Cerita ini insya allah akan terbit tiap hari Senin dan Kamis.
Untuk yang ingin membaca dengan versi lebih cepat, bisa banget di aplikasi Fizzo. Cerita ini di update dengan judul dan nama penulis yang sama.
Selamat membacaa...
Syahna segera berlari menuju ruang ICU, tempat dimana Zidan berada. Di depan ruangan itu berdiri Hamid ar Rayyan dengan gelisah. Wajah kakek tua itu terlihat pucat dan pias. Dari kaca luar raung ICU, Syahna bisa melihat keberadaan para dokter yang tengah mengerubungi tubuh lemah Zidan yang terbaring di brankar.
"Apa ini tuan.. Kenapa tiba-tiba?" panik Syahna kepada Hamid ar Rayyan.
"Entahlah, nak. Aku juga tahu. Sedaritadi firasatku memang sudah tidak enak tentang hal ini." Hamid ar Rayyan mendudukkan dirinya lemah di kursi depan ruang ICU. Dia terlihat sedih sekaligus terpukul. Bagaimanapun Zidan adalag cicit kesayangannya.
Di samping Hamid ar Rayyan, Syahna mulai menangis dengan tersedu. Tak lama kemudian, Rahim datang dengan lari tergopoh-tergopoh. "Syahna.."panggilnya.
"Kakak.." Syahna segera merangsek dalam pelukan kakak kandungnya itu.
"Doakan saja yang terbaik untuk Zidan, Syahna. Ingatlah bahwa perkara kelahiran dan kematian seseorang, semua itu telah ditetapkan oleh Allah semenjak ia berada di dalam kandungan," ucap Rahim sambil mengelus kepala adiknya yang tertutup hijab.
"Syahna takut kak..." Syahna semakin mengeratkan pelukannya kepada Rahim. Rahim tak lagi menjawab perkataan sang adik. Mereka semua lebih fokus untuk berdoa demi keselamatan dan kebaikan Zidan.
Selang beberapa lama, Romi, selaku asisten Hamid ar Rayyan tiba disana. Pemuda itu juga terlihat sedih. "Tuan.." sapa Romi pada Hamid ar Rayyan.
"Duduklah Romi. Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku sudah terbiasa."
Tepat setelah Hamid ar Rayyan mengatakan hal itu, pintu ICU mulai terbuka. Serentak saja mereka berdiri dan berjalan mengerubungi sang dokter.
"Maaf.. Kami semua sudah bekerja keras. Pasien dinyatakan meninggal pukul 2 dini hari tepat.
Pecah sudah tangis mereka. Syahna hampir terjatuh jika Rahim tidak segera menahan tubuh adiknya yang lemas itu. Begitu juga dengan Hamid ar Rayyan. Romi senantiasa memeganginya agar tubuh tuannya itu tetap kokoh berdiri. Keduanya kemudian didudukkan di atas kursi.
"Aku belum sempat memberikan hadiahku kepada Zidan, kak. Kami berencana untuk mengadakan acara tukar kado. Kenapa Zidan berbohong kak? Kenapa anak kecil itu berani membohongi auntinya? Kenapa dia harus pergi terlebih dahulu? Anak itu masih sangat kecil. Dia juga sangat pintar.. Kenapa Zidan harus pergi.." racau Syahna.
Rahim terus saja mendekap tubuh adiknya erat. "Kamu harus tabah Syahna. Ingat, kamu harus tetap kuat demi Mahda. Lagipula Islam juga tidak memperbolehkan seseorang untuk meratapi orang yang sudah meninggal. Kamu boleh menangis, tapi tidak untuk meratap. Tenangkan hatimu. Bacalah istighfar.."
Astaghfirullahal adhim. Astaghfirullahal adhim..
Rahim membisiki telinga adiknya dengan lantunan kalimat istighfar.
Syahna pun mengikuti lantunan kalimat istighfar yang dibisikkan oleh kakaknya. Perlahan ia menjadi lebih tenang.
Sementara itu, di dalam ruangan, Jauhar menangis tergugu. Ia begitu terpukul dengan kepergian putra kecilnya. Jundi kecil kebanggannya telah pergi.
"Nak.. Kenapa kamu meninggalakn abi secepat ini. Maafkan abi, nak. Jundi kecil kebanggan abi dan ummah, terimakasih karena telah hadir dalam hidup kami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Persinggahan Hati
Romance'Jika harus memilih, siapa yang akan kau pilih, Jo?' 'Entahlah, karena Syahna seumpama Khodijah bagiku sedang Mahda layaknya Aisyah. Hanya saja Allah lebih dulu mempertemukanku dengan Aisyah sebelum menyatukanku dengan Khodijah' *** Sampai saat ini...