epilog

157 22 2
                                    

     "Halo, Uncle. Aku balik lagi hari ini. Aku juga bawain bunga rangkaian aku sama Mami buat Uncle. Aku juga nyabutin rumput liar yang bikin rumah Uncle jadi jelek." Remaja perempuan itu mengoceh dengan riang sambil meletakan sebuket bunga poppy yang dia rangkai bersama ibunya itu di atas sebuah batu nisan.

      "Hari ini, aku juga punya cerita baru loh. Aku baru aja ditembak sama cowok, dia anak basket namanya Jeongwoo. Uncle tahu nggak? Jeongwoo  itu tengil banget, kata Mami, dulu Uncle juga tengil. Jangan tanya kenapa aku bisa tahu karena Mami nggak pernah absen ngomongin Uncle." Remaja itu kemudian menghela napas panjang, "Tapi, Om, aku bingung deh mau terima perasaannya Jeongwoo atau nggak. Habisnya, dia kayak playboy sih. Nanti kalo aku dibikin nangis gimana?"

      "Itu sih lo-nya aja yang cengeng, Hanni." Sahut remaja lelaki lain yang berjalan mendekat sambil membawa sebuket bunga juga. Tapi kali ini bukan bunga poppy, melainkan bunga bakung.

       "Ih, ngapain Kak Jisung ikut-ikut ke sini?!"

       "Emang ada larangan gue nggak boleh ke sini? Ini kan rumah Uncle gue juga," Jisung meletakan buket bunga itu di sebelah buket bunga milik Hanni sebelum memejamkan mata dan berdoa.

       Hanni mencebikkan bibir tak suka, ia kemudian beralih menatap ke arah lain sebelum menyengir lebar dan berlari memeluknya—ralat, menubruknya. "Tante Yenaa!!!! Oopss,"

       Yena tertawa saja sembari mengusap punggung Hanni sayang sementara Jisung geleng-geleng kepala sambil berkomentar mengejek, "Dia bukan manusia, Mom. She's bulldozer."

     "Watch your mouth, Boy. Hanni juga adik kamu." Sahut ayahnya dari kejauhan yang membuat Jisung menghela napas malas. "Oh, c'mon. Not again, Dad! Anak kalian tuh cuma aku!"

      "But, Mom nggak keberatan punya anak perempuan." Respon Yena selagi Hanni bermanja-manja di pelukannya dan menjulurkan lidah mengejek ke arah Jisung. Oh, Jisung tahu kalau Hanni semakin merasa di atas awan begitu ayahnya turut andil menggoda. "Dad juga nggak keberatan."

      "Hm. Kalau gitu, aku juga nggak keberatan jadi anak kalian. Tapi jangan bilang-bilang Mami sama Papi ya?"

      Tawa mereka pecah mengalahkan rutukan Jisung yang kini mengadu pada nisan di hadapannya.

     "Uncle, did you know? Siklusnya selalu begini, nggak pernah berubah, selalu aja aku yang kena."

     Hanni sudah berlari untuk membekap mulut Jisung yang kini sedang membeberkan aib masa lalunya di depan nisan tersebut seolah sosoknya benar-benar nyata.

     Yena menatap mereka dengan senyum kecil sebelum ia berpaling menatap suaminya yang saat ini tertangkap basah memperhatikannya dengan mata berkaca-kaca.

      "Kenapa?"

      Yena bertanya sementara suaminya mengedikan bahu dan membalas terharu, "It's still like a dream. You're here, beside me. After everything that happened in the past. Rasanya aku takut kebangun tiba-tiba dan semuanya hilang begitu saja,"

      "Bahkan setelah bertahun-tahun?"

      "Bahkan setelah bertahun-tahun."

       "Why?" Yena bertanya geli, "I've already told you in every single day. I'm not leaving you just because of what happened in the past. I will not leave you alone, I will be by your side and help you to solve it."

         "Yes ma'am. That's why there is no reason to stop loving you."

          "Now you know."

The End

how to (stop) falling love with you? | cyj x cyn ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang