39

1K 32 4
                                    

"Alexa!" Gumam Syam lirih.

Alexa menghampiri Syam juga Nadhira, dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Mengawasi tubuh Nadhira dari atas sampai bawah. Membandingkan dengan dirinya.

"Body dia nggak oke, masih oke-an Aku, kamu nggak bercanda, kan?" Cetus Alexa.

"Come on sayang, kamu ngapain sih, datang ke sini?" Sahut Syam.

"Kamu, belum jawab pertanyaan Aku!" Pekik Alexa.

"Heh! Perempuan, kamu itu memang perempuan yang nggak tahu diri, ya. Boyfriend Aku pun, kamu ambil juga, kamu nggak mau kan? Kalau Aku bocorkan rahasia kamu ke Syam?" Gertak Alexa pada Nadhira.

"Rahasia, rahasia apa?" Sergah Syam.

"Sayaang, belum saatnya kamu tahu, nanti kalau kamu tahu rahasia dia, dia pasti kamu pecat!" Alexa masih terus memprovokasi Syam.

Nadhira masih bergeming di tempatnya, tatapan Syam berubah tajam, saat melihat Nadhira hanya diam, tak memberikan jawaban.

"Rahasia apa, Dhira?" tanya Syam.

"Kenapa kamu ambil berat urusan dia?"

"Iyalah ambil berat soal gue, gue istrinya, elu yang siapa pengen banget diperhatiin sama suami gue," gerutu Nadhira dalam hati.

"A-aku cuma tidak mau kalau karyawan ku ada yang bermasalah di kantor, reputasi resort jadi buruk nanti!" Ujar Syam. Berakhir dengan dengusan.

"Kalau kamu mau tahu rahasia dia, yuk! kita keluar malam ini," cicit Alexa. Memanfaatkan keadaan.

Syam mendekati Alexa, merangkul tubuh Alexa di depan Nadhira. Apa yang dilakukan Syam, membuat Nadhira geram.

"Dhira!" Panggil seseorang. Baru saja turun dari mobil jeep keluaran terbaru. Nadhira menoleh ke sumber suara.

"Hasan," gumam Nadhira lirih.

"Hai, Assalamu'alaikum," ucap Hasan. Terengah-engah. Karena berlari dari parkiran yang cukup jauh dari tempat mereka berdiri sekarang.

"Waalaikumussalam," jawab Nadhira. Diikuti oleh Syam dan Alexa.

"Waw, cukup keren juga ya boyfriend kamu," sindir Alexa. Melihat Nadhira, dengan tatapan merendahkan. Nadhira menghela napas berat, Hasan  tersenyum, tersipu malu ketika Alexa memanggilnya dengan sebutan 'boyfriend' Nadhira.

"Yaang, yuk! Breakfast, Aku lapar," cicit Alexa. Memainkan kancing kemeja Syam.

"Ayo, Sayaang," jawab Syam. Melirik Nadhira dengan tatapan tajam.

"Kalian mau join sama kita sekalian?" tawar Alexa.

"No, no no. Thank you, ada yang mau saya katakan sama Nadhira. Tentang masa depan kita," tolak Hasan. Matanya berbinar, dia sudah mempersiapkan rencananya dengan rapih, dan berani menemui Nadhira sekarang.

"Oke," sahut Alexa. Mengajak Syam pergi dari tempat mereka berdiri.
**

Deburan ombak yang bersahutan, angin menyapu wajah keduanya, Hasan masih berulang kali mengambil napas dan membuangnya, untuk mengusir grogi dari dirinya. Nadhira lebih memilih untuk menikmati keindahan laut pagi ini.

"Dhir," panggil Hasan.

"Iya, San." Nadhira menghadap ke arah Hasan.

"Aku ...,"

"Aku?" Nadhira mengulang kembali ucapan Hasan.

"Aku, mau ngomong sesuatu sama kamu." Hasan mengambil kotak kecil berwarna merah hati dari saku jaket bombernya.

"Ngomong apa, San?" Sahut Nadhira.

Hasan berlutut di hadapan Nadhira, membuka kotak kecil berwarna merah hati yang disiapkannya, cincin bertahtakan berlian berada di dalam kotak kecil itu.

"Will you marry me, Nadhira Chairunnisa?"

"Hasan, kamu ngapain sih?" Cetus Nadhira.

"Dhir, Aku sudah lama mempunyai perasaan sama kamu, tapi aku harus mengejar mimpiku, dan meninggalkan kamu di sini, aku tahu aku salah, tidak memberi kabar sama kamu, membuat kamu menunggu, dan–" penjelasan Hasan terpotong oleh sahutan Nadhira.

"Aku sudah jadi istri orang, Hasan," sahut Nadhira.

"Nggak, nggak. Kamu pasti bercanda, kan?" Hasan berdiri, sorot matanya menuntut penjelasan dari gadis bermata hazel itu.

Dari kejauhan, Syam mengawasi dua orang yang ia kenal. Mengadu gigi berulang kali, menahan amarahnya. Melipat kedua tangan di depan dada. Alexa sudah pulang, setelah Syam berhasil membujuknya untuk pulang.

"Aku nggak bercanda, Hasan. Syam Mahardika, dia adalah suamiku," ucap Nadhira.

Deg!

Bagaikan disambar petir di pagi hari, rasa yang selama ini ia pendam, tak terbalaskan. Mengapa penyesalan selalu datang belakangan, andai saja saat itu Hasan tidak pergi ke luar negeri, dan berkuliah di dalam negeri, di kampus yang sama dengan Nadhira, pasti ia sekarang sudah menikah dengan Nadhira, gadis yang selama bertahun-tahun mengisi hatinya.

"Kamu, bohong kan! Nggak mungkin kamu istri dari Bos kamu sendiri!" cecar Hasan.

"Hasan," suara Nadhira mulai melemah memanggil nama laki-laki yang pernah mengisi hatinya di masa lalu.

"Kenapa, Dhir? Kenapa harus dia!"

"Semuanya sudah kehendak Tuhan, San,"

"Kenapa baru sekarang kamu bilang, kalau kamu istri dari laki-laki tadi! Kenapa dia bilang perempuan tadi adalah kekasihnya? Kamu nggak bahagia, kan? Lepaskan dia, Dhir, menikah denganku, Aku janji, Aku akan membahagiakan kamu," ujar Hasan.

Nadhira tertunduk lesu, memang awal pernikahannya dia tak bahagia, bahkan untuk mendapatkan pengakuan sebagai istri butuh kesabaran dan keikhlasan dalam menjalankan perannya sebagai istri. Namun, sekarang Nadhira telah bahagia dengan sikap Syam yang berubah padanya.

"San, kamu salah paham. Aku bahagia kok, sama suamiku, sebenarnya aku mau ngomong ini sejak lama, tapi waktunya belum tepat," cicit Nadhira.

"Nggak, Aku akan cari tahu sendiri, kamu beneran sudah menikah atau belum," ucap Hasan. Masih tidak terima kalau Nadhira sudah menikah.

"Hasan, Aku sudah menikah. Lihat–" Nadhira memperlihatkan jemarinya sudah melingkar cincin pernikahannya dengan Syam. Hasan mengacak rambutnya kasar, masih tidak terima, wanita pujaannya telah memiliki suami.

"Kamu hanya mau menghindar dari aku, kan? Makanya kamu menggunakan nama atasan kamu, kan?" Cecar Hasan.

"Astagfirullahal'azhim, Hasan. Aku sudah menikah, demi Allah aku sudah menikah," ucap Nadhira.

"Nggak, nggak mungkin. Pokoknya aku mau cari tahu sendiri," tegas Hasan.
**

"Kamu dibayar untuk kerja! Bukan untuk berduaan sama kekasih masa lalu kamu, o-oh ... Kamu tadi dilamar, kan? Gimana? Kamu terima dong?"

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang