36

1.1K 33 1
                                    

"Allahuakbar, Dede. Kok bisa kayak gini," cicit Nadhira. Membetulkan posisi duduk Ali.

"Nenek lampir tadi ke sini lagi, maksa Dede, Dhir," adu Fatimah pada Nadhira.

"Timah ...," Panggil Ali lirih.

"Iya, Ayah," jawab Fatimah. Menutup mulutnya, ia hafal ayah mertuanya itu mengultimatum dengan satu kata. Karena didikan dari Ali, Nadhira pun juga sama seperti itu, setiap kali mau memberikan ultimatum pada seseorang yang sudah dekat dengannya.

"Dede, istirahat dulu saja, Dhira cuti beberapa hari ke depan. Syam ada pekerjaan di kantor, jadi dia tadi kirim salam untuk Dede," ucap Nadhira.

"Waalaikumussalam, kamu nggak ada kerjaan di kantor memangnya, Dhir?" sahut Ali.

"Pekerjaan Dhira sudah selesai, De, ada beberapa yang belum selesai, tapi bisa di hendle dari sini,"

"Maaf, yaa. Dede selalu ngerepotin kamu, Tante Timah, dan Om-mu," ucap Ali. Disertai batuk berulang kali.

"Dede ngomong apa sih, sama sekali tidak merepotkan tahu, iya kan Tante?" cicit Nadhira. Melirik tantenya yang ada di samping ranjang. Meminta persetujuan agar kakeknya lebih tenang.

"Iya, sama sekali tidak merepotkan, Ayah. sekarang Ayah tidur saja," sahut  Fatimah pada Ali.

Nadhira membenarkan selimut Ali, sampai menutupi dada. Kemudian membiarkan telepon genggam yang berisi nomornya, juga nomor anak-anaknya tergeletak di nakas bersama minuman dan cemilan untuk Ali.

Setelah memastikan kakeknya tidur nyenyak, Nadhira dan Fatimah keluar, untuk menyiapkan makan malam, untuk mereka.

"Te," panggil Nadhira. Dengan tangan tetap memotong sayuran.

"Iya,"

"Emangnya utang Tante Rosa, berapa sih?"

"Kalau pastinya Tante kurang tahu, Dhir. Tante dengar ada sekitar 20M-an," jawab Fatimah.

"What? Banyak banget, Te," cicit Nadhira.

Sebenarnya dalam hati Nadhira, ada rasa iba. Hanya saja, dia tidak bisa membantu tantenya selagi kesombongan masih mereka kedepankan.

"Iya, kalau maunya Dede. Tante Rosa disuruh pulang dan tinggal di kampung, Dhir. Memulai kehidupan baru, dari nol lagi," ucap Fatimah.

"Tapi–"

"Tapi, Tantenya nggak mau tinggal di kampung, katanya tidak level, masak istri pengusaha tinggal di kampung, gitu,"

"Jadi begitu, ya sudah kalau begitu. Pantas saja Dede bersikap seperti itu," sahut Nadhira.
**
"Haaahh!" Teriak Rosa histeris.

"Ma, Mama kenapa sih, teriak-teriak begitu?" Sahut Alexa. Baru saja menuruni tangga.

"Kakek tidak mau menjual tanah itu, perempuan itu lagi, tidak mau membujuk tua bangka itu,"

"Mama ngamuk di kampung?"

Tebakan Alexa mendapat tatapan tajam dari Rosa, yang berarti itu adalah kebenaran.

"Astaga, Mama." Alexa mengacak rambutnya kasar.

"Gimana dong, Mama kesal sama Kakek. Mama ini anaknya, tapi malah tidak dikasih bagian apa-apa sama Kakek," cetus Rosa.

"Besok Minggu kita ke sana lagi, ini hari Kamis kan, besok Mama ngomong baik-baik sama Kakek," ucap Alexa.

"Ck!" Rosa berdecak kesal.

"Ada apa ini?" tanya Marco, suami Rosa.

"Kamu itu ke mana saja! Utang kamu tidak kamu pikirin, kita pontang panting ke sana ke mari!" Caci Rosa.

"Apa ni! Saya baru pulang, kamu asyik ajak saya berantem saja!" Sentak Marco. Baru saja masuk rumah, belum duduk atau istirahat sudah di todong pertanyaan Rosa.

"Kamu itu tidak tahu malu! Kamu buat saya dan anak-anak menderita!" maki Rosa.

Bom waktu itu meledak kembali, Marco, sebagai seorang suami, merasa harga dirinya diinjak-injak, karena Rosa menguliti dirinya di masa lalu, di depan anak-anak mereka, Rico anak bungsu mereka memilih untuk pergi, mau tidak mau Alexa harus menghentikan semua pertengkaran ini lagi, dan lagi.

"Stop! Ma, Pa, kalian ini kenapa sih? Selalu saja egois! Lihat Rico pergi lagi, kan? Suasana rumah yang seperti ini yang membuat Rico, Sa, tidak betah di rumah, tahu?" Sentak Alexa. Menghentikan perdebatan. Kedua orang tua itu, diam, apa yang dikatakan Alexa, ada benarnya.

"Mama itu, selalu ngajak ribut Papa," adu Marco, masih dengan nada tinggi.

"Kamu, yang nggak pulang-pulang, Aku yang–" perkataan Rosa terpotong sahutan Alexa.

"Stop, stop stop! Kalau Mama sama Papa masih berantem, Sa akan pergi dari rumah!" Teriak Alexa.

"Aaarrrggghhh!" Sahut Marco. Kemudian pergi meninggalkan rumah lagi.

"Lihat, kan? Papa kamu itu!" Tangan Rosa sudah melayang ke udara, sebelum memegang kepalanya yang mendadak pusing, dan menghempaskan tubuhnya di sofa.
**

"You!"

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang