Chapter 28

38 0 0
                                    

Alena duduk di kursi meja yang berada di dalam kamarnya, ia memegang sebuah kertas hasil pemeriksaannya di rumah sakit, hasilnya menunjukkan ada tumor di dalam otaknya dan sudah menyebar, Alena meneteskan air matanya mengingat kembali waktu ia melahirkan Joana, seorang bayi perempuan yang terlahir prematur karena tragedi kecelakaan mobil hingga menewaskan ayah dan ibunya.

Untungnya Alena hanya mengalami luka ringan dan pendarahan sehingga harus mengeluarkan Joana dari dalam perut Alena saat usia kandungannya masih 7 bulan.
Penyesalan seumur hidup yang dialami Alena, karena jika bukan karena dia yang ingin pulang menemui suaminya hari itu juga, semua kecelakaan hingga kehilangan kedua orang tuanya tidak akan terjadi.

Alena hanya bisa menangis sambil menulis di lembaran kertas berwarna pink, air matanya terus saja menetes ke kertas itu hingga membuat kertas itu basah oleh air mata Alena.
Jam menunjukan pukul 3 subuh, Alena merasa sakit di bagian kepalanya, ia memegang kepalanya, wajahnya sudah pucat, beberapa lembar kertas sudah ia tulis, bibir pucatnya tersenyum menatap kertas kertas tulisannya, ia lalu memeluk kertas itu dengan erat

"Joana anakku, maafin bunda nak" ucapnya dalam hati

Alena beranjak dari kursi mejanya berjalan menuju ke kasur, ia duduk di bawah kasur sambil menarik sebuah kotak dari bawah kolong kasur.
Setelah melipat dan memasukkan kertas itu ke dalam amplop, Alena membuka kotak yang ia tarik dari kolong kasur.

Ia menatap isi kotak itu sambil tersenyum, ia menaruh beberapa lembar amplop ke dalam kotak lalu menutupnya kembali.
Di jalan Alena berjalan sambil membawa kotak ,memegang kepalanya yang terasa sakit, pandangannya buram seketika penglihatan Alena menjadi gelap dan tubuh Alena pun jatuh ke aspal.

Dokter menyerahkan kotak itu kepada Naya, Naya mengambilnya, ia bingung kotak dari siapa

"Beliau berpesan kepada saya agar saya menyerahkan kotak itu kepada Mbak Naya" ucap dokter menatap Naya

Pada saat itu Alena yang berbaring di atas kasur rumah sakit mulai membuka matanya, ia menatap langit langit ruangan yang terang, ia tengak tengok ke kiri dan ke kanannya dan melihat tangannya dipasang alat infus, ia menengok ke arah nakas, seseorang telah menaruh kotaknya di sana. sadar ia berada di rumah sakit, Alena berusaha bangun dan mencabut alat infusnya.
Saat itu juga dokter Herman datang lalu langsung mencegah Alena melakukan hal itu

"Dokter saya ngak mau di sini, saya mau pulang" ucap Alena berusaha melepas alat infusnya lagi

Usahanya lagi lagi ditahan oleh dokter
"Jangan mbak"

Kepala Alena kembali sakit, ia memegang kepalanya merintih kesakitan, nafasnya pun terengah-engah.
"Dokter, dokter saya tau dokter orang baik" ucap Alena dengan nafasnya yang terengah-engah

"Sa-saya ngak kuat lagi dokter kepala saya sakit banget"

"Suster! Suster! suster! Siapkan ruang ICCU un-.." dokter Herman tidak melanjutkan perkataannya karena dicegah oleh Alena

"Jangan, ngak perlu, saya mau minta satu permintaan boleh?" Tanya Alena kepada dokter, air matanya sudah menetes ke bawah bantal

"Setelah kematian saya, tolong hubungi nomor ini, nomor dan fotonya ada di dalam kotak itu" Alena menunjuk ke kotak yang di simpan di atas meja

"Tolong, kasih kotak itu kepada Naya, dia adalah sahabat saya, dia harus tau semuanya"

Nafas Alena terengah-engah, setelah menahan sakit yang luar biasa, Alena memejamkan matanya,tv detak jantung pun sudah bergaris lurus, dokter Herman segera memeriksanya, detak jantung tidak lagi terdengar, ia juga merasakan denyut nadi di pergelangan tangan Alena, namun tetap saja tidak ada, dokter segera mengeluarkan alat pacu jantung untuk membantu mengembalikan detak jantungnya, berkali kali dokter berusaha mengembalikan detak jantung Alena tidak kunjung kembali.

kisah Naya & Samuel ( Cinta Yang Tak Pernah Hilang )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang