52

20.3K 1.1K 21
                                    

Bonus <3

Damian tidak mampu menahan rasa sakit yang menghantam hati nya, sangat sakit seolah ia tertusuk ribuan jarum dari perkataan Noah barusan.

"Aku ingin bersama mu Noah, aku ingin berada di sisi mu apapun yang terjadi!"

Noah menggeleng, ia mengusap air mata Damian, "aku tidak bisa, kita tidak di takdirkan untuk bersama. Baik kau dan aku, kita tidak bisa hidup saling mendampingi satu sama lain, meksipun kita memiliki cinta yang besar."

"Omong kosong!"

Noah memeluk Damian sekali lagi, "benci lah aku.. aku telah begitu jahat kepada mu, namun perlu kau ketahui, aku sangat mencintaimu Damian.. aku sangat sangat mencintaimu.." Noah menangis sambil memeluk pria yang sangat ia cintai itu, "rasa nya, aku lebih memilih untuk mati daripada menjalani hidup seperti ini.."

Damian menatap kosong, ia merasa lega saat mengetahui bahwa cinta nya tidak bertepuk sebelah tangan, namun rasa lega nya itu hanya sekejap mata berganti dengan rasa sakit yang luar biasa, ketika Noah mengatakan bahwa ia memilih pergi.

"Damian..."

"Noah, bunuh lah aku, aku tidak bisa hidup tanpa mu."

"Jangan katakan itu, aku masih ingin kau hidup.. jika kau khawatir aku akan menggugurkan anak ini, maka buang saja kekhawatiran mu itu. Aku tidak akan membunuh nya... Kau harus tetap hidup, kau harus melihat rupa anak mu kelak.."

Kedua nya menangis, mereka menumpahkan rasa sakit dan rindu mereka satu sama lain, saling memeluk dan mencium.

Damian enggan menjaga jarak walau hanya satu inchi, ia ingin selalu merasakan tubuh Noah, ia ingin mengobati rasa rindu nya yang selama ini ia pendam.

Tubuh mereka yang masih basah, kini menjadi lengket, Damian merasa sesak akibat tidak bisa menangis lepas, sedangkan Noah sudah tersengal akibat menangis terlalu kuat.

Damian menurunkan posisi tidur nya, ia menjadi sejajar dengan perut Noah. Damian mencium perut Noah yang belum begitu besar.

"Sayang.. apa kau mendengar suara ku dari sana? Ini ayah mu.. apa kau juga merindukan ku, hm.."

Noah semakin merasa sakit ketika Damian berbicara dengan calon anak nya, ia membelai kepala Damian dengan lembut.

"Ayah sangat menyayangimu... Perlu kau tau, ayah tidak pernah membencimu, ayah selalu ingin kau terkahir dengan selamat ke dunia ini... Nak, ayah ingin melihat mu tumbuh besar di dalam sini, merasakan saat kau pertama kali menendang, dan menuruti semua keinginan mu.."

Damian mencium perut Noah, "ayah ingin  menimang mu saat kau lahir, ayah ingin mendengar suara tangisan mu di malam hari...hiks..." Damian tak sanggup melanjutkan perkataannya, tenggorokannya seolah di cekik hingga ia tidak melanjutkan kata kata nya.

"Ayah ingin selalu bersama mu..dan ibu mu.."

Noah menangis, ia memeluk Damian dengan erat, begitu pun Damian yang memeluk Noah sangat erat.

"Biarkan aku bersama nya, setidaknya anak ku bisa mendengarkan suara ku.."

"Damian..."

"Aku ingin bersama kalian lebih lama lagi.."

Noah mengangguk, ia mengizinkan Damian berbincang dengan janin di dalam perutnya itu, ini pertama kali nya ia mendengar Damian berbicara banyak hal, ia mengatakan berbagai hal bahkan hal hal yang tidak penting sekali pun.

Damian bahkan menceritakan semua kegiatan nya dari pagi hari hingga siang hari, sesekali pria itu tersenyum ketika menceritakan kisahnya sendiri.

Meskipun tersenyum, Noah tau jadi pria itu tidak baik baik saja, Damian juga terluka, sangat jelas terlihat dari sorot mata nya yang sayu.

Meksipun suaranya tidak lagi bergetar, Damian masih merasa sesak dalam hati nya.

Noah tersenyum tipis, di sela sela rasa sakit nya, ia merasa hangat melihat Damian begitu menyayangi calon anak nya itu.

Ia ikut mengusap perutnya sendiri, "apa kau mendengar itu sayang? Ayah mu sangat irit bicara saat bersama orang lain, dan lihatlah ia sekarang. Ayah mu berbicara tanpa henti dengan kecepatan lima puluh kilometer per jam."

Damian merengut mendendangkan ejekan dari Noah, "itu tidak benar, asal kau tau saja, ayah mu ini sangat ramah dengan semua orang.. kau harus mirip seperti ku saat kau sudah besar nanti!"

Noah terkekeh, ia menyentil kening Damian dengan keras "tidak! Aku lah yang mengandung nya, maka dia harus mirip dengan ku!"

"Tidak Noah...aku lah yang membuang nya, tentu saja dia harus mirip dengan ku, kan?"

"Benarkah? Dia harus mirip dengan ku, aku tidak mau tau.."

Damian mengangguk, ia kembali memposisikan tubuh nya sejajar dengan Noah, ia membawa lelaki manis itu kedalam pelukannya, menirukan Noah di atas lengan nya.

"Dia harus mirip dengan kita berdua, dan yang paling penting adalah, dia harus lah lahir dengan selamat. Kau juga harus tetap sehat, kau harus selamat bahkan saat kau melahirkan nya, mengerti?"

Damian memeluk pinggang Noah dan mencubit pipi Noah dengan gemas, "um.. aku mengerti."

Damian mengangguk, ia termenung dan memikirkan sesuatu. Hal itu menguat Noah sedikit bingung, ia meraba rahang kokoh milik ayah dari calon anak nya itu.

"Apa yang kau pikirkan, Damian?"

"Noah...saat kau melahirkan anak ini nanti, boleh kah aku meminta satu hal kepada mu?"

"Katakan.."

Damian tersenyum tipis dan mengusap perut Noah beberapa kali, "beri kan marga ku di belakang nama anak kita."

"......"

Noah tertegun.

Sesaat kemudian ia tersenyum dan mengangguk, "tentu saja, aku akan memberikan marga mu di nama anak kita nanti.. dengan begitu, ia bisa dengan jelas mengetahui siapa ayah nya yang sebenarnya."

Damian tersenyum bahagia dan mencium bibir Noah sekali lagi, ciuman itu tanpa nafsu, ciuman itu seolah menyalurkan rasa cinta yang sangat besar yang mereka miliki

Damian menahan tengkuk Noah dan memperdalam ciuman mereka, ciuman itu sangat lembut, Noah menutup mata dan menikmati permainan lidah Damian yang selalu membuat nya merasa nyaman.

Tanpa mereka sadari, percakapan mereka terdengar dengan jelas hingga keluar, Cate tak mampu menahan Isak tangis nya mendengar ucapan perpisahan dari mereka.

Cate sudah merasakan, bagaimana sakit nya harus berpisah dengan orang yang di cintai, jadi ia tau persis apa yang mereka berdua rasakan.

Terlebih, ia lah alasan mereka harus berpisah, Cate mendengar bagaimana Damian menyatakan rasa cinta di nya kepada Noah, begitu pun Noah yang mengutarakan rasa rindu dan cinta nya kepada Damian.

Cate seolah tertampar oleh kenyataan, ia tidak seharusnya memisahkan dua orang yang saling mencintai itu, ia tidak seharusnya menyakiti hati anak nya dengan menghancurkan rasa cinta yang ia miliki untuk Damian.

Cate sadar, rasa sayang Damian kepada Noah dan calon anak mereka sangat besar, meskipun jauh di dalam lubuk hati, Cate masih sangat mencintai Damian.

"Hiks....Noah.."

Cate berlari ke kamar nya, ia menumpahkan tangisannya di dalam sana.

Setelah sekian lama, akhirnya ia sadar bahwa ia telah menjadi dinding yang menghalang kebahagiaan anak dan calon cucu nya kelak.

"Betapa buruk nya.. pantas kah aku di sebut sebagai seorang ibu? Aku nyaris menyuruh Noah menggugurkan anak yang sebenarnya sangat ia sayangi, dan menyuruhnya berpisah dengan pria yang ia cintai.."

Cate masih menangis sambil memeluk foto Noah, "maafkan mommy sayang... Kau pun pantas untuk berbahagia.."

 OH DADDY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang