Setelah Sekian Lama

9.5K 1.3K 109
                                    

Ternyata duka bagaikan secangkir kopi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ternyata duka bagaikan secangkir kopi. Keruh dan pekat. Bagaimana waktu menelannya habis, yang tersisa malah kepahitan.

Now Playing ; The Reason I hate home by Munn

Jam lima sore dihalaman rumah yang masih seasri dahulu, hanya saja daun-daun kering kini sempat dibiarkan mampir tanpa disapu. Adalah hunian milik keluarga Haikala yang beberapa bulan ini berakhir kosong lantaran ditinggal pemiliknya. Seorang kepala rumah tangga meninggalkan dunia, sedangkan istrinya terlalu kehilangan hingga tak bisa diselamatkan lagi. Ia dipulangkan ke Tangerang, rumah keluarganya beserta buah hati kecilnya sekaligus, lalu menetap disana beberapa waktu.

Selama itu, tidak ada yang tau bagaimana keadaanya. Tapi beberapa dari mereka masih sering mengirim pesan, bertanya perihal kabar. Meski jawaban yang mereka terima kadang kala tidak membuat si penanya kabar benar-benar lega. Sebab setiap kalimat

Aku baik-baik saja-

Yang ia sampaikan tidak pernah benar-benar nyata.

Dua mobil berwarna putih dan hitam baru saja memasuki halaman rumah tersebut, salah satunya berakhir terparkir di halaman, satunya berhasil masuk ke dalam garasi. Di dalam, sudah ada mobil lain yang merupakan seseorang yang beberapa waktu lalu menempati sekaligus menjaga kediaman ini agar tetap terisi. Ya, mas Jerremy dan mba Irene. Kini keduanya tengah berdiri di teras dengan sapaan yang tak habis-habis, menyambut tamu-tamu yang belakangan ini cukup susah diajak bertemu karena kesibukan dunia kerja memang tiada ampun menuntut mereka semua.

"Mama! Miko ambil sedotan Melia~" tiba-tiba, suara gadis kecil merengek diantara sapaan-sapaan hangat. Irene yang kala itu tengah menyalami tamu satu persatu terpaksa menyingkir sejenak dari teras, mendekati sang anak yang kala itu tak henti-hentinya mengeluhkan tentang sedotan dalam minuman miliknya.

"Sedotan punya Miko mana? Kok ambil punya Melia?" Tanya Irene pada seorang anak laki-laki dengan cukuran cepak yang begitu kelihatan asing. Sebab beberapa tahun terakhir, rambut ikalnya dibiarkan memanjang. "Miko-"

"Miko buang, Tante." Katanya takut-takut. "Miko enggak sengaja gigitin sedotan, kata Ayah kalo gigitin sedotan itu mirip tikus. Miko lupa. Makanya Miko buang sedotannya, nanti kalo Ayah lihat Miko kena marah."

Ketika kalimat itu terlontar dari bibir mungilnya, serombongan laki-laki baru saja masuk keruang tamu, mendengar bagaimana polosnya bocah itu dengan segelas minuman di hadapannya mengaku ketakutan dimarahi sang Ayah. Mereka dibius beberapa detik, namun ketika itu pula seseorang dengan perawakan gagah mencoba mencairkan suasana dimana ia menepuk bahu masing-masing dari mereka.

"Masuk yuk." Dan Jerremy adalah yang paling tau, masing-masing dari mereka belum terlepas dari belenggu kehilangan itu.

"Jangan digigitin lagi ya." Irene sudah kembali dengan sedotan baru, lalu menyerahkannya pada Miko.

2. Antariksa Berkelana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang