"Ayah.. sepertinya kita harus melakukan perjodohan untuk Syahna," kata Rahim saat berada di ruang kerja ayahnya.
Ini adalah hari Minggu. Dokter Arman dan juga Rahim memilih untuk bersantai di rumahnya. Sejak pagi tadi para wanita dan juga anak-anak yang berada di rumah itu sudah tidak berada di rumah. Mereka memutuskan untuk shopping dan melakukan kegiatan lain ala-ala wanita. Sedangkan dokter Arman dan Rahim kini telah kembali berada di rumah setelah berkuda bersama di salah satu pacuan kuda ternama di kota mereka.
"Kenapa tiba-tiba membahas tentang perjodohan?" tanya dokter Arman heran. Ia tak habis pikir dengan ide putranya itu.
"Bukan tiba-tiba, Ayah. Rahim hanya memikirkan beberapa cara yang sekiranya bisa membuat Syahna tidak kembali ke Bandung." jawab Rahim tanpa ragu.
"Apa kamu yakin? Dengan membahas perjodohan, ayah rasa adikmu malah akan pergi semakin jauh," kata dokter Arman sambil berfikir.
"Maksud Rahim kita bisa mencobanya, Ayah. Siapa tahu jika Ayah mengancam akan menjodohkan Syahna saat ia tidak mau menetap di rumah, maka Syahna akan luluh," keukeh Rahim.
"Ayah tidak yakin. Adikmu itu keras kepala. Ia pasti akan langsung pergi dari rumah. Jika ia kabur ke Bandung, itu masih mending. Kita bisa mengawasi keadaannya. Tapi jika ia memutuskan untuk pergi ke luar negeri, ayah tidak bisa membayangkannya. Bagaimana nantinya jika ayah harus berada lebih jauh lagi dari putri ayah. Semenjak kematian almarhum Ibram, Syahna benar-benar sulit untuk diatur. Dalam beberapa tahun ini saja hanya berapa kali dia pulang. Bahkan selama berada di Jakarta, ia sama sekali tidak pernah pulang. Jika begini ayah jadi menyesal telah mengizinkannya untuk menetap lama di Jakarta. Seharusnya ia bisa saja menyembuhkan lukanya dengan tetap tinggal disini," kata dokter Arman panjang lebar.
"Rahim rasa Syahna masih memiliki trauma atas meninggalnya Ibram. Jika kita ingin membuat Syahna menjadi sosok yang penurut seperti dulu, maka kita harus bisa menyembuhkan lukanya, Ayah," kata Rahim.
"Sedari dulu adikmu memang sudah keras kepala, Rahim. Sejak kapan ia menjadi penurut." Dokter Arman terkekeh.
"Yah... Sebenarnya Syahna memang selalu keras kepala. Terakhir kali Rahim ingat bahwa Rahim sempat berdebat dengan Syahna saat ia hendak menerima lamaran almarhum Ibram untuk kedua kalinya. Tapi akhirnya Rahim juga mengalah, 'kan, Ayah. Mana bisa Rahim menolak keinginan tuan puteri itu." Rahim dan dokter Arman tertawa bersama.
Selama ini Syahna adalah tuan puteri di keluarga mereka. Dia adalah puri bungsu kesayangan di istana dokter Arman. Sekalipun begitu Syahna adalah gadis yang sangat baik, terlepas dari sifatnya yang terkadang memang keras kepala. Dulu yang bisa meluluhkan kekeras kepalaan Syahna adalah almarhum neneknya. Saking dekatnya Syahna dengan sang nenek, Syahna kecil bahkan lebih suka menemani dan mengekori neneknya. Jadilah saat SD, Syahna lebih sering menginap di rumah sang nenek daripada di rumah orangtuanya sendiri.
Saat memasuki bangku SMP, sang nenek wafat. Syahna sangatlah sedih. Setelah itu dia berkenalan dengan Mahda. Mahda dulunya tinggal bersama ayahnya. Saat ayah Mahda meninggal, ia tinggal dengan bibinya yang juga merupakan ibunda almarhum Ibram. Karena bersekolah di Surabaya, maka selama SMA Mahda memilih untuk kost di sekitar SMA nya. Syahna seringkali mampir ke kost Mahda dan menghabiskan waktu seharian disana. Tak jarang ia juga menginap disana. Semenjak itu mereka berdua bersahabat. Sesekali almarhum Ibram dan umi Rahma akan menjenguk Mahda di kost nya. Sesekali juga Mahda akan pulang ke Jakarta. Bahkan Syahna juga pernah ikut Mahda pulang ke Jakarta saat SMA. Dari situlah akhirnya Syahna mengenal Ibram dan berakhir dengan saling jatuh cinta.
"Ayah tidak ingin mengancam adikmu dengan perjodohan, Ibram. Lagipula ayah juga merasa kalau belum waktunya Syahna untuk menikah. Ayah masih ingin menghabiskan waktu lebih lama dengannya. Lagipula usia adikmu masih belum genap 26 tahun. Ia masih akan berulang tahun bulan depan. Menurut ayah hal yang wajar bagi seorang wanita karir jika belum menikah di usianya itu," terang dokter Arman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persinggahan Hati
Romantik'Jika harus memilih, siapa yang akan kau pilih, Jo?' 'Entahlah, karena Syahna seumpama Khodijah bagiku sedang Mahda layaknya Aisyah. Hanya saja Allah lebih dulu mempertemukanku dengan Aisyah sebelum menyatukanku dengan Khodijah' *** Sampai saat ini...