Kembali ke Surabaya

18 2 0
                                    


Rahim dari ruangannya, Jauhar segera meminta Romi untuk segera memanggilkan Syahna. Mau tak mau Jauhar harus segera membuat alibi kepada Syahna agar ia bisa segera terbang ke Surabaya. Mengenai Mahda, Jauhar memilih untuk memikirkannya nanti. Yang terpenting untuk saat ini adalah mengasingkan Syahna terlebih dahulu sembari ia meredam gosip-gosip yang mulai beredar. Demi Allah fitnah ini memang sangat kejam. Mana mungkin gadis sebaik Syahna juga ikut terseret dalam fitnah. Padahal Jauhar sendiri tahu bagaimana Syahna senantiasa menjaga dirinya. Dia bahkan hampir tidak pernah mengobrol berdua saja dengan Syahna, kecuali saat ia terpuruk dulu, tepatnya saat ia baru saja mengetahui informasi bahwasannya rahim Mahda harus diangkat. Selain itu ia juga sangat membatasi interaksinya dengan Syahna. Di rumahnya saja, ia hampir tidak pernah berbicara dengan Syahna. Selama ini ia bersikap seperti dua orang asing terhadap Syahna. Karena Jauhar tahu bahwa Syahna adalah tipikal wanita yang sangat menjaga dirinya, maka Jauhar menghormati hal itu denga melakukan hal yang sama pada Syahna.

"Dokter Syahna disini dan meminta izin untuk masuk, dokter Jauhar," ucap Romi. Jauhar segera mengizinkannya.

"Tolong buka pintu ruangan ini lebar-lebar dan berdirilah di ujung pintu sana, Romi. Aku tidak ingin ada fitnah lain diantara kami," kata Jauhar tegas.

"Baik, dokter."

Romi segera berdiri dengan sikap tegap di samping pintu ruangan Jauhar yang terbuka lebar. Setelah itu Syahna masuk ke ruangan Jauhar dengan masih menggunakan setelan jas dokternya. Jauhar mempersilahkan Syahna untuk duduk di sofa yang berhadapan dengan sofa yang ia duduki. Di tengahnya terdapat meja besar yang membatasi keduanya. Jarak ini sangat pas untuk mengobrol berdua.

"Ada apa, Jauhar?" tanya Syahna langsung.

"Saya ingin memintamu untuk pergi ke Surabaya. Ada permintaan untuk mengisi seminar kedokteran dan pelatihan di salah satu universitas negeri di Surabaya. Materi yang akan dibahas merupakan keahlianmu. Makadari itu saya memintamu untuk mewakili rumah sakit ini," terang Jauhar.

"Apa hanya aku yang akan pergi?" tanya Syahna lagi.

"Iya. Hanya kamu yang akan pergi. Disini hanya kamu yang belum memiliki jadwal praktek yang tetap. Selama ini jadwal yang kamu miliki aslinya adalah jadwal praktek yang milik saya. Karena seminar dan pelatihan ini akan berlangsung dalam waktu lama, maka saya rasa kamu lah yang memiliki banyak waktu untuk pergi kesana. Jadwal praktekmu yang ada disini akan saya isi nantinya," jawab Jauhar.

"Baiklah, jika ini memang ketentuan dari rumah sakit, maka aku siap menjalaninya," balas Syahna tanpa ragu. Ia sama sekali tidak merasa curiga kenapa mendapat tugas tiba-tiba dari Jauhar.

"Kalau begitu kamu bisa langsung berangkat sore ini karena acaranya akan diadakan besok, Romi yang akan membantumu mengurus tiket keberangkatannya," timpal Jauhar.

Syahna meresponnya dengan anggukan. Setelah itu ia pamit pergi dari ruangan Jauhar setelah Juahar memintanya untuk segera pulang dan berpamitan kepada Mahda.

Jauhar sendiri telah mengirimkan sebuah pesan singkat kepada Mahda mengenai tugas yang akan dijalani oleh Syahna dan meminta Mahda untuk tidak banyak bertanya kepada Syahna. Jauhar berjanji akan menjelaskannya sendiri nanti kepada Mahda.

Setelah keberangkatan Syahna ke Surabaya, Jauhar berencana untuk langsung melaksanakan rapat dengan dewan direksi rumah sakit. Seluruh petinggi rumah sakit yang akan ia minta untuk menjelaskan perihal fitnah yang tersebar antara dirinya dan juga Syahna. Bagaimanapun juga Jauhar tidak mau jika nantinya Mahda juga ikut mendengar fitnah tidak berdasar ini. Biarlah Mahda dan juga Syahna tidak tahu menahu tentang hal ini. Itu adalah solusi paling tepat yang bisa Jauhar pikirkan.

Saya telah mengirim Syahna untuk menghadiri seminar dan pelatihan di Surabaya. Untuk kurun waktunya selama tiga minggu. Bisa saya pastikan bahwa fitnah itu sudah akan hilag saat Syahna kembali ke Jakarta. Saya harap dokter Arman dan keluarga masih mengizinkan Syahna untuk kembali.

Jauhar mengirim pesan tersebut kepada Rahim. Kakak kandung Syahna itu hanya membaca pesan dari Jauhar dan memilih untuk tidak membalasnya. Rahim tidak bisa mengiyakan perkataan Jauhar karena ia sendiri menginginkan Syahna untuk menetap di Surabaya. Sebisa mungkin Rahim akan mencari cara agar bisa membujuk Syahna.

"Sebisa mungkin fitnah ini harus segera menghilang, Romi. Saya tidak mau tahu. Kalau perlu saya juga akan melakukan pendisiplinan karyawan. Bagaimana mungkin mereka memiliki mulut yang kotor dan hina. Bagaimana jika Mahda sampai tahu," gerutu Jauhar.

"Maaf dokter. Jika dokter melakukan pendisiplinan karyawan secara tiba-tiba, tuan Hamid ar Rayyan akan segera tahu," balas Romi.

"Biarkan saja kakek tahu. Saya rasa kakek tidak akan terganggu dengan permasalahan ini. Yang terpenting adalah menutupi berita ini dari Mahda. Jika Mahda sampai tahu, maka ia akan bersedih. Saya tidak ingin membebaninya dengan pikiran-pikiran yang tidak perlu," lanjut Jauhar.

"Baik dokter. Saya akan mengupayakan agar fitnah ini tidak lagi ada," kata Romi.

"Kamu juga harus mengurus berita-berita yang beredar di luaran sana," tambah Jauhar.

"Baik, doter. Pasrahkan saja kepada saya," balas Romi yakin. Jauhar menganggukinya. Selama ini Romi tidak pernah gagal melaksanakan tugas dari Hamid ar Rayyan. Makadari itu Jauhar sama sekali tidak meragukan kemampuan Romi.

"Carikan juga beberapa refrensi apartemen yang cocok untuk Syahna. Utamanya yang lokasinya dekat dengan rumah sakit. Saya ingin rencana kepindahan Syahna ke apartemen nanti berjalan sempurna. Jangan sampai Mahda merasa curiga," perintah Jauhar kepada Romi.

Romi menyanggupi seluruh permintaan Jauhar tanpa memberikan sanggahan apapun.

****

"Kakak akan menjemputmu ke rumah Mahda. Kebetulan jadwal kakak disini sudah akan selesai," kata Rahim melalui sambungan telepon.

"Tidak perlu, kak. Aku bisa pergi sendiri ke Surabaya. Acaranya masih besok pagi. Mungkin aku akan mengambil penerbangan yang paling akhir. Aku harus berpamitan kepada Mahda terlebih dahulu. Dia ada rapat hari ini. Mungkin Mahda baru akan sampai di rumah sore hari," terang Syahna.

"Syahna, kamu bisa memeberitahu Mahda lewat telepon. Ada dokter Jauhar yang akan menjelaskan kepada Mahda nantinya. Lagipula aku telah mengatakan kepada mama bahwa kamu akan sampai di Surabaya sore nanti dan akan menginap di rumah kita selama pelatihan itu berlangsung," kata Rahim.

"Kakak.. kenapa harus menginap di rumah? Aku mendapatkan jatah kamar di hotel. Lagipula jarak dari rumah ke kampus itu terlalu jauh," timpal Syahna.

"Itu permintaan dari ayah, Syahna. Ayah ingin kamu menginap di rumah. Lagipula hanya tiga minggu. Itu waktu yang sangat singkat jika dibandingkan dengan waktu yang kamu habiskan untuk mengasingkan diri. Ketahuilah Syahna, mama dan ayah sangat merindukanmu. Wajar saja jika mereka ingin selalu berada dekat denganmu selama kamu berada di Surabaya," terang Rahim.

Syahna mendesah di ujung telepon. Jika sudah menyangkut kedua orangtuanya, ia juga kesulitan untuk menolak. Mau bagaimanapun juga apa yang dikatakan oleh Rahim semuanya adalah benar. Selama ini ia jarang sekali mendampingi orangtuanya. Dia sibuk mengasingkan diri seolah terkesan mengabaikan kedua orangtuanya. Padahal Syahna tahu pasti bahwa kedua orangtuanya sudah pasti sedih melihat kondisinya.

"Baiklah, kak. Untuk kali ini aku akan menuruti perkataan kakak. Aku akan pergi ke Surabaya bersama kakak. Biar nanti Jauhar yang memberitahu Mahda terkait keberangkatanku ke Surabaya," putus Syahna akhirnya. Setidaknya kali ini alasan Rahim jauh lebih kuat ketimbang sanggahan-sanggahan yang ia berikan.

Sejujurnya Syahna sendiri juga sangat merindukan orang tuanya. Ia juga merasa bersalah kepada keduanya. Semoga saja dengan menuruti perkataan Rahim ini, Syahna bisa mengurangi sedikit rasa bersalahnya kepada kedua orangtuanya.



Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan comment supaya Darin tetap semangat menulis ya...

Persinggahan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang