57 (ekstra chapter)

16.3K 1K 24
                                    

Beberapa jam kemudian setelah Noah tidur di sofa akibat menunggu Damian selesai dari rapat nya, ia kemudian bangun dan mendapati sosok pria tengah tidur dengan posisi tengkurap di sebelahnya. Damian terlihat lelah, terlihat jelas lingkaran hitam di bawah mata nya dan posisi tidur yang tidak nyaman namun pria itu tetap bisa tidur dengan pulas.

Noah tertegun sejenak, awal nya ia ingin marah dan memaki Damian karena sangat lama tapi beberapa saat setelah melihat pria itu sangat menyedihkan maka ia mengurungkan niat.

Pakaian Damian sangat berantakan, kemejanya terbuka hingga di bagian dada, baju nya yang semula masuk didalam celana sekarang sudah berada di luar celana, jas nya tergeletak di lantai dan dasi yang terlepas dari simpulnya.

Noah membelai rahang pria itu dengan jemari lentik nya, Damian tampak tidak terganggu dengan sentuhan itu dan Noah melanjutkan belaiannya. Ia membelai pipi, rahang hingga leher Damian. Wajah nya belum berubah, sejak pertama kali melihat Damian hingga saat ini, pria itu masih belum berubah sedikit pun terkecuali bulu bulu halus yang tidak begitu panjang memenuhi bagian rahang nya. Noah membenci itu.

Noah tidak suka dengan bulu bulu halus di wajah Damian, ia terlihat terlalu tua dan mengerikan belum lagi saat pria itu mulai menciumi nya, rasanya sangat geli jika Damian sedang mencium perutnya.

"Damian.." Noah menepuk wajah Damian dengan pelan, ia melihat jam sudah menunjukan pukul empat sore dan Damian masih tidur lelap di sebelahnya.

"Damian bangun," kata Noah. Noah menghela nafas saat pria itu tidak kunjung bangun dan malah memunggunginya.

"Damian ini sudah sore, apa kau akan menginap disini? Aku tidak mau tidur di kantor mu, aku mau pulang! Damian!"

Damian bergerak karena terganggu dengan Noah yang terus membangunkannya, "ngh.. ada apa? Aku sangat lelah."

"Aku ingin pulang.." rengeknya

Damian mengerjapkan matanya beberapa kali lalu menggeliat sambil menguap. Ia melirik kearah Noah yang masih berada di bawah selimut dengan wajah malas namun tetap membangunkannya untuk pulang.

"Apa kau juga tidak akan bangun?"

"Aku sudah bangun."

Damian menghela nafas, ia menggaruk kepalanya dengan ekspresi bodoh. "Baiklah, kalau begitu ayo bangun."

***

Damian memutuskan untuk membawa Noah pulang karena tidak mungkin untuk ia tetap di kantor dengan kondisi Noah yang akan terus merengek tidak nyaman di sana. Ia benar benar mengira bahwa mood Noah sangat mudah untuk di kendalikan. Cukup dengan wajah lelah dan tampang yang menginginkan belas kasihan, maka Noah akan luluh dengan sekejap.

Tapi ternyata itu salah.

Mereka tiba di rumah. Noah berjalan mendahului Damian kearah kamar dengan wajah mengantuk dan malas, Damian hanya melihat remaja itu dari belakang sambil mengikutinya.

"Noah.." panggil Damian sambil memeluk Noah dari belakang, ia tau bahwa Noah tengah kesal kepadanya karena seharian ia tidak memberikan perhatian dan hanya sibuk dengan pekerjaan.

"Apa kau marah kepadaku? Aku tidak memperhatikan mu sejak tadi pagi karena aku sangat sibuk, kau tau sendiri ada banyak hal yang harus aku kerjakan dan aku tidak bisa meninggalkan tanggung jawab ku begitu saja, aku harap kau tidak mendinginkan ku, Noah."

Sebenarnya Noah sangat kesal kepada Damian, tapi setelah menatap mata pria itu hati Noah luluh seketika. Terlihat jelas dari sorot mata Damian yang seolah mengatakan bahwa dirinya membutuhkan istirahat, ia sangat lelah dan banyak beban yang ia pikirkan.

Noah tersenyum, sebagai istri yang baik ia tidak mungkin membiarkan suaminya tertekan dan semakin lelah. Jadi, Noah memeluk Damian dan mengusap punggung kekar suaminya dengan lembut.

Noah ingin menjadi istri yang baik dan meringankan beban Damian, ia tersenyum dan merasakan Damian membalas pelukannya.

"Terimakasih," kata Damian.

Noah mengangguk, "aku ingin kelapa muda yang kau petik sendiri dari kebunnya, sekarang juga." Noah tersenyum tipis sambil mengusap rahang Damian dengan wajah tanpa dosa

"....." Damian membeku dengan perkataan Noah barusan, ia seolah tidak percaya dengan kata kata itu.

"A apa?" Ia kembali bertanya dengan wajah bingung, "apa yang kau minta tadi?"

Dengan senang hati Noah mengulang kalimatnya, "aku ingin buah kelapa muda yang kau petik sendiri dari kebunnya, jangan lupa buah kelapa yang bulat sempurna."

Damian terkekeh, "apa yang kau katakan sayang, memetik buah kelapa? Di sini ada banyak penjual kelapa muda, ayo, aku akan membelikannya untuk mu."

"Beli?"

Wajah Noah berubah drastis, wajahnya mendadak menjadi sangat dingin dan menatap Damian seolah siap membunuhnya dalam sekejap.

"Noah.."

"Aku hanya meminta buah kelapa yang kau panjat sendiri dan kau tidak ingin melakukannya untuk calon anak mu sendiri? Apa kau sadar Damian, apa yang telah kau lakukan hari ini sangat melukai hatiku? Di mana perasaan mu sebagai seorang suami dan nuranimu sebagai seorang ayah?" Noah menunjuk wajah Damian dengan tatapan nyalang, "kau tidak memenuhi tanggung jawab mu sebagai kepala keluarga! Aku benar benar kecewa Damian!"

Damian merasa terpukul dengan perkataan Noah, apanya yang tidak punya hati nurani? Ia hanya tidak bisa memanjat pohon kelapa dan tidak ada kebun kelapa di dekat sini.

"Noah, kau salah paham.."

Noah menghela nafas kasar dan menepis tangan Damian saat ia hendak menyentuh wajahnya, "lupakan saja."

Melihat Noah yang kesal, Damian tidak punya pilihan lain, lagi pula ini adalah permintaan dari anak nya ia tidak mungkin akan menolak keinginan itu begitu saja, Damian dengan sedikit berat hati mengangguk, "baiklah, baiklah, kau ingin kelapa muda kan?" Tanya Damian yang enggan melihat Noah cemberut.

"Jika kau tidak mau, tidak usah." Jawab Noah dengan ketus.

"Tidak sayang, bagaimana aku akan menolak keinginan mu? Ayo kalau begitu aku akan membawa mu untuk mencari buah kelapa ya?" Beberapa detik setelah mendengar perkataan Damian, wajah Noah berubah sumringah.

"Benarkah?"

"Ya, benar." Noah memeluk Damian dengan erat dan memberikan satu kecupan di bibirnya.

"Kalau begitu ayo! Aku tau dimana kebun kelapa di sini."

Damian mengangguk pasrah, malam itu mereka benar benar mencari cari dimana tempat untuk memetik buah kelapa.

Sebuah kebun yang berada lumayan jauh dari perkotaan bahkan butuh waktu dua jam untuk sampai di sana membuat Damian semakin lelah namun Noah semakin bersemangat. Mereka turun dari mobil dan melihat beberapa pohon kelapa yang tinggi menjulang di depan mereka.

Entah siapa pemiliknya, namun ini sudah malam dan tidak mungkin untuk mencari pemilik kebun hari ini.

"Damian, panjat lah."

"Noah, apa kau yakin tidak menginginkan hal lain? Bagaimana jika kita belanja pakaian atau barang barang mewah saja? Setidaknya kita harus mengajarkan anak kita hidup bahagia sejak dini."

Noah menatap dengan tatapan tak setuju, "apa menurut mu hanya uang yang bisa membuat anak mu bahagia? Kau terlalu banyak alasan, cepat panjat atau aku yang akan memanjatnya?"

Damian menggeleng, "tidak, tidak, jangan lakukan itu, aku akan memanjatnya untuk mu."

Noah tersenyum penuh kemenangan dan melihat Damian yang melepaskan sepatunya satu persatu.

"Damian."

"Ya?"

"Petik buah yang bulat dan besar, ingat itu!"

"Baik, Yang mulia."

 OH DADDY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang