Jalan Takdir

94 7 0
                                    

Cerita ini insya allah akan terbit tiap hari Senin dan Kamis.

Untuk yang ingin membaca dengan versi lebih cepat, bisa banget di aplikasi Fizzo. Cerita ini di update dengan judul dan nama penulis yang sama.

Selamat membacaa...

"Ummah.. Zidan mau mainan itu.." Zidan merengek sambil menunjuk layar televisi yang tengah menayangkan kartun upin-ipin kesukaanya.

"Zidan mau apa nak?" Mahda mendekati Zidan sambil menyangga perutnya. Di usia kehamilannya yang menginjak sembilan bulan ini ia sungguh kewalahan, sekalipun hanya untuk berjalan.

"Zidan ingin mobil-mobilan baru ummah. Zidan juga ingin membeli mainan kereta api," terang Zidan dengan antusias.

"Boleh nak. Tapi tidak sekarang ya. Kita tunggu abi saja. Bukannya mainan-mainan Zidan sudah banyak?" Mahda mencoba untuk membujuk putranya.

"Tapi Zidan sangat ingin, ummah."

Mahda mengajak putranya untuk duduk di atas sofa. Ia lelah jika harus berdiri untuk waktu yang cukup lama.

"Zidan tahu tidak jika sebentar lagi Onty Syahna akan datang?"

"Zidan tahu ummah. Minggu depan Onty Syahna akan datang." Mahda tahu jika putranya itu memang sangat cerdas. Ia bisa memahami kata-kata Mahda dengan mudah.

"Nah, Onty Syahna akan datang dan membawa banyak mainan untuk Zidan. Apa Zidan tahu?"

Kali ini bocah gembil itu menggeleng. "Apa ummah tidak berbohong?"

"Tidak sayang. Ummah mengatakan yang sebenarnya."

"Tapi ummah. Apa onty Syahna akan datang dengan naik pesawat?"

"Iya, sayang. Onty Syahna akan datang dengan naik pesawat. Ada apa, nak?"

Zidan terlihat berfikir. "Apa onty bisa membawa mainan-mainan untuk Zidan? Bukankah pesawat itu penuh dengan orang ummah? Apa onty Syahna bisa membawa semua mainan Zidan?"

"Hahaha. Kamu lucu sekali, nak." Mahda menghujani pipi Zidan dengan ciuman. Gemas sekali rasanya.

"Ummah... Zidan bertanya karena tidak tahu." Zidan mulai merengek. Ia mencoba menghindar dari wajah Mahda yang terus saja menciuminya.

Mengetahui anaknya yang mulai kesal, Mahda buru-buru menghentikan tawanya. "Maafkan ummah, sayang, Ummah tidak bermaksud tertawa.

Zidan merengut kesal. Ia mencebikkan bibirnya

Melihat ekspresi putranya itu, rasanya Mahda ingin kembali tertawa. "Onty Syahna pasti bisa membawa mainan Zidan. Zidan tinggal menunggu kedatangan Onty Syahna."

"Memangnya mainan-mainan Zidan akan ditaruh dimana saat di pesawat ummah? Apa Onty Syahna akan memeluknya seperti saat Zidan memeluk mainan baru Zidan dari abi?"

Mahda tersenyum. Nampaknya putranya itu benar-benar penasaran. Ia sama sekali tidak berniat untuk melepaskan Mahda dari pertanyaan yang baginya rumit itu.

"Zidan takut Onty Syahna kesusahan gara-gara membawa mainan Zidan, ummah." Zidan mencoba menjelaskan kekhhawatirannya. Maksud hatinya, ia tidak ingin membuat onty kesayangannya mengalami kesulitan karenanya.

Mahda menghadiahi Zidan sebuah kecupan di dahinya, sedang kedua tangannya memeluk tubuh kecil Zidan dengan erat.

"Setiap pesawat itu memiliki tempat penyimpanan barang, nak. Tempat penyimpanan itu biasa disebut dengan bagasi." Mahda mencoba menjelaskan sesederhana mungkin kepada putranya.

"Apa bagasi itu seperti almari tempat mainan Zidan, ummah?" tanay Zidan polos.

"Benar sekali, nak. Wahh pintar sekali kesayangan ummah ini."

Persinggahan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang