tiga belas

113 27 4
                                    

"THIS SONG CALLED TURN ME ON SO I WANT EVERYBODY DANCE LIKE MY BEST FRIEND WHO STILL A LIFE AFTER A BROKEN HEART!!"

Yeonjun baru aja masuk waktu teriakan Woojin yang lagi nge-DJ menggema lewat pengeras suara bak Rosé BLACKPINK lagi konser di Coachella, sumpah, selain kaget Yeonjun juga malu banget karena semua mata jadi memandang kearahnya gitu loh secara Woojin teriaknya sambil nunjuk-nunjuk Yeonjun.

Brengsek banget emang nih Woojin.

Yeonjun kan mau nggak mau ikut jingkat-jingkat juga sok asik dan gabung sama mereka karena nggak nyaman ditatap segitunya.

PADAHALLLL Yeonjun niatnya nggak mau keringetan secepat ini.

Walau tetap aja, Yeonjun hanyut juga sama suasana dance floor yang kelewat enerjik sampai lagunya berganti dan Yeonjun melipir buat mengatur napasnya susah payah.

Ini sih namanya dikerjain!!

"Wooo hot-sexy Yeonjun." Woojin muncul sambil memeragakan jingkatan Yeonjun tadi dengan muka meledek.

"Ngepet." umpat Yeonjun yang kini sudah mendudukan diri di kursi tinggi dan berbalik untuk memesan segelas margarita kepada Jake, si bartender tampan pemilik senyum manis.

"Kenapa nggak sekalian brandy aja, mau mabok kan lo?" Ledek Woojin dibalas sungutan Yeonjun. "Yee gua sukanya margarita ngatur."

Woojin nggak bales cuma nengok ke arah Jake dan bilang, "kalo udah lebih dari dua gelas dia minta lagi, mending lu usir aja, Jake."

"WOY!!"

Woojin ketawa, "Lo kalo mabok udah kayak ahli sejarah nyettt, kasihan yang dengerin." katanya sebelum pamit buat balik ke panggung lagi.

Yeonjun sih nggak dengerin, ya namanya juga Yeonjun, mana mau berhenti kalo belom kena batunya.

Bener aja tuh udah lebih dari dua gelas masih minta lagi dan bener aja mulutnya mulai beraksi.

"Lo tau kenapa Indonesia dijajah sampe 3,5 abad?" Tanya Yeonjun pada orang di sebelahnya yang baru duduk, orang itu berusaha mengabaikannya tapi Yeonjun meraih lengannya buat meminta atensi. "Karena bangsa kita tuh terlalu goblooooooookk, dibaikin sedikit seneng, diperhatiin sedikit seneng, dipuji sedikit seneng,"

"Lo liat gue, lo liat gue sekarang." Yeonjun sambil menunjuk dirinya sendiri, lalu cegukan. "Hati gue rapuh gini bukan tanpa sebab, gue putus-nyambung sama mantan yang selalu ninggalin gue terus balik lagi seolah nggak terjadi apa-apa selama tujuh tahun bukan karena gue goblok, nooo noooo, ini karena nenek moyang kita—" Yeonjun gagal melanjutkan kata-katanya saat dia mulai terisak dengan dramatis. "Bisa-bisanya dia tunangan sama cowok brengsek itu tiga bulan setelah putus dari gue yang selama tujuh tahun nemenin dia."

Yeonjun menarik ingusnya dan mengucek mata kirinya dengan telapak tangan sedih.

"Nggak pa-pa, Cut Nyak Dien pernah bilang 'Dalam menghadapi musuh, tak ada yang lebih mengena dari pada senjata kasih sayang' anggap aja kebulolan gue selama tujuh tahun terakhir ini bakal menghasilkan sesuatu yang baik di kemudian hari." katanya sebelum menjatuhkan kepala di meja bar galau. "Tapi tetep aja hati gue tetep nyut-nyutan BRENGSEKKKK."

"Dia minum lebih dari dua gelas ya?" Woojin datang sembari meraih bahu Yeonjun yang kuyu dan mendecak pelan begitu Jake menjawab kalau Yeonjun mendesaknya dari tadi. Ia hanya melakukan apa yang diminta.

"Gue cuma disuruh."

"Dia biasa secerewet ini kalo mabok, Jin?" Suara lembut itu menceletuk dan perhatian Woojin terarah kepadanya. Mulutnya terbuka sesaat, lalu terkatup lagi. Kemudian ia mengucek matanya seolah memastikan, "Yena?"

"Hai." Yena mengangguk sambil melambaikan tangan kecil. Woojin merapatkan bibir, dan menyahut. "Udah lama ya nggak ketemu? Terakhir kali acara alumni akbar lima tahun yang lalu kan? Habis itu lo absen terus."

"Bener." Yena tertawa kecil. "Habisnya sering bentrok sama deadline, jadi gue nyerah deh."

"Kalau akhir tahun gimana?"

"Akhir tahun?"

"Reunian."

"Bukannya... Udah lewat acaranya?"

"Reuni akbarnya memang udah lewat tiga bulan yang lalu. Tapi angkatan kita mau bikin acara sendiri akhir tahun nanti."

"Oh ya? Gue baru denger kabarnya dari lo malah, serius,"

"Emang belum disebarin sih, tapi yang ngepalain Hangyul sama Wooyoung makanya gue dapet kabar duluan,"

Yena mengangguk-angguk, lalu dengan cengiran kecil ia membalas, "Oke deh. Gue usahain kali ini,"

"By the way, gue juga... baca buku lo yang A Man With His Dandelion." Ujar Woojin seolah sudah menahannya sejak lama untuk diutarakan, Yena membulatkan mulut saat Woojin mengucapkan sebuah kutipan dari buku tersebut. "Saya hidup dan berteman bersama keajaiban, sehingga ketika orang-orang datang dan kembali—"

"—saya melepaskan mereka seperti halnya tiupan angin yang menerbangkan seluruh harapan seseorang yang ada pada setiap kelopak bunga dandelion." Potong Yeonjun yang tiba-tiba sudah mengangkat kepalanya menatap Yena. "Dia penggemar rahasia lo sejak kelas 2 dan lo bertanggung jawab karena bikin dia baru punya pacar setelah lo nggak pernah datang di acara alum—pfft!"

"Dia emang suka meracau yang aneh-aneh kalo mabuk. Wataknya emang nyebelin dan berkali lipat lebih nyebelin kalau lagi patah hati. Dia mau ditinggal nikah sama Yeji." Sergah Woojin yang kini memapah Yeonjun susah payah karena badannya memang tergolong mungil dibandingkan lelaki raksasa itu. "Gue harus nyetopin taksi buat dia. See you later, Yena."

"Whooosh. Nggak perlu repot-repot." Yeonjun menarik tangannya dari tubuh Woojin dan menepuk bahu lelaki itu berulang kali dengan keras. "Gue bisa nebeng sama nenek lampir."

"Siapa yang lo bilang nenek lampir?!" Seru Woojin dengan panik sementara Yena sudah turun dari kursinya dan mendekat. "Minta maaf! Ayo minta maaf!"

Yena meringis pelan dengan tatapan menenangkan kearah Woojin.

"Nggak pa-pa. Biar gue aja yang anter dia pulang. Gue bebas alkohol kok." Yeonjun memindahkan tangannya di bahu Yena dan mendusel di puncak kepalanya. "Hng... Gue mau karaokean di tempat lo."

Yena tidak menyahuti Yeonjun dan memilih pamit kepada Woojin yang terlihat terkejut menatap punggung mereka, tapi ia sama sekali tidak menjelaskan apa-apa.

Perempuan itu memapah Yeonjun susah payah sebelum melemparnya ke dalam mobil kasar. Ia kemudian memasangkan sabuk pengaman sementara Yeonjun kembali mengoceh dramatis. "Apa kita bakal ke Eropa sekarang? Visa-nya udah mau jadi kan? Gue mau pergi jauh dari tempat ini. Gue nggak kuat ngeliat Yeji sama cowok lain rasanya kayak mau mati. Sesak banget dada gue."

"Lebay!" Balas Yena sebelum menutup pintu dan memutari mobil. Ia menghela napas pelan saat Yeonjun merajuk sambil memukul dada kirinya berulang-ulang. "Beneran! Dada gue sakit banget di sini!"

Yena nggak menjawab, ia cuma menyalakan radio yang dengan ketidakberuntungannya menyetel lagu kebangsaan patah hati Yeonjun.

Sepanjang jalan, ia harus pasrah mendengarkan suara lelaki itu yang menyanyikan lagu When I Was Your Man milik Bruno Mars dengan sangat-sangat-sangat sumbang meski background musiknya sudah berganti ke lagu lain.

"Our song on the radio but it don't sound the same

When our friends talk about you, all it does is just tear me down

'Cause my heart breaks a little when I hear your name."

how to (stop) falling love with you? | cyj x cyn ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang