"Kamu boleh pergi kemana saja, asal pulang, kembali kepelukanku lagi."Now Playing ; Anyting You Want by Really Club
"Abang, kura-kuranya mati. Aku lupa kasih air waktu lagi bersihin akuarium. Kukira, kura-kura bisa hidup tanpa air."
"Jinan, kura-kura ini bisa hidup didarat, tapi bukan berarti dia bisa hidup tanpa air. Udah, nggak usah nangis. Nanti kita beli lagi."
Tahu apa yang paling ampuh untuk meredakan tangisan Jinan? Tidak perlu di iming-imingi sebuah barang mewah dan mahal, bukan juga dengan dijanjikan ini itu. Hal paling ampuh untuk meredakan tangisan Jinan hanyalah sebuah kalimat pengampunan dari seseorang yang membuatnya sedih. Dan jika hari itu Jinan merasa bersalah telah membiarkan kura-kura pemberian Haikala mati karena kekeringan air, maka kalimat pengampunan adalah cara terbaik untuk meredakan rasa bersalah itu. Jinan memang cengeng, dia terlahir sebagai anak tunggal, pernah di-bully di SMP, badannya besar tapi kerjanya lemot. Satu yang paling penting, Jinan adalah seorang anak laki-laki yang memiliki hati begitu mudah diporak-porandakan.
Seperti hari ini, hanya karena mimpi sekelabat yang tidak nyata, Jinan terbangun dengan wajah basah kuyup. Untungnya, ia bangun jam 5 subuh disaat teman-temannya masih pulas tertidur.
"Abang, aku masih bernyawa dan bisa bernapas, tapi bukan berarti aku bisa hidup tanpa Abang."
Jinan ingin menukar semua yang ia punya dengan mengembalikan Haikala ke kehidupannya. Menyuburkan hari-harinya lagi, menemaninya yang kesepian dan menjalani arus kehidupan dengan banyak hal yang menyenangkan. Tak apa jika Haikala akan menjadi orang paling berisik, tak apa jika orang itu akan melontarkan kalimat penghinaan setiap hari. Tak apa. Toh, yang dilakukan orang itu hanyalah caranya menarik Jinan dari sepi dan sakit yang selama ini ia alami. Sudah ratusan kali, tapi semesta ini tidak memberi jawaban atas permintaan itu. Bahkan jika Jinan sempat berdo'a kepada Tuhan untuk menukar hidupnya dengan Haikala. Tak apa ia mati dan menjadi tanah yang lembab. Sebab Jinan tidak punya siapapun yang akan merasa begitu kehilangan dirinya, tidak seperti Haikala.
Ketika ia melihat Kara. Langit-langit diatasnya terasa begitu rendah. Bisa ia gapai dan ia runtuhkan dengan tangan-tangannya yang besar. Perempuan itu menanggung beban begitu berat sepeninggal Haikala dan Jinan adalah salah satu yang merasa begitu sedih. Bagaimana perempuan itu pada akhirnya bisa tersenyum lagi, ketika satu-satunya cinta yang ia butuhkan tak lagi ambil bagian. Bagaimana bisa ia menjalani hidup ketika langit sudah merentang tepat diatas kepalanya. Siap runtuh kapan saja.
"Aku enggak bisa hidup tanpa, Abang. Aku nggak mau hidup kalau nggak ada, Abang."
"Jinan Rangga Pradana!" Suara teriakan dari teras terdengar begitu melengking sampai Jinan yang awalnya hanya bengong menatap dream chatcher yang tergantung menoleh cepat kesumber suara. "Ayo, balik!"
Disebelah Cakra, Kara Dan Miko juga menatapnya dari teras.
Ia melangkah tinggalkan halaman belakang dengan gantungan legendaris dimana kadang kala Jinan akan mengajaknya bicara jika ingin. Meski benda itu tak akan benar-benar bisa menanggapinya.
Sampai diteras samping, Jinan menatap dua rantang bertingkat yang dipegang masing-masing tangan Cakra. Kemudian, Cakra menyodorkan salah satunya pada Jinan.
"Bawa nih, berat banget kaya dosa lo."
Menerima, Jinan mengangkatnya. Berat darimana sialan, ini enteng! Kalimat itu begitu saja berbaris dalam pikirannya, namun karena harinya sedang tidak menyenangkan, Jinan pilih untuk tidak mengatakan apa-apa.
Laki-laki itu hanya mengikuti langkah Cakra tinggalkan teras samping dengan Kara dan Miko yang tengah mengantarkan mereka dengan lambaian tangan yang begitu rapuh. Mengapa mereka bisa berpura-pura? Mengapa Jinan tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Antariksa Berkelana [Completed]
Fanfiction[SUDAH TERBIT] BAGIAN KEDUA 'Semesta dan rumahnya' Setelah kepergiannya, semua orang melangkah dengan kaki mereka yang patah. Terseok-seok melewati waktu yang panjang, berhenti untuk menangis, berjalan kembali dengan luka yang masih sama. Maka disin...