Gramedia

391 40 1
                                    

Selamat membaca ❤️

"Guys guys, gue denger-denger katanya bentar lagi ada peresmian pembukaan mol baru ya? Emang itu beneran?"

"Iya gue juga denger berita itu, tapi katanya yang punya mol itu orang kaya sih," balas Melan.

"Ya namanya buat mol, pasti orang kaya lah," ucap Ela yang membuat Melan terkekeh

'Mol baru, kok gue gak tau soal berita itu ya?' monolog Nadira dalam hati.

Saat ini mereka berempat  sedang berjalan menuju gerbang depan, mereka berjalan sambil diselingi dengan beberapa cerita.

Brummm brumm

Saat sudah di gerbang depan, terdengar suara empat motor ninja hitam yang baru saja keluar dari parkiran dan langsung berhenti tepat di depan mereka.

Galen membuka helmnya,"Mel ayok," ajaknya tiba-tiba.

Ajakan Galen berhasil membuat mereka semua menatap ke arah Galen dan Melan secara bergantian, kecuali Cakra.

Melan menatap Gelan lalu tersenyum tipis, baru saja Melan berjalan satu langkah. Tara langsung mencekal tangan kiri Melan.

"Lo, hutang penjelasan sama kita bertiga," bisik Tara yang langsung melepaskan tangan Melan.

Melan langsung melangkah menuju motor Gelan dan menaiki motornya. Ia juga tak terlalu memperdulikan ucapan Tara.

Kini tinggal Tara dan Ela yanh sudah pasti menunggu jemputan, begitu juga dengan Nadira. Akhir-akhir ini Nadira dan Cakra jarang  untuk pulang bersama, karena mereka berdua tak ingin anak-anak Sma Cakrawala curiga dengan mereka berdua. Juga tentang kejadian Nada yang membuat Cakra trauma.

Cakra membuka kaca helmnya," Aku pulang duluan ya," ucap Cakra lembut yang diangguki Nadira dengan tersenyum tipis.

"Iya, hati-hati ya."

Lalu Cakra menatap ke arah Ela, "El, gue nitip Nadira," ucapnya datar yang langsung diberi jempol oleh Ela dengan wajah yang tak kalah datarnya.

Cakra menitipkan Nadira pada Ela, karena Cakra tau bahwa Ela bisa berkelahi. Hal itu berhasil meyakinkan Cakra untuk menitipkan Nadira kepada Ela, dan ia juga tau bahwa Ela bisa berkelahi dari cerita Abrar.

"Berangkat."

Lalu keempat motor ninja hitam itu melajukan motornya meninggalkan SMA Cakrawala.

                           ******

Saat ini Galen dan Melan sudah sampai di Gramedia, mereka menuruni motor lalu menatap ke arah gedung itu yang tepat berada di depan mereka.

"Ayok," ajak Galen yang berjalan duluan.

Sedangkan Melan sedikit tersentak kaget melihat Galen yang berjalan duluan dan meninggalkannya sendirian.

'Gak peka banget sih jadi cowok,' kesal Melan sambil menatap Galen yang sudah berjalan duluan.

Kini mereka sudah sampai di dalam, dan tepat di hadapan mereka ada banyak buku yang tersusun rapi yang ada di rak.

Melan menatap senang buku-buku yang tersusun rapi itu, senyumnya tak luntur dari tadi. Ya, walaupun masih ada rasa kesal terhadap manusia yang ada disebelahnya.

"Udah sekarang lo pilih buku mana yang lo mau, entar gue yang bayar," ucap Galen enteng.

Melan langsung menuju ke arah salah satu rak buku, mencari-cari buku Bumi karya Tere Liye. Sedangkan Galen hanya mengikuti Melan dari arah belakang.

Setelah menemukan buku yang tepat, Melan langsung menatap ke arah Galen.

"Udah?" tanya Galen.

"Emm kak, bisa gak gue aja yang bayar. Soalnya gue gak biasa dibayarin orang," ucapnya dengan sedikit gugup.

"Lo beda ya dari cewe lain, gue suka."

Blussss

"A-apaan sih."

'Duh jantung gue.'

Sungguh Melan benar-benar baper dengan apa yang diucapkan Galen. Bahkan kedua pipinya sudah bersemu merah mendengarkan ucapan itu.

"Oh iya, setau gue buku Bumi ini ada lanjutannya ya?"

"Ada kak, emang kakak mau beli juga?" tanya Melan.

"Iya, gue mau beli untuk gebetan gue."

Deg

'Gebetan.'

                      *******

Mood Melan benar-benar hancur saat itu juga, ia hanya menatapnya malas makanan yang ada di depannya. Semua benar-benar terasa hambar.

"Mel, lo kenapa?"  tanya Galen heran.

Setelah pulang dari Gramedia, Melan dan Galen mampir ke sebuah restoran yang tau jauh dari Gramedia. Untuk mengisi perut mereka yang lapar, sebenarnya hanya Galen yang lapar. Ya, karena Melan sudah kenyang. Iya, kenyang makan hati.

"Eh, eng-enggak kok kak."

"Gak usah gak enakan kayak gitu, kan gue sesekali beliin lo buku. Inget kalo rezeki itu jangan ditolak," ucap Galen yang langsung melahap makanannya.

Galen mengira bahwa hal yang membuat Melan murung adalah karena dia memaksa agar Melan mau dibelikan buku olehnya, padahal bukan karena itu.

'Gak peka banget sih jadi cowok.'

Tadi saat di Gramedia, Galen juga membeli beberapa buku karya Tere Liye yang sudah pasti akaan diberikan untuk 'gebetannya.'

"Oh iya, gue bisa gak nitip buku novelnya ke lo? soalnya abis ini gue mau ke markas, jadi gue titip sama lo aja gak papa kan?" tanya Galen.

Melan sedikit heran dengan apa yang di katakan Galen, padahal Galen bisa saja memasukkan buku-bukunya ke dalam tasnya tanpa harus menitipkannya pada Melan.

"Boleh kok kak, oh iya kakak kapan mau kasih bukunya ke Gebetan kakak?" tanya Melan secara tiba-tiba sambil menekan kata gebetan.

Galen menatap Melan dengan sedikit tersenyum," Belum tau sih, tapi gue kayaknya mau nitip buku ini ke lo dulu deh. Nanti kalo gue udah siap, gue bakalan ambil semua buku itu."

"Siap? siap untuk?"

"Siap untuk nembak dia."

Deg

Gimana nih perasaan kalian setelah membaca bab yang ini?

Kesal kah?

Atau pengen langsung numbuk Galen wkwk

Oke, segini dulu aja ya byeee 🤗

Rabu, 29 Juni 2022

NADICAKRA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang