07

1.3K 59 1
                                    

"Wait! Apa kata kamu tadi?" Nadhira menahan lengan Syam yang hendak keluar melewatinya.

"Sa-si-mo! Sana sini mau, kurang jelas?"

"Apa maksud kamu?"

"Emang kenyataan begitu, 'kan? Saya turunkan kamu di sana tadi, buat kamu naik bus, bukan sama dia!" Syam menatap sinis ke arah pria yang  ada di samping Nadhira.

Nadhira menghela nafas berat, menahan amarahnya, melihat pria yang menikahinya beberapa hari itu. Mengatakan ini hanya kesalahpahaman, staff pria yang berjalan memasukinya gedung bersama dengannya itu adalah sebuah kebetulan, jumpa di depan gedung.

"Ini salah paham, Saya bertemu Nurdin di depan, dan kita masuk sama-sama, sekalian mengambil berkas yang dibutuhkannya," jelas Nadhira.

"Alasan! Murah tetap saja murah," umpat Syam sekali lagi. Pria itu melempar senyum merendahkan.

Nadhira hanya menatap tajam pada Syam. Memilih untuk menahan semuanya, daripada membuang-buang waktu untuk urusan tak penting.

"Mari Nur, kita ke ruangan saya." Ajak Nadhira, berjalan melewati Syam dan teman baiknya sekaligus staff di perusahaannya juga. Nurdin mengekorinya Nadhira, tak lupa membungkukkan sedikit badannya tanda hormat kepada atasannya.

Syam masih bergeming, menatap punggung wanita yang dinikahinya itu, penuh arti. Entah sekarang yang ada di hatinya semakin memupuk benci atau timbul bibit cinta. Pria di sampingnya, memperhatikan gerak gerik atasan sekaligus temannya.

"Jadi wanita itu sudah berhasil mencuri perhatian kamu?" Cetus Stif– teman Syam.

"Eh! Omong kosong apa kamu," sanggah Syam. Mengalihkan pandangannya ke arah pria di sampingnya.

"Jujur saja bro,"

"Dia bukan tipeku lah, tipeku itu seperti wanita yang kita temu di bar kemarin,"

"Dania Alexa?" Stif mempertegas wanita yang dimaksud Syam.

"Yes! Dania Alexa, sudah cantik, seksi, manja." Tangan Syam mengisyaratkan bentuk tubuh Dania Alexa.

"Baiklah ... Memang nggak pernah salah tipe kau ini,"

"Of course, boy ...."

Mereka berjalan meninggalkan gedung, entah pergi meeting atau keluar mencari makan untuk sarapan. Padahal di resort juga bisa makan, tanpa harus keluar gedung.
**
"Oke, jadi menu yang biasa kita gunakan tahun lalu, coba kita ubah dengan kita berinovasi ke menu tradisional, negeri kita banyak suku dan budaya, begitupun dengan ragam makanan kita, Din. Coba kamu diskusi lagi dengan chef," ujar Nadhira pada Nurdin.

"Baik, Bu. Akan saya sampaikan dengan Chef, dan segera saya laporkan pada Bu Dhira dan Pak Syam," kata Nurdin. Menutup berkas yang sedari tadi ia dan Nadhira balik lembar demi lembar.

"Nadhira!"

"Hasan!"

Ucap mereka berdua bersahutan. Pria berbadan atletik itu mendekat ke arah  Nadhira juga Nurdin. Hasan, adalah pria yang Nadhira sukai dulu sewaktu  sekolah, tetapi keduanya memilih jalannya masing-masing. Hasan memilih kuliah ke luar negeri, sedangkan Nadhira melanjutkan kuliah di universitas swasta di daerahnya.

"Kamu kerja di sini?" tanya Hasan.

"Iya, Aku kerja di sini, kamu ngapain di sini?"

"Aku sedang berlibur di sini, aku mencari tahu sebelum ke sini, dan resort ini salah satu rekomendasi terbaik dari temanku, jadi aku menginap di sini, untuk beberapa hari ke depan," ujar pria berkulit eksotis itu.

Salah satu yang menjadi daya tarik untuk Nadhira pada pria di hadapannya adalah jiwa petualangannya, Nadhira juga menyukai perjalanan, solo traveling. Namun, ia masih bisa mengontrol dirinya untuk melakukan semua itu. Dan fokus dengan kuliahnya.

"Wah ... Kamu masih sama, ya. Suka traveling," celetuk Nadhira.

"E e, Maaf Ibu saya permisi dulu, ya." Pamit Nurdin pada Nadhira.

"Oh iya, terima kasih, ya," jawab Nadhira.

"Sama-sama Bu, mari Bu-Pak," ucap Nurdin. Kemudian menghilangkan dari hadapan mereka.

Kini hanya tinggal mereka berdua, Nadhira mengajak Hasan untuk makan siang bersama di resort tempat ia bekerja. Mereka membicarakan apa saja, kenangan masa lalu, Nadhira hanyut dalam perbincangan mereka.

Dari kejauhan, Syam melihat Nadhira tersenyum bahagia dengan pria lain. Giginya beradu satu sama lain. Sampai membuat kerutan di rahangnya terlihat.

Tak tahan dengan pemandangan yang ia lihat, Syam menghampiri Nadhira dengan Hasan.

"Wah, senangnya. Lagi ngobrolin apa nih?" Syam ikut nimbrung dengan keduanya.

"Eh, Pak Syam. Kenalkan ini Hasan, teman saya saat sekolah, dan Hasan ... Ini Pak Syam, putra kedua dari pemilik resort ini," ucap Nadhira. Mengenalkan Syam pada Hasan.

Kedua pria itu saling berjabat tangan, Syam melayangkan senyum palsunya, tanpa di minta Nadhira, Syam sudah menduduki kursi yang masih kosong di sana.

Suasana jadi canggung, setelah kehadiran Syam di tengah-tengah mereka. Mata Syam selalu menatap Nadhira tajam, sehingga membuat wanita itu tak bisa berkata-kata lagi.

"E ... San, Kita lanjut besok lagi, ya. Besok aku temani berkeliling sekitar resort. Pemandangan pantai di sini indah banget. Kamu harus keluar waktu sunrise atau senja." Nadhira menawarkan diri untuk menemani pria idamannya di masa lalu.

"Aku ...," ucap Syam. Tertawa palsu pada keduanya. Hasan melihat tingkah keduanya aneh. Menyimpan curiga, tetapi ia tahan.

"Oke, janji ya ... Aku tunggu besok setelah kamu pulang kerja, nggak sabar buat besok deh," sahut Hasan.

"Kalau gitu aku pamit dulu, ya," Nadhira berpamitan pada Hasan juga Syam.

"Oke see you Dhira," ucap Hasan.

"Mari Pak," ucap Nadhira. Setengah membungkukkan tubuhnya tanda hormat. Yang mendapat anggukan dari Syam.

Setelah Nadhira jauh dari pandangan mereka, Hasan ingin meminta bantuan pada Syam untuk membuat surprise untuk Nadhira, ia ingin melamar Nadhira untuk jadi istrinya.

"Pak Syam ... Boleh saya tanya sesuatu sama Bapak?" tanya Hasan pada Syam.

"Boleh, boleh boleh. Apa itu Pak Hasan?" jawab Syam. Menyilakan kedua kakinya. Membuat posisinya senyaman mungkin.

"Bapak sudah lama mengenal Dhira?"

"Belum begitu lama, Pak. Karena Dhira juga baru masuk beberapa hari kemarin, ada apa Pak Hasan?"

"E ... Gimana ya pak, saya malu mau ngomong,"

"Hahaha, kenapa harus malu bapak. Orang bapak pakai baju kok,"

"Bapak bisa aja." Hasan melayangkan tangannya di udara.

"Jadi begini Pak, saya tuh mau melamar Nadhira untuk jadi istri saya pak, nah ... Saya mau minta bantuan Bapak untuk membuat surprise itu," ujar Hasan kemudian.

"Hahaha." Hampir saja Syam tersedak dengan apa yang ia dengar sekarang. Pasalnya Nadhira sudah menjadi istrinya sekarang.

"Wah ... Maaf Bapak, kalau untuk itu saya belum berani,"

"Saya cuma ingin dekor simple di pinggir pantai kok, Pak," sahut Hasan kemudian.

"Maaf pak, saya tidak bisa,"

"Pak saya–" ucapan Hasan terpotong oleh sahutan Syam.

"Maaf Pak, sebentar lagi saya ada meeting. Maaf ya pak, kita jumpa lagi besok, Assalamu'alaikum." Syam mengakhiri percakapan keduanya.

Sesampainya di ruangannya dengan Nadhira, Syam menghampiri Nadhira untuk menghardik wanita tabah itu lagi.

"Wah ... Pangeran kuda putih kamu sudah jemput tuh," sindir Syam pada Nadhira. Nadhira hanya mendengus kesal sembari melirik Syam. Dari tempat kerja.

"Sana pergi tanpa izin suami, sama biar di kutuk jadi batu sekalian,"

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang