dua

133 30 0
                                    

"Kenapa kita ke apartemen lo?""

Yeonjun membuka mulutnya dan Yena memutar kedua bola mata. "Gue punya ruang karaoke kalo lo mau nyanyi sambil nangis sambil mengenang 7 tahun asam-manis hubungan lo sama Yeji sementara gue—"

"Mana ruangannya?" Potong Yeonjun segera sambil berjalan maju. Yena mendecak, "Ruangan paling ujung di sebelah kiri. Jangan gratakan!"

Yeonjun mengacungkan kedua jempolnya sementara Yena menyeduh teh hangat untuk dirinya sendiri sebelum masuk ke dalam ruang kerjanya dan mulai menulis dengan serius tanpa memedulikan jam yang terus bergulir sementara Yeonjun menikmati kesendiriannya dan kesedihannya sampai menangis sesenggukan.

Konon katanya, di dalam putusnya hubungan dua orang yang pernah jatuh cinta, tidak ada pihak yang tidak tersakiti—baik itu yang meninggalkan ataupun yang ditinggalkan. Apalagi kalau hubungan itu sudah dibangun sejak lama.

Bagi Yeonjun, 7 tahun putus nyambung bersama Yeji bukan waktu yang sebentar. Bohong rasanya kalau dia bisa melepaskan Yeji dengan mudah. Enggak, Yeonjun nggak bisa.

Bahkan ketika ia mulai ketiduran sambil memegang mic, Yeonjun masih memikirkan perempuan itu dalam mimpinya sampai menangis.

Yena baru masuk ke ruangan itu tengah malam untuk mengecek keadaannya dan ia berakhir menyeka air mata lelaki itu dengan sedih. Faktanya, dia memang tidak bisa melihat orang lain sedih.

Hatinya benar-benar tidak nyaman dan ketika ia berniat pergi sebentar mengambil selimut untuk lelaki itu, pergelangan tangannya ditahan. Yeonjun mungkin menduga dia adalah Yeji karena ia memanggilnya begitu tanpa membuka mata, jadi Yena membiarkannya bertahan sedikit lebih lama sambil duduk mengamati wajahnya yang sudah membengkak.

Yeonjun pasti benar-benar memuaskan dirinya buat menangis tadi.

"It hurts more than I thought." Gumam Yena dengan tangan yang lain merapikan rambut hitam lelaki itu yang terlihat tidak diurus dengan baik dan kacau. "You must really like her."

Yena menarik napasnya yang mulai terasa berat sebelum melepaskan pegangan Yeonjun dengan perlahan dari tangannya. Setelah berhasil, ia pergi dari ruangan tersebut dan kembali lagi untuk menyelimuti lelaki itu dan memberikannya bantal.

Lalu ia meninggalkannya di sana sebelum melanjutkan pekerjaannya kembali sampai pagi sebelum perlahan mulai terlelap di meja kerjanya.

____

"Who are you?" Ejek Yena sambil memegangi lehernya yang kaku ketika pagi harinya ia melihat Yeonjun sudah mencuri kacamata alien milik keponakan Yena yang tidak sengaja tertinggal saat bermain ke apartemennya. Lelaki itu sedang membuat sesuatu di dapur, dan aromanya membuat Yena merasa ia harus mendekat karena perutnya mendadak lapar.

Ia duduk di stool bar dan menonton Yeonjun yang kini menyajikan sepiring omurice dan membelahnya seperti chef yang berpengalaman sebelum memasang wajah tengil dengan bangga.

"Good morning, Miss Choi." Sapa Yeonjun dengan suara bindeng yang tidak bisa dia sembunyikan. Yena mengulurkan tangan meminta alat makan dan Yeonjun segera memberikannya. "Apa ini balasan karena gue udah meminjamkan ruang karaoke gue?"

"Absolutely, yes."

Sadly, yes.

Yena menyuap sesendok omurice tersebut dan mengangguk-angguk ketika Yeonjun menopang pipinya. "Gimana?"

"Not bad."

Yeonjun mendengus karena respon perempuan itu, namun ia tetap menontonnya menghabiskan sarapan sambil menyesap secangkir kopi hitam dan Yena bertanya. "Lo merasa lebih baik?"

"Gue pikir begitu." Yeonjun tersenyum dan karena kacamata alien yang berada di wajahnya, ia jadi terlihat konyol. Yena menahan diri untuk nggak menertawainya dengan menunduk. "Kenapa gue nggak kepikiran buat ke karaoke dari dua minggu yang lalu ya?" Desah Yeonjun setelah menyesap kopinya.

"Hari ini jadwal lo apa?" Tanya Yena santai. Yeonjun mengedikan bahu, "Biasanya nge-gym dulu sama Yeji sebelum ke Ce & Coffee. Tapi karena gue nggak bisa melakukan kegiatan yang pertama selama dua minggu terakhir, gue bakal leha-leha di tempat lo dulu sebelum berangkat ke Ce & Coffee."

Yena mengerutkan alis sambil mengunyah makanannya, lalu ia menyahut. "Gue nggak bilang lo boleh melakukan itu."

"Gue bakal membereskan apartemen lo sampai kinclong!"

"Duh. Nggak perlu, udah ada orang yang bakal melakukan tugas itu." Sergah Yena lalu mengedikan dagu. "Lo gue kasih waktu lima belas menit buat mandi sebelum cabut dari tempat ini."

Yeonjun menggeleng cepat dan Yena melototinya. "Lo mau ngapain lagi?! Katanya udah mendingan!"

"Gue belom mau pulang!"

"Gue ngusir lo!"

"Gue nggak mau diusir!"

"CHOI YEONJUN!"

Lelaki itu sudah melarikan diri dengan cepat dan Yena mengerang karena Yeonjun memilih kamarnya sebagai tempat pelarian dan mengunci pintunya secepat kilat.

"MANUSIA KURANG AJAR! BUKA NGGAK?!"

"Gue bakal keluar sebelum jam sembilan! Ini masih terlalu pagi buat buka kafe!"

"Lo kan bisa pulang dulu ke tempat lo!"

"Nggak mau. Kalo gue sendirian, nanti gue cuma bakal kepikiran hal-hal yang bikin sedih!"

"BRENGSEK, GUE NGGAK BAKAL KASIHAN LAGI YA SAMA LO?!" Teriak Yena sambil menggedor pintu tersebut emosi. Yeonjun tidak menjawab lagi, ia kini sedang melempar tubuhnya ke atas kasur empuk tersebut. Matanya mendapati tempelan bintang-bintang tersebut di langit kamar Yena.

Nggak berubah.

Yeonjun kemudian mendudukan diri dan memutar pandangan. Ia mendapati beberapa pigura di atas nakas, ada foto-foto masa kecil perempuan itu yang familiar bagi Yeonjun. Lalu... storage box berisi tumpukan undangan pernikahan.

Yeonjun melirik pintu tersebut yang tidak lagi digedor dan memberanikan diri membaca undangannya satu per satu.

Lalu begitu saja, sebaris kalimat muncul di kepalanya; at the end of the day they don't end up together.

how to (stop) falling love with you? | cyj x cyn ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang