Mengulur Waktu

71 3 0
                                    

Assalamu'alaikum semua..

Maaf ya baru bisa update..

Untuk yang ingin membaca dengan versi lebih cepat, bisa banget baca di aplikasi Fizzo dengan judul dan nama penulis yang sama.

Selamat Membaca...


"Apa katamu, Syahna? Mahda sadar?" tanya Jauhar dari ujung telepon.

"Iya. Mahda sempat sadar tadi."

"Bagaimana keadaannya?"

"Secara keseluruhan baik. Kondisi organ vitalnya juga baik. Kamu tenang saja. Sepertinya aku tidak akan mengikuti pemakaman Zana dan akan menjaga Mahda disini. Saat sadar tadi, Mahda sempat histeris saat teringat tentang kecelakaan yang dialaminya. Dia juga menanyakan keadaan anak-anak kalian. Setelah menyelesaikan pemakaman Zana, kamu bisa segera kemari."

"Baiklah, tolong jaga Mahda."

Sambungan telepon itu terputus. Syahna lebih memilih untuk membacakan Al Qur'an untuk Mahda.

"Syahna..."

"Akhirnya kau sadar juga, Mahda."

Mahda terdiam. Bolamatanya bergerak memindai ruangan. Setelah itu Mahda kembali memejamkan matanya. Tak lama kemudian suara isak tangis terdengar.

"Mahda... jangan menangis," pinta Syahna sambil menggenggam tangan Mahda.

"Apa yang terjadi dengan kedua anakku, Syahna?" tanya Mahda setelah ia berhenti dari tangisnya.

Bolamata Mahda terlihat memerah. Syahna sendiri merasa tidak sanggup unutuk mengungkapkan semuanya kepada Mahda.

"Apa yang kau ingat?" Syahna lebih memilih untuk menanyakan hal itu pada Mahda. Syahna tidak merasa berhak untuk menjelasakan semuanya kepada Mahda. Perihal tentang kematian Zidan dan Zana juga kondisi rahim Mahda yang diangkat, biarlah semua itu menjadi tugas Jauhar untuk menjelaskannya. Jikalau mungkin, Syahna malah tidak ingin mengungkapkannya kepada Mahda. Ia tidak sanggup membayangkan bagaimana hancurnya Mahda nanti.

"Kecelakaan yang menimpaku dan Zidan. Mobil kami sedang berada di lampu merah. Saat itu aku baru saja membalas pesan dari Jauhar. Zidan sedang tidur di sampingku. Tiba-tiba terdengar suara teriakan juga suara benturun keras secara beruntun. Saat itu juga tubuhku terhempas ke belakang. Aku berusaha menggapai Zidan yang terus saja meneriakkan namaku. Sayangnya aku tak mampu meraih Zidan ke pelukanku. Perutku terasa sangat sakit begitu juga lengan dan kakiku. Hanya saja sakit yang teramat di perutku jauh lebih mendominasi. Saking sakitnya area perut dan punggungku terasa kebas. Setelah itu panggilan dari Zidan juga tidak lagi terdengar dan kesadaranku perlahan menghilang. Lalu, Mahda, kemana bayiku? Bagaimana juga keadaan putraku?" Saat bertanya mengenai anak-anaknya, Mahda kembali menangis. Hanya saja kondisinya saat ini jauh lebih tenang. Mahda tidak lagi berteriak histeris dan meraung. Ia hanya bertanya dengan pelan kepada Syahna.

Mendengar cerita Mahda, airmata Syahna juga ikut turun. Ia bergerak ke samping Mahda dan memeluknya. "Tenangkan dirimu, Mahda. Jangan pikirkan apapun terlebih dahulu. Kondisimu belum memungkinkan."

"Aku hanya bertanya tentang kondisi anak-anakku, Mahda. Apa aku selaku ibunya tidak berhak untuk mengetahui keadaannya?"

"Kamu sangat berhak tahu, Mahda. Hanya saja sebelum itu, aku akan meminta dokter untuk memeriksa kondisimu terlebih dahulu. Kamu baru saja sadar."

Syahna lebih memilih untuk mengalihkan pembicaraannya. Setelah itu Syahna langsung menekan bel di kamar Mahda. Mahda sendiri memilih diam. Ia tidak lagi mendebat Syahna.

Persinggahan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang