Cerita ini insya allah akan terbit tiap hari Senin dan Kamis.
Untuk yang ingin membaca dengan versi lebih cepat, bisa banget di aplikasi Fizzo. Cerita ini di update dengan judul dan nama penulis yang sama.
Selamat membacaa...
"Syahna, hentikan.." teriak Jauhar sambil berlari ke arah dokter Haris. Dari ujung koridor, Jauhar dapat melihat aksi brutal Syahna yang tengah berteriak-teriak ke arah dokter Haris. Tubuh kecil wanita itu tampak hampir memukulkan tasnya ke arah tubuh dokter Haris jika saja Jauhar tidak segera menyingkirkan tubuh dokter Haris. Tanpa sengaja, tindakan Jauhar itu membuat tubuh Syahna terdorong ke belakang. Rahim langsung saja memegangi tubuh adiknya. Hampir saja Syahna terjengkang ke belakang jika Rahim tidak menahannya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Jauhar keras. Terlihat sekali bahwa ia sangat marah kepada Syahna.
"Aku tidak suka dengan idenya untuk mengangkat rahim Mahda. Bagaimana mungkin kau mengizinkannya, Jauhar? Apa kamu sudah gila?"
"Memangnya kenapa? Jika memang itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan Mahda, maka aku akan melakukannya."
"Tapi tidak begini caranya, Jauhar. Rahim Mahda tidak harus diangkat. Masih ada kemungkinan untuk mencegah hal itu."
"Syahna, kamu juga seorang dokter. Kamu pasti tahu jika cara paling efektif yang bisa dilakukan untuk saat ini adalah melakukan histerektomi total. Cara itu yang paling sesuai dengan kondisi Mahda saat ini. Jika operasi itu tidak segera dilakukan, nyawa Mahda yang akan menjadi taruhannya."
"Apa kamu sudah memikirkan Jauhar, bagaimana perasaan Mahda saat ia mengetahuinya nanti? Akan sehancur apa hatinya?"
"Saya yang lebih tahu tentang perasaannya, Syahna. Saya suaminya." Jauhar merasa tersinggung dengan perkataan Syahna. Mau bagaimanapun Jauhar rasa ialah yang paling mengerti Mahda. Bagaimanapun juga Mahda adalah istrinya. Selama ini mereka selalu menghabiskan waktu bersama.
"Tapi aku sahabatnya, Jauhar. Aku mengenalnya sama baiknya denganmu. Bahkan aku telah bersama dengan Mahda jauh sebelum kamu hadir dalam hidupnya."
"Lalu, apa yang kamu mau? Tadinya saya berniat untuk memberitahumu baik-baik, Syahna. Saya menghargaimu sebagai sahabat baik Mahda. Mahda sangat menyayangimu. Makadari itu saya ingin meminta izin dengan baik kepadamu. Tapi apa yang kamu lakukan Syahna? Kamu malah membuat keributan dengan menyerang dokter Haris."
"Maaf, Jauhar. Aku memang lepas kontrol tadi. Aku hampir menyerang dokter Haris. Maafkan aku, dokter Haris. Tidak seharusnya aku berbuat begitu," Syahna menatap dokter Haris dengan menyesal.
"Tapi ingat, semua itu kulakukan karena aku marah. Aku marah kepada dokter Haris dan juga dirimu, Jauhar. Aku marah karena dokter Haris mengusulkan hal itu dan aku marah padamu karena telah mengizinkan dokter Haris untuk melakukannya." Syahna kembali menatap Jauhar. "Bagaimana mungkin kamu mengizinkan untuk melakukan histerektomi total kepada Mahda? Mahda akan sangat kecewa nantinya Jauhar. Mahda seringkali bercerita padaku bahwa ia sangat menginginkan untuk memiliki anak yang banyak denganmu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hatinya," lanjut Syahna emosional.
"Saya tahu Syahna. Dan saya tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Saya sudah merasa cukup dengan adanya Zidan dan putri kedua kami. Bagiku Mahda telah memberikan kebahagiaan terbesar di hidupku."
"Aku.. aku tidak bisa Jauhar. Aku tidak bisa mengizinkannya. Aku tidak bisa membayangkan betapa hancurnya Mahda nanti." Syahna mulai tergugu. Rahim segera memeluk tubuh adiknya erat.
"Syahna, kamu harus menghormati keputusan Jauhar. Mau bagaimanapun Jauhar adalah suaminya. Jauhar yang jauh lebih berhak atas Mahda," nasehat Rahim sambil mengelus kepala adiknya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persinggahan Hati
Romansa'Jika harus memilih, siapa yang akan kau pilih, Jo?' 'Entahlah, karena Syahna seumpama Khodijah bagiku sedang Mahda layaknya Aisyah. Hanya saja Allah lebih dulu mempertemukanku dengan Aisyah sebelum menyatukanku dengan Khodijah' *** Sampai saat ini...