"Nggak ada yang pedulikan Aku, semuanya tentang kakak, Papa-Mama, cuma 'Dia, cuma 'Dia yang menganggap Aku penting!" teriak Deandra.
Nadhira baru saja memasuki rumah, sudah melihat pertengkaran adik-kakak di keluarga ini. Syam, hanya membeku di samping Nadhira, tak ada niatan untuk melerai adu mulut di depannya.
"Stop it Dee, Kita semua peduli sama kamu, laki-laki itu nggak baik buat kamu," sahut Syarif.
Deandra berdecis, menaikkan salah satu sudut bibirnya, dan merendahkan kakak sulungnya, Nadhira hendak melerai keduanya, tetapi di cegah oleh Syam. Nadhira berbicara lewat sorot mata, bertanya pada Syam "kenapa?" dan mendapat gelengan dari suaminya.
"Kamu itu perempuan, punya harga diri sedikit!" cibir Sandra ketus. Syamsuddin masih diam, melihat istri dan anaknya bertengkar.
"Mama juga, pernah nggak ada buat Dee, Mama asyik dengan bela saja, sebenarnya anak Mama itu Dee atau Bela!" ucap Deandra. Balik menyudutkan Sandra.
"Kamu–" tangan Sandra. Sudah melayang di udara mau menampar Deandra.
"Apa Ma? Mau tampar Dee, tampar Ma, tampar!" sentak Deandra. Memajukan wajahnya tepat di muka Sandra. Membuat urat wajah Sandra terlihat jelas.
Baik Syarif atau yang lain, seketika diam. Nadhira melihat ada kekosongan dalam diri adik iparnya itu, sebenarnya Deandra adalah gadis yang baik, dan penurut. Hanya saja orang-orang di rumah ini jarang menemaninya untuk berdiskusi. Membuat Deandra mencari ketenangan yang lain di luar sana. Deandra jarang sekali pulang ke rumah.
Deandra naik ke lantai dua, membawa tas jinjing berisikan baju-baju dan buku yang ia butuhkan selama beberapa hari.
**Hari ini, Syarif membawa Tama untuk berbelanja, Nadhira sudah izin dengan Syam, untuk menemani Tama belanja keperluan sehari-hari, mengingat kakak ipar dan keponakannya baru saja pindah.
"Tama, pelan-pelan sayang," seru Nadhira dari kejauhan. Anak kecil itu berlarian kegirangan, melihat wahana permainan yang ada di salah satu mall terbesar di ibu kota.
"Terima kasih, sudah mau nemenin kita belanja, Dhir. Sudah lama banget kakak nggak ke sini banyak yang berubah," celetuk Syarif.
"Iya, Kak. Sama-sama, tentu ada yang beda dong Kak, manusia aja bisa sekejap berubah karena suatu hal, apalagi mall ini, yang sudah enam tahun tak berada di sini, dengan teknologi yang kian berkembang," ucap Nadhira.
"Kamu, benar. Maaf, ya. Kemarin kamu harus melihat pertengkaran keluarga kita, kakak cuma nggak mau Deandra mengalami hal seperti kakak,"
"Kakak merasa keluarga kita sudah tak seperti dulu lagi, Dhir," imbuh Syarif.
Nadhira menghela napas panjang, sebelum mengucapkan beberapa kalimat. Mencoba untuk berada di pihak yang netral, Nadhira tahu maksud dari Syarif baik, hanya saja ... Cara penyampaiannya yang salah.
"Dhira tahu kok, Kak. Dhira juga memperhatikan Deandra, cuma ... Adik kita yang satu itu tidak bisa kalau langsung di todong dengan nasihat-nasihat kita, kita harus paham juga bagaimana perasaan dia,"
"Kakak cuma nggak mau–" kalimat Syarif terhenti. Suaranya menjadi parau, pria berbadan atletik itu meneteskan air mata. Baru beberapa hari Nadhira bersama Syarif, wanita bermata hazel ini sudah tahu bagaimana karakter kakak iparnya. Meskipun badannya kekar, hatinya lembut, sangat lembut, juga tegas dalam bersikap.
"Nanti kalau Dee pulang, Dhira coba ngobrol sama dia, Kak. Sekarang Kakak temani Tama buat main dulu aja, habis itu kita belanja," sahut Nadhira.
Setelah selesai berbelanja, Nadhira dan Syarif pulang, di perjalanan pulang. Syarif melihat laki-laki yang mengantarkan Deandra pulang, dengan gaya yang tidak sopan. Laki-laki itu bersama dengan perempuan lain, bukan Deandra.
"Dhir, itu ... Itu laki-laki yang di bela Deandra kemarin, sampai ribut besar," ucap Syarif. Menunjuk pasangan yang berada sedikit jauh dari mereka.
Nadhira bergegas mengambil foto mereka berdua, karena ia tahu pasti Deandra tidak akan percaya kalau tidak ada bukti.
"Kakak mau samperin–" tangan Nadhira langsung menarik Hoodie yang dikenakan oleh Syarif. Mencegahnya agar tidak berbuat gegabah.
"Nggak, nggak usah Kak, kita nggak boleh gegabah, kita bujuk Deandra dulu, baru kita urus laki-laki itu," sergah Nadhira.
"Ck!" Syarif berdecak kesal.
Sesampainya di rumah, Nadhira memandikan Tama, sebelum membersihkan dirinya sendiri.
"Mas Syam, udah di rumah?" tanya Nadhira. Melihat Syam sudah ada di kamar, duduk di sofa dengan mata menatap layar monitor, dan beberapa berkas di atas meja. Nadhira menghampiri Syam. Setelah mencuci tangannya, Nadhira mengulurkan tangannya ke arah Syam.
"Kenapa?" Syam melihat Nadhira bingung.
"Salim," ucap Nadhira. Santai. Syam mengulurkan tangannya, menyambut tangan Nadhira. Dikecupnya tangan Syam.
Sementara itu, Syam senyum-senyum sendiri, melihat tangannya dicium oleh istrinya, semenjak menikah, baru beberapa kali Nadhira melakukannya, itupun kalau di depan mertua dan kakeknya saja.
"Dih, kenapa senyum-senyum?" cicit Nadhira.
"Enggak papa, seneng aja," ucap Syam.
Nadhira mengerutkan dahi, untuk Nadhira itu hal biasa, yang ia lakukan sejak kecil kepada orang lebih tua darinya atau kepada orang yang ia hormati.
"Lagi ngerjain apa sih?" Nadhira duduk di samping Syam. Merapatkan tubuhnya dengan tubuh Syam. Membuat hati Syam berdetak lebih cepat.
"Sayaang, jangan begitu, nanti Aku jadi nggak fokus," protes Syam. Karena lengan Nadhira bersandar di paha Syam.
"Aku?"
"Iya, lagian kita suami istri, manggilnya masak Saya, Kamu, formal banget, kayak di kantor," sahut Syam. Bersungut-sungut.
"Ooo jadi udah mau ber- Aku kamu an nih? Oke oke oke." Nadhira melanjutkan membaca beberapa paragraf yang ada pada layar monitor. Lengan Nadhira semakin menekan paha Syam.
"Sayaang ...," panggil Syam manja.
"Apa sih Mas?"
"Tangan kamu itu loh, nanti ada yang bangun, kamu mau tanggung jawab," protesnya.
"Astagfirullahal'azhim." Nadhira langsung menarik tangannya dari paha Syam.
"Maaf-maaf," sahut Nadhira.
"Dhira buatin minum, ya, mau minum apa?" tawar Nadhira kepada Syam.
"Eum ... Kopi boleh deh," jawab Syam.
Nadhira menganggukkan kepalanya, dan mau berdiri, tetapi tangannya di tarik oleh Syam. Membuatnya terduduk kembali di kursi.
Syam memeluk Nadhira, erat. Mengecup kening Nadhira berulang kali, menghadapkan wajah Nadhira untuk memandang wajahnya, ia tatap lembut wanitanya.
Cup!
Satu kecupan singkat, mendarat ke bibir Nadhira. Membuat pemiliknya terhenyak, kaget. Dengan perlakuan Syam saat ini.
"I love you," ucap Syam. Setengah berbisik. Nadhira memegang bibirnya, ciuman pertamanya jatuh kepada suaminya.
"I love you more," sahut Nadhira. Memeluk Syam, erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADHIRA CHAIRUNNISA
General FictionFOLLOW DULU YA BESTIE, SEBELUM BACA !! Hatur nuhun :) Nadhira Chairunnisa, gadis dengan mata hazel, yang dibesarkan oleh kakeknya. Kecelakaan besar membuat Nadhira menjadi yatim piatu. Kehadirannya di rumah kakeknya mendapatkan penolakan dari anak...