—Selamat Datang dan Selamat Membaca—
✨✨✨
Meskipun ia belum berhasil membunuhnya, tetapi ia sudah cukup puas dengan hasilnya. Suyin tahu bahwa mulai dari hari ini pintu rumah Yizhou dan hatinya akan semakin tertutup untuknya. Namun ada kelegaan juga kepuasan tersendiri ketika ia bisa melampiaskan perasaan yang sudah ditahan-tahannya selama ini.
Setelah ini, ia takkan peduli lagi dengan apa pun itu.
"Suyin, apakah kau sudah gila?! Apa yang kau lakukan?!"
"Aku tidak gila, dan aku juga tidak melakukan apa pun,"
Yizhao menggeram marah. Ditatapnya wanita itu yang kini duduk santai tanpa emosi di ruang kerjanya. Wanita itu luar biasa nekat. Ketika Dae-Jung memberitahunya bahwa Suyin memaksa ingin pergi ke rumah Yizhou, ia sudah ingin murka dan melarangnya. Yizhao memang mendukung tiap aksi Suyin yang tak pernah masuk akal, tapi ia tetap tak suka dengan segala hal yang tak diperhitungkan matang-matang.
"Dae-Jung bahkan sudah kuperingatkan untuk selalu mempertimbangkan tindakannya, sudah selalu kuingatkan agar ia jangan gegabah melakukan sesuatu, tapi kau, kau justru nekat datang ke rumahnya dan ingin membunuh Jiyeon. Kau baru saja melakukan hal gila, Suyin, setidaknya berilah jeda agar perbuatanmu sebelumnya tak tercium sama sekali."
"Lalu apa bedanya? Diberi jeda atau tidak, Yizhou tetap akan mencurigaiku,"
"Tapi tetap saja, Suyin,"
"Sekarang kutanya padamu, apakah kau pernah meminta Archard memberi jeda untuk tiap aksinya? Apakah kau lupa jarak dari Archard yang mencoba menenggelamkan Yishan dan ia yang mencoba membunuh Yishan dengan menembaknya tak ada seminggu? Bahkan ia melakukannya terang-terangan,"
Yizhao diam. Tampak tak suka dengan perkataan Suyin yang memang benar adanya.
"Kau terlalu menganakemaskannya sampai kau lupa bahwa ingatannya bisa kembali kapan saja,"
"Tutup mulutmu, aku tak ingin membahas Archard bersamamu, biar dia tetap menjadi urusanku." Kini pahamlah ia kenapa Dae-Jung sangat kesal jika harus berhadapan dengan Suyin di luar dari masalah pekerjaan. Perkataan Suyin dan gaya bicaranya terkesan menyudutkan juga menyebalkan di saat bersamaan. "Mana pisaumu? Berikan padaku,"
"Tak ada."
"Tak ada bagaimana?"
"Tidak ada, pisau itu sudah tak kubawa, Yizhou sudah merampasnya dari tanganku,"
"Merampasnya?"
"Dia, juga kedua anaknya, mendobrak pintu kamar itu ketika aku sudah hendak membunuh Jiyeon. Pisau itu sudah berada di lehernya, tapi Yizhou menarik tanganku dan melemparnya entah ke mana,"
Yizhao mengepalkan kedua tangannya. Masih menatap Suyin yang sama sekali tak merasa bersalah setelah membiarkan pisau itu dirampas. "Kau bodoh, kau benar-benar bodoh,"
"Kenapa? Itu kan hanya pisau,"
"Hanya pisau yang didalamnya terdapat bubuk racun. Bubuk yang waktu itu juga pernah kuberikan padamu,"
"Jangan menipuku. Tak ada bubuk racun yang kau maksud di pisau lipat itu,"
"Pisau lipat itu juga sejatinya tak berbentuk seperti pisau lipat pada umumnya. Ada satu celah kecil yang muat untuk menyimpan bubuk halus. Ketika kau menodongkan pisau itu, bubuk racun tersebut akan tetap aman di tempatnya, tapi ketika kau melempar pisau itu, bubuknya bisa berhamburan ke mana-mana."
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLE : "Between Flowers, Hearts and Us"
RomanceAntara bunga, hati dan kita, siapakah sebenarnya yang paling mengerti satu sama lain? Antara bunga yang berguguran dan bersemi, antara hati yang tercerai-berai dan bersatu-padu, antara kita yang saling terluka dan melukai, manakah yang lebih dulu ak...