Kerap kali seseorang terjebak dalam geliat rasa yang bernama rindu. Bukan hal yang tabu jika rasa seringkali berkhianat. Nyatanya hati lebih suka berkongsi dengan kenangan untuk menciptakan perih. Tak apa, jangan terbuai. Rasa yang ada hanya ingin menguji. Hadapi! Jangan ragu akan pribadi! Nyatanya kau
jauh lebih kuat dari yang kau tahu.🍃🍃🍃
Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Syahna. Hari-harinya telah ia habiskan untuk membantu umi Rahma mengembangkan toko kuenya dan mengurus klinik milik keluarganya. Di tengah-tengah kesibukannya mengurus klinik, ia juga menyempatkan waktunya untuk mengabdi di salah satu rumah sakit terkenal di Bandung. Sesekali ia akan pergi ke panti asuhan di dekat klinik untuk mengajari anak-anak membaca atau sekedar mengajaknya bermain. Malam harinya ia akan menyibukkan diri di depan komputer untuk menulis. Dari dulu Syahna memang kerap kali mencuri-curi waktu untuk menulis. Awalnya memang hanya sekedar hobi, namun siapa sangka jika hobi itu juga bisa mendatangkan rezeki baginya. Seminggu sekali ia juga rutin berkomunikasi dengan Mahda via telpon. Sejujurnya, kesedihan itu memang masih ada. Tak jarang pula ia meneteskan air matanya di sela-sela doa yang ia panjatkan padaNya. Namun, mau sampai kapan ia harus berkawan dengan nestapa?
Hari ini suasana rumah sakit tempat Syahna bekerja lumayan ramai. Terjadi kecelakaan beruntun dengan korban yang cukup banyak. Sedari tadi ia dengan tim dokternya sibuk menangani pasien-pasien dengan luka-luka yang lumayan. Di rumah sakit ini Syahna memang bekerja sebagai dokter umum. Ia memang belum melanjutkan studinya selama masa menangkan dirinya di Bandung.
Waktu telah menunjukkan pukul satu tepat saat Syahna baru saja memasuki ruangannya. Tak lama setelah ia meletakkan jas dokternya, seorang wanita berkerudung navy masuk dan langsung saja mendudukkan diri di hadapannya.
"Makan yuk, Na.." ajak Zahra. Gadis inilah yang menemani Syahna melewati hari-hari sulitnya di Bandung. Awal pertemuan mereka tentu saja di klinik milik keluarga Syahna. Saat itu Zahra tengah mengantar seorang anak berusia 5 tahun yang tak sengaja ia serempet. Karena memang klinik milik Syahna yang terdekat, maka Zahra langsung membawanya kesana. Setelah Syahna memeriksa anak itu barulah Zahra memperkenalkan dirinya yang ternyata juga seorang dokter. Beruntungnya Zahra merupakan cucu dari pemilik rumah sakit ini. Saat itu juga Zahra langsung mengajak Syahna untuk bergabung di rumah sakitnya.
"Sebentar, Ra.. Aku mau ambil mukenah dulu. Kita makan setelah sholat dhuhur ya.."
"Gimana, Na? Kamu beneran mau balik ke Surabaya?" tanya Zahra disela-sela langkah mereka menuju musholla rumah sakit.
"Gak tau, Ra. Kemungkinan memang iya. Sudah tiga tahun aku gak pulang. Mama pasti kangen. Lagian aku juga kangen sama Mahda, Ra. Kemarin dia bilang ke aku, katanya Zidan mau punya adek."
"Wah.. Selamat ya, Na.. Bakal jadi tante lagi kamu.." Syahna tersenyum. Rasanya ia benar-benar rindu. Kemarin saat Mahda mengirimkan video terbaru milik Zidan, rasa itu benar-benar tidak bisa ia tahan lagi. Ia ingin menggigit pipi tembem milik Zidan. Selepas lebaran nanti ia akan pulang ke Surabaya.
"Haha.. iya juga ya, Ra.. Ternyata aku udah tua."
"Gak juga lah, Na. Makanya buru-buru kamu menikah, Na.."
Mendengar perkataan Zahra, Syahna tersenyum miris. Bagaimana mungkin ia bisa memikirkan tentang pernikahan di saat ia belum benar-benar bisa mengikhlaskan.
"Maafin aku ya, Na," ucap Zahra yang menyadari perubahan di raut Syahna.
"Gak papa kok, Ra. Oh iya, gimana tentang persiapan pernikahan kamu dengan pak Lukman? Aku baru tahu lho kalau calon suamimu itu pak Lukman. Beliau kan seorang dosen, Ra. Mana tau aku kalau ternyata kamu suka sama dosen pembimbing skripsimu itu. Malahan aku mikir kalau calon suamimu itu dokter Alif."

KAMU SEDANG MEMBACA
Persinggahan Hati
Romance'Jika harus memilih, siapa yang akan kau pilih, Jo?' 'Entahlah, karena Syahna seumpama Khodijah bagiku sedang Mahda layaknya Aisyah. Hanya saja Allah lebih dulu mempertemukanku dengan Aisyah sebelum menyatukanku dengan Khodijah' *** Sampai saat ini...