Chapter 13

93.7K 5.5K 1K
                                    

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


****

"Menyebalkan. Dasar tidak tahu malu."

"Ada apa lagi dengan putri Ibu? Pulang-pulang langsung marah-marah begini," lontar Rumi. Sibuk memasak sementara Ruth sedang duduk di kursi meja makan.

"Hunter. Ternyata dia pemilik kampus di mana aku mengajar. Andai aku tahu dia pemiliknya, tidak akan aku mau mengajar di sana," jawab Ruth. Menyatukan semua surainya lalu ia ikat satu.

Rumi tersenyum manis. "Kalian sudah bertemu? Bagaimana perasaanmu, masihkah berdegup kencang dan terkagum-kagum padanya?"

Ruth memutar bola matanya singkat. Menenggak segelas air lalu ia bersandar dan menghela napas.

"Semuanya sudah berubah, Bu. Dulu aku hanya gadis remaja kecil yang tidak tahu apa-apa. Di mataku, hanyalah Hunter seorang yang sangat sempurna," kata Ruth. "Entah aku sudah buta atau apa. Bisa-bisanya aku menilai laki-laki itu sempurna." Ruth mencibir seorang diri namun dapat Rumi dengar.

"Jadi dia sudah tidak lagi seksi, panas dan sempurna di matamu?" Rumi memancing. Masih ingin tahu bagaimana perasaan putrinya kepada Hunter.

"Bu, enam tahun aku berada di negeri orang. Banyak sekali pria-pria keren dan hebat yang aku temui selama aku di UK dan US. Dan Hunter, dia hanya salah satu dari mereka. Bukan hanya Hunter, banyak pria keren hebat di luar sana," jelas Ruth.

"Meski aku akui tidak ada yang sebrutal Hunter dalam memiliki daya tarik, dan tidak ada yang melebih dirinya dalam memiliki aura panas seksi," lanjut Ruth. Kesal karena itu merupakan kenyataan.

Rumi tertawa sembari memasak. "Ibu merasa asing karena kau memanggil Tuan dengan sebutan namanya saja."

"Jadi aku harus tetap memanggilnya Tuan? Oh, tidak akan. Itu tidak akan pernah terjadi meski dia lebih dewasa dariku. Aku pun bersumpah tidak akan pernah lagi menundukkan kepalaku padanya. Tidak akan pernah lagi aku memberinya rasa hormat." Menggebu-gebu Ruth berucap.

"Bila perlu dirinya yang harus membungkuk dan menghormatiku. Inilah kenapa aku harus segera meraih gelar Doctorku agar pendidikan kami setara," tambah perempuan itu.

"Jadi itu yang membuatmu masih belum merasa puas? Karena kau belum memiliki gelar Doctor seperti Tuan Hunte?" tanya Rumi. Membawa beberapa piring menu makanan ke meja.

"Ya, benar. Hanya itu yang belum. Dia menguasai tujuh bahasa asing, aku pun sudah. Dia memiliki banyak sertifikat pengalaman, aku pun sudah. Selama berkuliah dia menyapu bersih pujian dan beasiswa, aku pun mendapatkannya. Tinggal satu itu saja yang belum dan aku harus segera meraihnya."

Rumi bertepuk tangan. "Hebat sekali putri Ibu. Haruskah Ibu jual rumah dan tanah kita ini? Lalu ditambah dengan uang tabungan kita ?"

"Tidak, Bu. Jangan. Sepertinya aku akan kembali ke US dan mengajar di salah satu kampus incaranku. Sembari membuka kursus berbahasa asing juga les private bagi anak-anak pejabat," cetus Ruth.

RAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang