Chapter 12

93.2K 5.6K 1.1K
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Sebelum benar-benar meninggalkan Los Angels, Ruth pun mengiyakan ajakan teman-temannya untuk berkumpul dan menikmati makan malam bersama sebagai tanda perpisahan mereka.

Mereka semua telah dewasa. Bahkan ada beberapa dari teman-teman Ruth yang akan segera menikah dalam waktu dekat. Tidak sedikit pula dari mereka yang merasa heran terhadap Ruth.

Bagaimana caranya Ruth dapat bertahan dan tak pernah goyah hati serta imannya kepada semua pria yang mendekati. Aneh tentu saja. Dia wanita dewasa dua puluh tiga tahun, tetapi sampai detik ini Ruth tak pernah sekalipun memiliki kekasih.

"Sungguh kau ingin kembali ke Belanda?" tanya seorang teman Ruth.

"Um. Aku ingin menunjukkan kepada orang-orang yang dulu menghina ibuku bahwa, ibuku berhasil menyekolahkan putrinya sampai ke jenjang yang di mana tidak semua orang dapat capai. Mungkin banyak, tetapi tidak dari mereka semua memiliki prestasi yang setinggi diriku. Bahkan masih murni sampai di hari ini dan tidak pernah ternodai oleh jahatnya dunia modern," tutur Ruth tenang.

Satu yang sangat menjadi daya tariknya. Perempuan itu benar-benar tenang. Tutur katanya terdengar lembut namun tegas di setiap kata.

"Kau luar biasa, Cassia. Secara tidak langsung kau benar-benar memotivasi kami untuk dapat mendidik anak-anak kami kelak agar menjadi seperti dirimu," sahut teman Ruth yang lain.

Perempuan itu mengangguk sekali seraya mengulas senyum. "Menjadi seperti ini adalah impianku. Dulu ketika remaja, aku pernah direndahkah oleh seseorang. Hinaannya itulah yang menjadi pacuanku."

"Seorang pria?"

Ruth tersenyum lagi. "Um... yah! Seorang pria yang saat ini telah menikah dan memiliki anak. Kurasa dia pun tidak akan pernah melupakan semua perkataannya padaku," jelas Ruth pelan. Lantas menyedot jus di gelasnya dengan anggun.

"Aku masih ingin meraih gelar Doctor, tetapi aku kasihan pada ibuku. Jadi, kuputuskan untuk segera menerima tawaran menjadi seorang Dosen, mengumpulkan uang dan kelak aku akan mengejar gelar Doctor-ku," kata Ruth. Serius dan dia tidak main-main. Dia bukan lagi Ruth yang suka bercanda ataupun membicarakan hal-hal tidak penting.

RAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang