dari Bela.

"Hah, harusnya jadi aktor saja, bukan jadi CEO," gumam Nadhira pelan.

"Cerewet!" Sergah Syam.
**

"Ibu ... Mau masak apa nih?" tanya Nadhira baru saja turun dari lantai dua, bergegas membantu Tia untuk masak makan malam.

"Mau masak sup sama goreng ayam, sama sayur lainnya Non,"

"Dhira bantuin, ya." Tangan Dhira sudah memegang sayuran diatas meja.

"Bu, jangan biarkan ada tangan lain ikutan masak, saya nggak mau makanan yang saya makan tercemar,"  sindir Sandra. Memainkan ponselnya menghadap dapur.

"Baik, Nyonya," jawab Tia.

"Padahal, tadi masih goreng masakan Non Dhira, dihabiskan semua sampai tak tersisa," bisik Tia pada Dhira.

"Oh, iya kah?" Nadhira terkekeh mendengar pengakuan dari Tia.

"Iya, beneran Non." Tia masih berbisik-bisik agar Nyonya besarnya tidak mendengar.

"Bu ... Jangan banyak ngobrol, waktunya kerja-kerja, nanti sudah masuk waktunya makan malam, belum siap lagi," tegur Sandra pada Tia.

"Baik Nyonya,"

"Non, Nona ke atas saja panggil Den Syam sama Tuan besar, sudah mau siap kok masakannya. Nanti Ibu lagi yang kena marah sama Nyonya," titah Tia.

"Oke Bu." Nadhira menanggalkan appron dan pisau di tangannya. Bergegas naik lagi ke lantai dua untuk memanggil ayah mertuanya juga suaminya.

"Malas banget gue, harus ngomong sama singa," gerutu Nadhira. Saat sampai di pintu kamarnya dengan Syam.

"Mas, disuruh turun buat makan malam," ucap Nadhira. Syam hanya diam dan menatap Nadhira sinis.

"Kalau nggak mau, ya udah ...," Sergah Nadhira acuh dengan tatapan sinis Syam.

Nadhira malas, kalau harus menghadapi sifat kekanak-kanakan Syam. Ia sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk Syam. Namun, masih saja tidak pernah dihargai oleh Syam. Malah pria itu selalu merendahkannya.

Semua penghuni rumah sudah berkumpul di meja makan, kecuali Syam. Pria berparas menawan itu masih enggan untuk turun. Membuat Nadhira harus hinaan lagi dari ibu mertuanya.

"Syam mana, Dhir?" tanya Syamsuddin pada Dhira, melihat putra keduanya tak ikut serta makan malam.

"Masih di kamar, Pa. Dhira tadi sudah panggil, mungkin kecapekan, Pa,"

"Kalau nggak bisa jaga keperluan suami, bilang aja, pakai cari-cari alasan segala," sindir Sandra. Memasukkan suapan pertama ke mulutnya.

"You! Apa-apaan sih, jangan begitu sama menantu sendiri," tegur Syamsuddin pada Sandra.

"Saya bicara fakta kok," sanggah Sandra. Memutar bola matanya malas.

Nadhira berpura-pura tidak mendengarkan semuanya. Bohong jika Nadhira tak merasakan sakit pada hatinya. Ia hanya ingin di terima dengan baik di keluarga ini, dan ia juga tak mau sebenarnya menerima perjodohan ini. Namun semua ini demi Dedenya, yang memintanya untuk menikah.

Setelah selesai makan malam, Nadhira membantu Tia untuk membereskan piring kotor dan mencucinya, Tia menyimpan lauk, sayuran, untuk berjaga-jaga kalau ada yang lapar tengah malam.

"Bu, nanti Dhira ambilin makanan buat Syam dulu, ya. Jadi sup dan lauknya jangan di simpan dulu," cicit Nadhira.

"Oke Non, apa Bu Tia bantu untuk menyiapkan, mau?" tawar Tia.

"Boleh, Bu," Jawa Nadhira.

Semua piring kotor sudah bersih, kini saatnya Nadhira untuk naik ke lantai dua. Membawa satu nampan dengan bermacam-macam makanan di atasnya. Sengaja membawanya ke kamar, biar suaminya bisa makan di dalam kamar.

"Mas, tadi Bu Tia masak enak banget, loh. Ini Dhira bawain, biar Mas Syam bisa makan di kamar," cicit Nadhira. Menurun baki ke meja.

"Udah kamu kasih racun kan semuanya?" cetus Syam. Memasang wajah curiga padanya.

"Najis, makan makanan yang dibawa sama kamu," cela Syam.

"Yakin, mau skip?" tanya Nadhira pada Syam.

Belum juga menjawab, perut Syam sudah berbunyi. Membuat Nadhira tertawa terbahak-bahak.

"Udah sana, makan dulu. Kalau mau berantem, besok lagi deh, capek. Jangan sampai Saya bawa turun lagi, ya itu makanan," ancam Nadhira pada Syam.

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang