dua puluh sembilan

117 23 4
                                    

Yeonjun mungkin bukan pengingat yang baik, tapi ia nggak pernah lupa bagaimana ia membacakan surat cintanya siang itu untuk Yeji yang didengar oleh sepenjuru sekolah.

"Suratnya dari anonim, tapi katanya yang buat surat, dia ganteng kayak dewa yunani." Yeonjun bisa merasakan tatapan mengejek dari ruang sebelah, tapi ia tetap melanjutkan siarannya, "Surat ini dibuat untuk Hwang Yeji Kelas 2 Jurusan Tari yang punya mata secantik bintang di langit malam,"

"Yeji," Yeonjun tersenyum dengan senyum tertahan yang membuat pipinya terasa pegal. "Kalau tata surya kita punya benda langit secantik venus di luar angkasa, maka SMA Bimasakti punya kamu yang setara bintang kejora,"

"Aku nggak gombal. Aku nggak bisa gombal. Jadi jangan anggap ini sebagai gombalan karena ini pernyataan sungguhan dari lubuk hatiku yang paling dalam. Lubuk hati aku yang nggak pernah berhenti memuja kamu dalam diam,"

Yeonjun menarik napas dalam sebelum melanjutkan sambil menatap kertasnya, "Yeji, kamu tahu? Aku rasa, bukan bernapas yang menjadi aktivitas paling gampang di muka bumi ini, tetapi jatuh cinta kepada kamu."

"Jatuh cinta sama kamu tuh mudah banget. Saking mudahnya, aku nggak punya waktu yang pasti untuk itu. Konon, butuh 4 menit 9 detik buat jatuh cinta kan? Aku nggak percaya, sebab rasanya, jatuh cinta sama kamu setara kecepatan cahaya. Hanya sekejap saja, dan aku sudah nggak bisa memalingkan perhatian aku selain dari kamu. Ya, seajaib itu,"

"Surat cinta ini pun dibuat sejujurnya, dibuatnya dari hati, dari hati laki-laki biasa yang takut sama hantu dan penolakan." Yeonjun membasahi bibirnya dan terkekeh, "Sayangnya begitu, sayangnya ilmuku belum setangguh pejuang seperti Haechan,"

"Jadi semisalnya surat cinta ini cukup untuk mengetuk pintu hati kamu, mohon segera dibukakan pintunya ya, biar aku bisa masuk dan tinggal di sana. Tolong sambut aku sebagaimana kamu menyambut sebuah kepulangan, dengan lega, dengan hangat, dan dengar jujur."

"Terima kasih sudah mendengarkan segmen surat cinta kita hari ini, selamat siang, sampai jumpa besok, dan have a nice day!" Yeonjun menutup siarannya dan bangkit dari duduknya bersamaan dengan alunan lagu terakhir yang diputar.

"Kak Yeonjun!"

Siang itu, Yeji juga menyambutnya di depan pintu ruang radio dengan napas tersengal. Ia pasti berlari sangat kencang sehingga peluh keringatnya pun mengalir deras.

"Siapa yang ngirim suratnya?" Yeji mendekati Yeonjun dengan mata berbinar penasaran. "Siapa? Mana suratnya?"

Yeonjun memberikan kertas di tangannya kepada Yeji tanpa mengatakan apapun. Ia membiarkan Yeji membacanya sendiri walau hal itu mungkin mustahil.

Itu semua hanya kertas kosong tanpa guratan pena. Tidak ada surat yang ia cari di sana karena semua yang terucap berasal dari kepala Yeonjun dan terekam di sana.

Yeji mengerti, dan ia menangis keras karena itu.

"Hei, kenapa malah nangis?"

"Ngeselin banget!"

"Siapa yang ngeselin?"

"Kak Yeonjun!"

"Oh ya?"

"Iya!"

Yeonjun tertawa saja sementara Somi dengan gemas berseru, "Dipeluk kek! Ditenangin kek! Kok malah diketawain sih Kak?! Peka dong!!"

"Yah, kan belum dijawab, Som,"

"Emangnya Kak Yeonjun nanya aku?!"

"Oh, nggak ya?"

"Nggak!"

"Yeji, mau jadi pacar aku?"

"Mau huhuhuhuhuhu,"

Yeonjun menarik Yeji ke dalam dekapan dan memeluknya dengan erat tanpa peduli sorakan seisi ruang radio ataupun sepasang mata yang menatapnya dengan tatapan yang sulit dimengerti di kejauhan.

"Kamu sakit?" Haechan bertanya kepada Yena dengan suara pelan ketika jemarinya bersarang di dahi perempuan itu. Kedua alisnya terangkat bingung, "Nggak panas kok,"

Yena mengambil alih jemari Haechan untuk ia genggam dengan kedua tangannya. Lalu dengan senyuman, ia mendongak menatap Haechan, "Makasih ya,"

"Loh? Buat apa?"

"Makasih udah sayang sama aku dan nggak menyerah. Aku tahu kok, pasti nggak mudah nahan ego kamu mati-matian setiap kali ditolak sama aku." Tatapan mata Haechan menghangat ketika jemarinya yang bebas ia gunakan untuk merengkuh wajah Yena dan mengusap belakang kepala pacarnya lembut.

"Aduh. Kalo gini ceritanya aku jadi terharu deh,"

Yena mendengus geli, ia memejamkan mata saja sambil menempelkan keningnya di perut Haechan yang berdiri di depannya.

Mungkin, ia pun tidak pernah menyadari tatapan lelaki bermata tajam itu dari kejauhan. Tatapan yang sama sulitnya untuk diartikan oleh insan seperti mereka yang seringkali dihadapkan dengan ribuan penyesalan.

____

sudah dikasi isyarat, tidak mau mengerti

how to (stop) falling love with you? | cyj x cyn ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang