tiga

121 30 0
                                    

THEN

___

"Dek, you know what? Your childhood friend will be back from California tomorrow." Perkataan Sungmin sambil mengunyah cheeseball dari ruang tamu dan Yena mengerutkan alis sambil menuang susu ke gelas beberapa hari yang lalu terlintas lagi di benaknya. "Hah? Childhood friend? Siapa?"

"Si Yeonjun. Tetangga sebelah. Masa lo lupa sih?" Seloroh Sungmin yang waktu itu menukar posisi tidurnya menjadi duduk dan kembali mengisi mulut dengan cheeseball. "Gue lihat di instagram, dia jadi keren banget, Dek. Beuh, badannya udah jangkung, ada ototnya juga, trus mukanya mendukung lagi. Puberty hits different. Lu kayaknya kalo di sebelah dia kelelep banget sekarang."

Yena mendongak menatap lelaki itu yang kini berdiri di hadapannya dengan senyuman lebar lalu merutuki kata-kata kakaknya. Ia benar-benar berubah menjadi Yena-travelsize di hadapan Yeonjun sekarang.

"Nyokap gue bilang, lo yang bakal nganter keliling lingkungan sore ini."

"Iya." Jawab Yena singkat sambil memakai tudung hoodienya dan menarik talinya sampai ujung. Yeonjun mengikutinya. "Kita mau kemana dulu?"

"Beli minum di minimarket."

"Oke oke."

Yena melirik ke arah lelaki itu lalu menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Katanya lo masuk sekolah gue mulai hari Senin."

"Iya, nyokap bilang, gue bisa berangkat bareng sama lo biar nggak nyasar." Sahut Yeonjun yang bikin Yena mengangkat alis. "Kenapa mau pindah? Bukannya enak ya sekolah di Amrik?"

"Something just happened, dan gue merasa pindah ke sini ada pilihan yang paling baik."

Yena menengok dan memiringkan kepala. "Lo dibully? Kalau iya, sekolah di sini jelas bukan pilihan yang baik. Asal lo tahu aja, tingkat kasus bullying di negara ini tuh buruk banget."

Yeonjun mengerjap karena wajah Yena muncul tiba-tiba di bawahnya, ia kemudian menggeleng. "Bukan. Bukan karena itu."

"Kalau gitu, gue anggap lo nggak punya masalah bersosialisasi." Celetuk Yena yang dibalas anggukan saja oleh Yeonjun. Mereka kemudian terjebak keheningan sesaat dan Yena benar-benar tidak nyaman. Ia menggaruk pangkal hidungnya mencari topik, tapi kekehan tiba-tiba Yeonjun menarik perhatiannya lebih cepat.

"Are you laughing?"

"Yeah." Yeonjun menyahut jujur, dan Yena mengangkat alisnya. "Why?"

"There's flashback suddenly pop out at my head when we was just a child. Kita pernah terjebak di dalam lift ini berdua, dan suasananya benar-benar gelap sekaligus menakutkan. Gue menangis keras karena itu sementara lo merepet ke sudut lift dan berlagak seperti spiderman sambil terus membuat suara." Cerita Yeonjun sebelum lift tiba-tiba bergejolak dan Yena langsung merepet ke sudutnya sambil berpegangan erat. Mata perempuan itu membelalak, sementara mulutnya maju memprotes seperti seekor bebek. "Lo harusnya nggak membahas hal-hal kayak gitu di TKP!"

Yeonjun membelalak, ia kini juga berpegangan erat pada tralis dan menyahut tidak terima. "Mana gue tahu kalau liftnya bakal kumat?!"

Mereka nyaris melanjutkan perdebatan andai permintaan maaf dari staff atas kesalahan teknis yang terjadi berikut himbauan yang meminta mereka untuk tenang tidak terdengar di dalam lift.

Keduanya mungkin saling melempar pelototan tapi mereka terlalu pengecut untuk membuat keributan dan memilih mengunci mulut rapat tanpa melepas pegangan dari tralis besi sampai lift kembali berjalan normal dan mereka langsung berebutan keluar.

Keduanya saling dorong-mendorong bahu seperti anak kecil sebelum Yena berlari lebih dulu yang membuat Yeonjun mengejarnya. Mereka sampai di minimarket lebih cepat karena aksi kejar-kejaran yang berlangsung.

"Kalau gini caranya gimana gue bisa hafal jalan?" Protes Yeonjun yang mengekori Yena menuju lemari pendingin. Perempuan itu mengambil sekaleng isotonik lalu menyahut kelewat santai. "Lama-lama juga bakal hafal, lagipula, lo pasti familiar sama lingkungan di sekitar sini. Biar gimana pun, lo pernah tinggal di sini sepuluh tahun yang lalu."

Yena mengambil sebungkus chiki dan berjalan menuju kasir diikuti Yeonjun yang sudah seperti ekornya.

"Gue nggak yakin gue mengingat banyak hal."

"Lo bahkan mengingat kejadian yang hampir gue lupakan." Sahut Yena yang kini sudah berjalan keluar menuju tenda di depan minimarket dan mendudukan diri di sana. "Lo melupakannya?" Tanya Yeonjun dibalas anggukan Yena.

"Hampir. Waktu lo cerita, kenangan itu tiba-tiba muncul di kepala gue kayak film jadul." Yena membuka bungkus chikinya dan meletakan di atas meja, ia mengedikan dagu ke arah Yeonjun menawarkan dan lelaki itu mulai ikut makan bersamanya. "Apa aja yang lo ingat dari tempat ini?"

"Gue ingat beberapa orang termasuk lo." Ucap Yeonjun yang kemudian menambahkan. "All thanks to my mom, karena beliau selalu nyebut nama lo kalau ada kelakuan ajaib yang lo lakukan."

Yena mencomot chikinya lagi sebelum mendengus. "Not surprised. Gue memang selalu menjadi topik pembicaraan yang menyenangkan dari dulu."

"Pede banget."

"Thats fact." Balas Yena sambil menjulurkan lidah percaya diri. Yeonjun memutar kedua bola matanya, "terus gue juga inget sama abang lo karena kita mutualan di instagram sama twitter."

"Gue juga inget kakek yang biasa dongeng di lobby sama cucunya terus sekarang cucunya yang balik dongengin kakeknya." Yeonjun mengangguk-angguk sebelum matanya tanpa sadar menatap ke satu titik dan dia tersenyum karenanya. "Gue juga inget dia, cewek yang gue suka dari masih kecil."

Yena mengikuti arah pandang Yeonjun dan di sana, ia mendapati gadis cantik bermata indah itu melangkah masuk ke dalam minimarket setelah membungkuk sopan ke arah mereka menyapa. "Malam, Kak Yena."

"Malam juga." Sahut Yena sementara lelaki di sebelahnya sudah bergeming seperti patung.

Yena merutuki kelakuan norak Yeonjun yang satu itu dalam hati.

how to (stop) falling love with you? | cyj x cyn ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang