Pacuan Waktu

83 10 0
                                    

Cerita ini insya allah akan terbit tiap hari Senin dan Kamis.

Untuk yang ingin membaca dengan versi lebih cepat, bisa banget di aplikasi Fizzo. Cerita ini di update dengan judul dan nama penulis yang sama.

Selamat membacaa...

"Cepat suster, siapkan ruang operasi. Kita harus segera mengambil tindakan."

Rombongan dokter dan suster itu berlarian menuju ruang tindakan letak Mahda berada. Nampak di dalam ruangan beberapa dokter tengah berusaha untuk menyetabilkan kondisi Mahda.

"Kondisi ibu sudah stabil," lapor dokter Laila.

"Kita harus segera mengeluarkan bayinya. Akan lebih mudah mengontrol kondisi ibu dan bayinya secara terpisah."

"Kondisi bayi juga sudah memungkinkan untuk dikeluarkan. Selanjutnya kita hanya butuh mengawasinya dari inkubator. Biar dokter Laila dan suster Ana yang mengawasi perkembangan bayinya secara langsung," instruksi dokter Rahma.

"Dari segi usia kandungan dan bobot bayi, seharusnya tidak butuh waktu lama bagi si bayi untuk menghabiskan waktu dalam inkubator. Hanya saja saya khawatir jika si bayi ikut mengalami cidera dikarenakan benturan keras yang terjadi pada si ibu."

"Baiklah, apa ruangan operasinya sudah siap, suster Lia?"

"Sudah, dokter Rahma."

"Untuk berjaga-jaga kita harus meminta dokter tambahan. Dikhawatirkan kondisi ibu tiba-tiba kritis."

"Tentu dokter."

Malam itu juga diadakan operasi caesar untuk kelahiran anak kedua Mahda. Totalnya ada empat orang dokter dan tiga orang suster yang akan ikut dalam tindakan operasi. Karena mereka tahu bahwa Mahda adalah cucu menantu Hamid ar Rayyan, rumah sakit segera memberikan fasilitas terbaik. Dokter-dokter dan suster-suster senior yang akan menangani operasi Mahda secara langsung.

Pukul 18.00 tepat operasi Mahda dilakukan. Hamid ar Rayyan memutuskan untuķ menunggu di depan ruang operasi Mahda. Romi selaku asistennya tetap setia mendampingi di sebelahnya.

"Apa umi Rahma sudah diberitahu, Romi?"

"Sudah, tuan."

Hamid ar Rayyan menghela nafasnya sejenak. "Bagaimana reaksinya?"

"Beliau terdengar sangat syok, tuan. Beliau sempat berteriak histeris lalu tersedu-sedu menagisi nyonya Mahda dan tuan muda Zidan. "

"Aku tahu itu pasti akan terjadi Romi. Umi Rahma itu sudah terlalu banyak mengalami kehilangan. Sama sepertiku."

"Saya ikut bersedih atas musibah ini tuan. Saya harap nyonya Mahda dan tuan muda Zidan baik-baik saja."

"Firasatku mengatakan ebaliknya Romi. Yang lebih kukhawatirkan sebenarnya adalah kondisi Jauhar. Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan anak dan istrinya."

"Saya yakin dokter Jauhar pasti baik-baik saja, tuan. Beliau adalah sosok yang tegar."

"Justru itu Romi, di balik tegarnya Jauhar, aku tahu banyak kesakitan yang dipendamnya. Sedari kecil ia sudah tidak memiliki ibu. Tak lama istriku, selaku nenek yang merawat dan mengasihinya sedari kecil pergi menyusul ibunya. Baru-baru ini ayahnya juga ikut pergi meninggalkannya. Aku tahu Jauhar tidak terlalu dekat dengan ayahnya, jadi saat ayahnya harus pergi dia tetap baik-baik saja. Lagipula saat itu Mahda dan anak-anaknya yang mendampinginya. Tapi untuk saat ini Romi, kamu bisa lihat seberapa hancurnya dia saat mengetahui kondisi istri dan anaknya. Aku harap mereka semua bisa selamat."

"Saya selalu berdoa untuk kebaikan anda dan juga keluarga anda tuan. Semoga saja nyonya Mahda dan tuan muda Zidan bisa melewati masa kritisnya."

"Romi, aku akan pergi ke masjid rumah sakit. Aku titipkan cucu menantuku padamu. Jika ada apa-apa segera hubungi aku."

Persinggahan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang