Singgah

90 6 0
                                        

Cerita ini insya allah akan terbit tiap hari Senin dan Kamis.

Untuk yang ingin membaca dengan versi lebih cepat, bisa banget di aplikasi Fizzo.  Cerita ini diupdate dengan judul dan nama penulis yang sama.


Umi Rahma tiba di Jakarta satu jam sebelum pemakaman Zidan dilakukan. Karena jenazah Zidan sendiri sudah dibawa pulang ke kediaman, Umi Rahma langsung menuju ke rumah Jauhar. Di sepanjang perjalanan iku, umi Rahma tak henti-hentinya menangis. Dengan setia, mama Farah menenangkan mantan besannya itu.

Banyak sekali yang mengiringi pemakaman Zidan. Rekan-rekan kerja Jauhar, relasi bisnia Hamid ar Rayyan, para tetangga, juga puluhan anak yatim di yayasan dekat rumah Jauhar yang sudah pasti mengenal Zidan.

Syahna sendiri mengikuti prosesi pemakaman Zidan dengan sempurna. Yang mendampinginya untuk kali ini adalah kakak iparnya, istri darI Rahim, Sarah.

"Mbak Sarah bisa pulang terlebih dahulu. Syahna masih ingin disini," pinta Syahna saat peziarah mulai pergi meninggalkan makam Zidan.

"Tidak, Syahna. Mbak akan menemanimu."

Untuk saat ini yang tersisa di pemakaman iku hanyalah umi Rahma yang didampingi oleh mama Farah, Hamid ar Rayyan yang didampingi oleh Romi, Jauhar, dan Syahna yang didampingi oleh Sarah. Dokter Arman selaku ayah Syahna harus kembali terlebih dahulu untuk menghadiri sebuah undangan. Rahim juga ikut pulang karena ia memiliki jadwal praktek hari ini.

Setelah cukup lama berdiam diri di pusara Zidan dan mendoakannya, secara bergantian semua orang pergi meninggalkan pusara Zidan. Yang pertama pergi adalah umi Rahma dan mama Farah, Hamid ar Rayyan dan Romi, dan yang terakhir Jauhar.

Jauhar sendiri harus pergi karena ia mendapatkan pesan dari suster Ana terkait kondisi Zana yang semakin menurun. Tidak ada yang tahu perihal pesan yang diterima Jauhar. Ia lebih memilih untuk diam. Tanpa berpamitan kepada Syahna dan Sarah, Jauhar langsung saja pergi meninggalkan area makam.

"Syahna..."

"Mbak Farah pulang saja. Syahna baik-baik saja. Syahna masih ingin mengaji untuk Zidan."

"Ini sudah siang, Syahna. Jauhar sendiri sudah kembali."

"Syahna baik-baik saja. Syahna tidak akan berada disini sampai malam. Mbak Sarah tenang saja."

"Tapi Syahna, sekarang sudah jam satu, bukannya kamu belum sholat dhuhur?"

Ah, Syahna baru ingat bahwa ia belum sholat dhuhur. Jika ia tidak segera kembali, waktu yang tersisa tidak akan cukup. Perjalanan dari pemakaman ke rumah Jauhar membutuhkan waktu yang lumayan lama. Begitupun untuk perjalanan ke hotel, Syahna akan membutuhkan waktu yang lebih lama lagi. Belum lagi ia masih harus mandi dan berganti pakaian sebelum melaksanankan sholat. Ia benar-benar harus kembali saat ini jjuga.

"Baiklah, mbak. Ayo kita kembali. Syahna masih harus bersih-bersih. Apa mbak Sarah membawa baju ganti?"

"Ya, mbak membawa beberapa baju ganti yang terletak di kamar tamu rumah Jauhar. Barang bawaan mbak dan mama Farah ada disana. Kamu bisa memakai baju milik mbak."

"Aku ingin berbicara sebentar dengan Zidan, apa mbak Sarah bisa meninggalkanku?"

"Iya. Mbak akan menunggumu dari sana. Jika sudah, kamu segera menghampiri mbak, ya." Sarah berjalan ke arah pohon yang berada agak jauh dari pusara Zidan.

"Zidan.. ini onty Syahna. Maafkan onty karena baru tiba ya, nak. Maaf sekali karena onty belum bisa memberikan mainan-mainan milik Zidan. Padahal onty sudah membeli banyak untuk Zidan."

Persinggahan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang