dua puluh tiga

117 26 4
                                    

Saat mengamati wajah pulas lelaki itu, Yena mendadak teringat apa yang Yeonjun tanyakan pada malam di mana dirinya menjemput Yeonjun dari Fabulo Club dan membawa lelaki itu ke apartemennya saat ia terbangun pagi ini setelah terjaga semalaman untuk mengecek suhu tubuh lelaki itu.

"Lo pernah jatuh cinta sama gue nggak sih, Na?" Tanya Yeonjun malam itu dalam mabuknya tanpa melepaskan Yena dari dekapannya sementara Yena menjawab dengan jujur.

"Iya."

"Iya?" Yeonjun tertawa. "Gue kan nanyanya pernah atau nggak... Masa jawabannya iya?"

"Karena jatuh cintanya masih sampai hari ini."

Yena tahu kalau Yeonjun tidak akan mengingat semua hal yang ia katakan keesokan harinya. Jadi sekali lagi, Yena menjawab dengan jujur sambil memperhatikan wajah mabuk lelaki itu yang masih terlihat menawan dilihat dari sisi mana pun.

Hal yang tentu saja tidak akan pernah Yena ucapkan dengan keras kepada siapapun.

"Bohong." Yeonjun menyahut geli sambil menatapnya dengan sayu. Ia menjawab dengan pelan, "Mana mungkin lo jatuh cinta sama seseorang yang seumur hidupnya cuma suka sama satu cewek yang sama? Apalagi cewek itu bukan lo."

"Gue juga nggak percaya."

"Lo harus berhenti." Ujar Yeonjun menggurui. Tatapan matanya yang sayu kelihatan serius walau suaranya terdengar melantur. "Karena sampai kapanpun, hati gue kan cuma cukup buat Yeji."

"How?" Tanya Yena seolah mereka sedang membicarakan isi koran pagi. Terdengar sangat santai padahal dari awal rongga dadanya terus berdenyut ngilu.

"How?" Ulang Yeonjun tidak mengerti sementara perempuan itu tersenyum.

"How to stop falling in love with you?"

Yeonjun tidak pernah menjawabnya karena lelaki itu sudah jatuh tertidur malam itu dan ketika Yena melihat wajah tertidurnya lagi sekarang, ia menjadi penasaran untuk menyentuhnya.

Lelaki itu tidak terlihat seperti nyata. Ia seperti manifestasi dari imaji paling luar biasa yang bisa dibayangkan oleh otak manusia.

"Again, it hurts more than I thought." Gumam Yena yang menahan jemarinya sebelum benar-benar menyentuh wajah Yeonjun. Ia bersiap bangkit dan kembali ke kamarnya setelah memastikan demam Yeonjun menurun.

Namun sesuatu menahan pergelangan tangannya dan ia mendapati jemari Yeonjun melingkari pergelangan tangannya sekarang.

"Why it hurts more than you thought?" Tanya Yeonjun ketika ia membuka matanya perlahan dan menatap Yena dengan lurus. "Apanya yang lebih menyakitkan daripada yang lo pikirkan?"

"Kisah cinta lo." Jawab Yena seadanya, ia berusaha santai meski matanya terlihat panik. "Maksud gue, kisah cinta lo sama Yeji. Setiap gue habis mendengar cerita lo, gue selalu ngerasa kalau gue yang lagi ngejalanin hubungan itu. Gue berempati untuk itu. That's it."

Yeonjun terlihat bingung, tapi sepertinya alasan yang baru Yena buat itu bisa diterima olehnya. Jadi Yena menarik tangannya dari genggaman Yeonjun dan melanjutkan.

"Demam lo udah turun, dan kelihatannya lo udah jauh lebih baik. Jadi gimana kalau kita ngelanjutin perjalanan?"

"Ke Paris?"

"Belum sekarang. Kita ke Brussel dulu."

"Brussel di mana?"

"Belgia." Sungut Yena sebelum mengambil bantal dan melemparkannya ke arah muka Yeonjun yang terlihat seperti orang bodoh. "Cepet siap-siap. Kita nggak punya banyak waktu!"

Yena berhasil menghindari Yeonjun pagi itu seperti yang biasa dia lakukan selama bertahun-tahun.

Lagipula... lelaki itu tidak perlu tahu.

Yena tidak berharap mereka berakhir saling mencintai di akhir cerita ini. Ia tidak akan rakus. Ia tahu diri kalau sampai kapanpun, ia tidak bisa menggantikan Yeji di hati lelaki itu.

Jadi, begini saja sudah cukup.

Yena hanya harus menyimpannya. Perasannya-hanya untuknya.

_____

Yeonjun tidak mengerti alasan Yena ingin pergi ke Brussel lebih dulu, karena menurutnya tidak ada yang menarik selain Manneken Pis-patung air mancur ikonik berbentuk anak kecil yang replikanya sudah tersebar ke seluruh dunia-yang masih bisa kencing dengan benar. Yeonjun sudah mengambil foto dengan patung itu tadi dan ia terkikik sendiri ketika melihat hasilnya.

Ia kemudian menyusul Yena masuk ke dalam toko cokelat di dekat patung tersebut untuk sekedar membeli oleh-oleh.

Perempuan itu menggerai rambutnya hari ini, ia memakai kaos berwarna putih dengan gambar benda-benda langit yang lucu dibalut kardigan berwarna khaki yang dipadukan dengan celana jins senada outernya.

Yeonjun melihatnya tampak sibuk memilih dan ia mendekati Yena untuk berakhir disuapi sepotong cokelat. Perempuan itu melakukannya tanpa menoleh ataupun memastikan kalau orang yang mendekatinya adalah Yeonjun. Ia terlihat percaya diri, dan Yeonjun memakan cokelat tersebut dengan senyum kecil. Manis.

Maksud Yeonjun, tentu saja cokelatnya, ia menambahkan agar otaknya tidak salah paham.

"Enak?" Tanya Yena sambil mendongak.

"Mm-hm."

Yena menambahkan beberapa cokelat dengan bungkus yang sama sebelum menyelesaikan pembayarannya dan kini ia menoleh ke arah Yeonjun yang sedang mengusap noda cokelat di bibirnya.

"Habis ini kita mau ke mana? Atomium? Grand Place?"

"Gue berniat pergi ke Musée Magritte Museum tapi lo mungkin bosan karena kemarin kita juga udah ke museum, jadi gimana kalo kita pisah? Lo ke Atomium, Grand Place, or wherever you want."

Yeonjun mendengarkan Yena mengoceh sambil mengangguk-angguk tanpa mengatakan sepatah kata.

Suaranya baru terdengar ketika Yena mendongak, menatapnya, dan perempuan itu bertanya.

"Deal?"

"Nggak."

"Terus maunya gimana?" Bagian di antara kedua alis dan tulang hidung Yena berkerut, perempuan itu bersiap protes namun suaranya hilang hanya karena gerakan ibu jari Yeonjun yang mengusap kerutan tersebut secara tiba-tiba.

"Gue maunya ikut sama lo."

Yena menarik kepalanya dan Yeonjun spontan memasukan tangannya yang mengawang ke dalam saku celana.

"Emangnya lo nggak bosen ke museum lagi?" Tanya Yena cepat. "Kalo lo takut tersesat, lo bisa ngeliat google maps. Sekarang, jaman udah canggih. Waktunya juga lebih efisien."

"Gue nggak takut tersesat!" Gerutu Yeonjun sebal. "Lagian gue nggak pernah bilang gue keberatan pergi ke museum, itu kan cuma asumsi lo."

"Oke." Jawab Yena seadanya yang entah kenapa bikin Yeonjun menggeram karena perempuan itu kembali bertanya. "Beneran nggak mau pisah aja nih?"

"Nggak."

_____

masa sih gapernah oleng ke yena, jun,,,,,,

how to (stop) falling love with you? | cyj x cyn ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang