Chapter 9

92.2K 5.1K 1.8K
                                    

Pagi-pagi Hunter sudah berulah. Setelah mandi dan berpenampilan rapi, lelaki itu berlari kecil menuruni anak tangga. Melewati semua para pelayan dan bodyguard yang membungkuk memberinya sapaan hormat disertai tatapan kagum.

Hunter menuju garasi mobil lalu mengeluarkan salah satu blue supercar miliknya. Dia bawa mundur kemudian memainkan gas berkali-kali. Membuka kap di atas hingga tampaklah pria itu yang tengah menempelkan ponselnya di telinga—sedang berbicara di telepon.

Melihat ke belakang melalui kaca spion, Hunter lantas kembali menggeber-geberkan mesin supercarnya yang bersuara garang itu.

"Tuan tidak sarapan? Kami sudah menyiapkan—,"

"Aku akan sarapan di luar. Kalian habiskan saja semua menu yang ada." Hunter menyela, memotong ucapan Rumi.

Melempar ponselnya ke jok di sebelah, langsung saja pria itu mengemudikan supercarnya keluar dari halaman mansion.

Memegang setir kemudi dengan cekatan siap melaju kencang, namun niatnya dia batalkan sebab Hunter melihat Ruth sedang menikmati jalan paginya seorang diri di kompleks tersebut.

Dua hari sudah mereka tak saling bicara meski Hunter berada di mansion. Jangan mengobrol, Ruth bahkan benar-benar menghindar tiap kali mereka hampir berpapasan.

Tidak pernah lagi Ruth mengangkat kepalanya untuk melihat wajah tampan Hunter. Pun selalu menolak Rumi yang kerap kali menyuruhnya untuk mengantarkan kopi ke kamar tuan mereka itu.

Spontan Ruth terperanjat. Melompat ke tepi saat Hunter berhenti tepat di sebelahnya setelah menggeber mesin supercarnya satu kali.

"Ingin ikut denganku?" tawar Hunter tiba-tiba. Melihat Ruth memeluk kucing kesayangannya di dads dengan erat.

"Tidak. Terima kasih." Ruth menolak. Hendak pergi namun Hunter langsung saja membuka pintuk di sebelahnya.

"Masuklah. Hari ini aku tidak bekerja dan kita bisa berkeliling kota sebentar," kata Hunter. "Bukankah kau ingin berkuliah di London? Mari, masuk dan kita jalan-jalan sebelum kau pergi."

"Siapa yang memberitahumu?" Ruth spontan membalas. Tidak lagi ingin memanggil Hunter dengan embel-embel tuan.

"Ibumu," jawab Hunter cepat. Melirik Ruth dan jok di sebelah secara bergantian. Memerintah Ruth segera masuk dengan gerakan bola matanya.

"Masuklah, Cassia Ruth Elodie. Masuk dan duduklah dengan tenang." Hunter memerintah. Berubah serius mimik wajahnya.

Tak ingin berdebat, langsung saja Ruth masuk lalu duduk manis sembari mengelusi bulu-bulu halus kucingnya yang dia pangku.

Hunter mulai mengemudi. Ini kali pertama ia dan Ruth duduk bersama di dalam mobil dan hanya mereka berdua. Rasanya aneh sebab dia tengah bersama seorang anak pelayannya di mansion.

Ruth melirik Hunter dengan ekor matanya. Melihat pria itu meletakkan sikunya di jedela mobil sembari memutari-mutari ponselnya di tangan. Memegang setir kemudi dengan satu tangannya saja dan memandang lurus ke depan.

Mereka menjadi bahan sorotan sebab kap mobil Hunter yang terbuka bebas. Tak jarang pula mereka direkam namun hanya fokus kepada Hunter saja. Of course, siapa yang tak mengenal pria itu? Lagi pula, jarang-jarang Hunter berkeliling dan menunjukkan wajahnya dengan bebas seperti ini di depan umum.

"Pria seperti apa yang menjadi impianmu?" Tiba-tiba saja Hunter bertanya.

Ruth memeluk kucingnya. "Yang pasti rendah hati dan tidak sombong."

"Jadi maksudmu aku sangat sombong?"

"Baguslah jika kau menyadarinya."

Hunter menarik sudut bibir tersenyum tipis. Melepas kacamatanya kemudian menyugar rambutnya sekali. Ia tengok sekilas ke arah Ruth dan kembali lagi melihat ke depan.

RAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang